Liputan6.com, Jakarta - Setiap 20 April, diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional, atau Harkonas. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang Harkonas tak bisa dilepaskan dari UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Ini sebab Harkonas mengacu pada momen disahkannya UUPK pada 20 April 1999.
Untuk itu, dalam Harkonas kali ini ada beberapa tanggapan dari YLKI. Pertama, keberadaan UUPK belum cukup ampuh memberikan perlindungan pada konsumen.
"Hal ini disebabkan pemerintah belum serius menjadikan UUPK sebagai basis hukum untuk melindungi dan memberdayakan konsumen. Masih rendahnya Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) yang masih bertengger pada skor 40,41 adalah buktinya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Sabtu (20/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Angka ini, menurut Tulus, masih jauh dibandingkan dengan skor IKK di negara maju, yang mencapai minimal skor 53. Bahkan Korea Selatan skor IKK-nya mencapai 67. Artinya tingkat keberdayaan konsumennya sudah sangat tinggi;
Kedua, jika disandingkan dengan derasnya gempuran era digital ekonomi, masih rendahnya IKK di Indonesia adalah hal ironis. Sebab rendahnya IKK berkelindan dengan rendahnya literasi digital konsumen.
"Pantaslah jika konsumen Indonesia saat ini ada kecenderungan menjadi korban produk-produk ekonomi digital, seperti e-commerce dan finansial teknologi. Hal ini ditandai dengan tingginya pengaduan konsumen di YLKI terkait produk ekonomi digital tersebut," tambah Tulus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
YLKI Nilai Pemerintah Masih Abai terhadap Konsumen
Lebih ironis lagi, menurut Tulus, manakala pemerintah masih abai terhadap upaya melindungi konsumen terhadap produk produk ekonomi digital tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masih mangkraknya RPP tentang belanja online.
"YLKI mempertanyakan dengan keras, ada kepentingan apa sehingga pemerintah masih malas mengesahkan RPP tentang Belanja Online?," ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus menjadikan Harkonas sebagai momen untuk meningkatkan keberdayaan konsumen Indonesia, yang ditandai dengan meningkatnya skor IKK.
"Terkait hal ini, dan dalam konteks hasil pilpres dan pemilu legislatif, lima tahun ke depan pemerintah harus menjadikan isu perlindungan konsumen dan indeks keberdayaan konsumen menjadi arus utama dalam mengambil kebijakan yang berdampak terhadap konsumen;" pungkas Tulus.
Advertisement