Liputan6.com, Jakarta Penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada 17 April diyakini ikut berdampak terhadap laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kendati demikian, Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, penyelenggaraan pesta demokrasi justru merupakan pendorong positif terhadap pergerakan IHSG sejak Pilpres 2004.
Advertisement
"Kalau diambil data dari 2004, tentu Pilpres merupakan booster yang positif terhadap pergerakan IHSG," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (22/4/2019).
Dia pun menyatakan, siapa pun pemenang pada pemilu kali ini, itu tetap akan memberikan dampak bagus bagi pergerakan di pasar modal.
Dengan catatan, apabila yang menang petahana, IHSG akan bergerak menguat diikuti dengan penguatan rupiah dan imbal hasil obligasi yang mengalami penurunan.
"Apabila yang menang bukan petahana, tetap ada kenaikan, tapi tidak sebanyak petahana," dia menambahkan.
Lebih lanjut, ia pun mengingatkan, perhatian investor asing terhadap pasar saham Indonesia sebenarnya adalah stabilitas ekonomi dan politik di Tanah Air.
"Jadi isu-isu yang ada sedikit banyak akan tecermin di IHSG dalam beberapa waktu ke depan," pungkas dia.
Investor Tak Khawatirkan Hasil Quick Count Pemilu 2019
Ekonom menilai, pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang berjalan lancar, aman, dan damai mendapatkan respons positif dari pasar.
Terkait ada salah satu pihak yang tak puas dengan hasil quick count atau hitung cepat Pemilu 2019 memang membuat investor wait and see, tetapi tidak ganggu pasar keuangan.
"Biasa saja. Reaksi positif dengan pemilu lancar, aman, dan damai, tidak ada yang dikhawatirkan," ujar Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (20/4/2019).
Baca Juga
Ia menuturkan, ada salah pihak yang tak puas dengan hitung cepat Pemilu 2019 tidak perlu dikhawatirkan. Hal ini mengingat sentimen domestik terkait pemilu sudah berjalan aman, lancar dan damai.
Pemilu berjalan aman dan damai itu direspons positif dengan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 25,67 poin atau 0,40 persen ke posisi 6.507 pada Kamis 18 April 2019.Investor asing beli saham Rp 1,4 triliun di pasar reguler.
"Tidak ada kekhawatiran. Financial market lebih ke eksternal sentiment. Isu domestik sudah selesai," ujar David.
Namun, David menuturkan, memang investor besar juga menanti pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk hasil Pilpres 2019. "Pemilu berjalan lancar, tidak ada keributan. Memang investor besar wait and see," ujar dia.
Seperti diketahui, berdasarkan hitung cepat Pilpres 2019, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin unggul dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Selain itu juga menanti tahapan berikutnya setelah pemilu 2019 yaitu kabinet pemerintahan mendatang. Investor ingin mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintahan mendatang.
"Ada perubahan kabinet, kebijakan itu bisa berubah. Kebijakan lima tahun ke depan bagaimana. Investor melihat bagaimana konsistensi kebijakan dan masalah birokrasi, doing of ease business," tutur dia.
Advertisement
Investasi Bakal Mengalir Deras ke RI
Investasi diyakini akan mulai mengalir masuk ke Indonesia pasca berlangsungnya pemilihan umum (pemilu). Selama ini banyak investor yang menunggu kondisi pasca pesta demokrasi dan kandidat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan terpilih.
Ekonom Asia Development Bank Institute, Eric Suganti mengatakan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pada 2019 ini investor menyoroti pelaksanaan dan hasil dari pemilu. Banyak yang masih menunggu kondisi di dalam negeri pasca pemilu.
"Ada fenomena bahwa investor di sektor riil dalam posisi wait and see menunggu hasil pemilu 2019," ujar dia di Jakarta, Jumat, 19 April 2019.
Pengamat Kebijakan Publik, Sidik Pramono menyatakan, meski pemilu berlangsung relatif aman dan kondusif, namun masih ada satu hal lagi yang harus dipenuhi jika ingin investasi nasional segera tumbuh, yaitu soal kepastian investasi.
Menurut dia, tingginya tingkat ketidakpastian berinvestasi di Indonesia disebabkan oleh kebijakan sering berubah-ubah. Hal ini yang kerap dikeluhkan oleh para investor.
“Banyak faktor yang dapat mengubah suatu kebijakan, namun di Indonesia saya melihat seringkali dikarenakan adanya pergantian pimpinan atau adanya kepentingan lain,” ungkap dia.
Hal tersebut, lanjut Sidik, membuat investor yang merujuk pada suatu kebijakan untuk menjalankan bisnisnya harus mengalami kerugian karena kebijakannya berubah dan tidak sejalan dengan rencana bisnis yang sudah disusun oleh investor.