Ilmuwan Temukan Molekul Pertama di Alam Semesta

Setelah peristiwa Big Bang, HeH+ terbentuk dalam kondisi molekular di mana atom helium dan proton bergabung bersama.

oleh Jeko I. R. diperbarui 23 Apr 2019, 09:00 WIB
Ilmuwan mengklaim telah menemukan jenis molekul pertama yang terbentuk setelah Big Bang, yang bernama NGC 7027. (Hubble/NASA/ESA/Judy Schmidt)

Liputan6.com, Jakarta - Selama bertahun-tahun, molekul HeH+ alias Helium Hydride Ion, diyakini sebagai molekul pertama yang terbentuk setelah peristiwa Big Bang.

Namun sayang, belum ada yang mampu mendeteksi keberadaan molekul pertama di alam semesta ini.

Dan kini, dengan bantuan NASA, para ilmuwan akhirnya berhasil menemukan HeH+. Ilmuwan di observatorium Max Planck for Radio Astronomy, menggunakan teleskop Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy (SOFIA) milik NASA untuk mendeteksi keberadaan HeH+ di sebuah nebula bernama NGC 7027.

Menurut keterangan ilmuwan seperti dilansir Geek, Selasa (23/4/2019), setelah peristiwa Big Bang, HeH+ terbentuk dalam kondisi molekular di mana atom helium dan proton bergabung bersama.

Pada akhirnya, gabungan molekular ini terpisah ke molekul hidrogen dan atom helium. Masing-masing dari elemen ini berada dalam kuantitas besar yang ada di alam semesta.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Sempat Dipelajari pada 1925

Molekul ribosome sudah ada sejak 3,8 triliun tahun silam dan merupakan 'sidik jari' dari semua kehidupan di bumi.

Pada 1925 silam, ilmuwan mampu mempelajari molekul HeH+ di laboratorium. Sejak itu, mereka menyadari kalau molekul ini berperan penting pada masa awal terbentuknya alam semesta.

"Alam semesta itu dimulai dengan kehadiran HeH+. Sayangnya, kurangnya bukti definitif dari eksistensi molekul tersebut telah menjadi dilema bagi kami," ujar Rolf Gusten.


Proses Terbentuknya HeH+

Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme.

Proses terbentuknya HeH+ sendiri dimulai saat radiasi bintang mencapai temperatur lebih dari 100.000 derajat Celcius, yang mana menciptakan proses ionisasi.

Ilmuwan mengaku menemukan HeH+ merupakan bukanlah proses yang mudah. Pasalnya, atmosfer Bumi yang dianggap 'kusam' menyulitkan ilmuwan selama bertahun-tahun untuk mencari keberadaan HeH+.

Bagaimanapun, dengan bantuan SOFIA, ilmuwan bisa mewujudkannya karena teleskop ini dibekali lensa spektrometer beresolusi tinggi untuk menemukan HeH+.

(Jek/Ysl)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya