Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dilaporkan meninggal dunia akibat kelelahan dalam pelaksaan Pemilu Serentak 2019.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya akan memberi santunan kepada keluarga petugas KPPS.
Advertisement
"Sangat prihatin dengan berita duka itu, karena memang penyelenggara kita belum difasilitasi asuransi kesehatan. Maka, KPU seluruh Indonesia akan gotong royong bersama-sama untuk memberikan tanda kasih santunan kepada pihak keluarga korban," kata Wahyu saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Wahyu mengakui, beban kerja KPPS sangat berat. Namun, ia enggan menggambarkan seberapa berat kinerja para pahlawan pemilu itu.
"Sekali-kali coba (jadi KPPS) biar merasakan. Nanti kalau saya ceritakan, (dianggap) fiktif. Enggak terasa,” ucap Wahyu.
Wahyu berharap pemerintah dapat mengkaji ulang pelaksaan pemilu serentak. Sebab, adanya pemilu serentak membuat pekerjaan KPPS bertambah.
"Konsekuensi logis dari pemilu serentak kan volume pekerjaan menjadi sangat meningkat. Semoga ini menjadi masukan bagi pembuat undang-undang untuk memformulakan sistem pemilu untuk pemilu berikutnya," tambah Wahyu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Asuransi Kesehatan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mengakui beban kerja petugas KPPS memang sangat berat.
Di beberapa daerah, penghitungan suara bahkan ada yang berlangsung sampai siang hari berikutnya karena petugas kelelahan.
Menurut Titi, proses pemungutan suara bahkan kini lebih memakan waktu, karena ada lima jumlah surat suara, termasuk pemilihan anggota DPRD tingkat kabupaten/kota.
Tugas yang berat itu, dinilainya tidak sebanding dengan insentif yang didapatkan. Anggota KPPS mendapat honor Rp 500 ribu, sedangkan ketua KPPS mendapat Rp 550 ribu. Honor tersebut dipotong pajak penghasilan 5 persen. Sehingga upah bersih bagi tiap anggota menjadi Rp 475 ribu dan ketua Rp 522.500.
"Insentif untuk KPPS sangat minim, ditambah lagi tidak ada jaminan terhadap asuransi kesehatan ataupun kematian akibat beban kerja yang cenderung tidak manusiawi dari sisi durasi kerja," ujar Titi saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu 20 April 2019.
Menurutnya, KPU perlu mengalokasi insentif asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan bagi para KPPS. Sebab, skema Pemilu serentak lima surat suara memang tidak sesuai dengan kapasitas beban yang harus ditanggung pemilih, penyelenggara, dan peserta pemilu.
"Ini tidak sepadan dengan kemampuan dan daya tahan kerja petugas supaya bisa bekerja efektif dan profesional. Makanya, sedari awal yang kami usulkan bukan pemilu borongan lima surat suara," kritik Titi.
Advertisement