Liputan6.com, Jakarta - Industri mainan dalam negeri diprediksi tumbuh sebesar 10 persen secara di 2019. Terlebih, potensi bisnis mainan di Tanah Air cukup prospektif.
Ketua Asosiasi Mainan Anak (AMI) Sutjiadi Lukas mengatakan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di kawasan ASEAN. Hal ini menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi industri mainan dalam negeri.
“Dengan angka kelahiran rata-rata 4,5 juta jiwa per tahun, Indonesia dapat menjadi pasar terbesar se-Asia Tenggara,” ujar dia dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Selain memenuhi kebutuhan pasar domestik, lanjut, Sutjiadi, AMI pun menggenjot industri mainan nasional agar semakin agresif mempeluas pasar ekspor. Tutupnya beberapa pabrik mainan di Vietnam membuat peluang industri mainan di Indonesia kelimpahan pesanan.
“Kemungkinan, pasar mainan akan lebih tancap gas mulai kuartal kedua setelah Pemilu,” kata dia.
Pada tahun lalu, AMI telah meneken nota kesepakatan (MoU) dengan Chaiyu Exhibition berkenaan dengan kerja sama antara pengusaha Indonesia dan China. Dengan kolaborasi ini, diharapkan perusahaan mainan asal China berinvestasi membangun pabrik di Indonesia, terutama untuk memproduksi komponen seperti gear box, baut dan keypad.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, industri mainan mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
Ini tercermin dari capaian nilai ekspor mainan anak-anak pada 2018 yang menembus hingga USD 319,93 juta atau naik 5,79 persen dibanding perolehan periode sebelumnya sebesar USD 302,42 juta.
“Industri mainan nasional telah menunjukkan daya saingnya di kancah global. Hal ini sekaligus mampu membuktikan bahwa Indonesia termasuk dalam negara-negara produsen utama untuk beberapa produk mainan unggulan yang telah mendunia,” ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Produsen Boneka Merek Barbie Terbesar di Dunia
Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu pengembangan industri mainan di dalam negeri. Terlebih, sektor tersebut tergolong padat karya dan berorientasi ekspor.
Pada 2017, nilai investasi industri mainan di Indonesia mencapai Rp 410 miliar dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 23.116 orang.
“Contohnya, PT Mattel Indonesia yang telah menyerap tenaga kerja sebanyak 10 ribu orang dengan nilai ekspor dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata di atas USD150 juta per tahun,” papar Airlangga.
Dia pun mengaku bangga karena Indonesia adalah produsen boneka merek Barbie terbesar di dunia yang dihasilkan oleh PT Mattel Indonesia. Perusahaan ini memasok 60 persen ke seluruh pasar global atau telah mengungguli produksi China.
“Jadi, enam dari 10 boneka yang beredar di dunia itu berasal dari Indonesia, dibuat dengan tangan-tangan terampil anak bangsa kita,” ujarnya.
Menariknya lagi, Indonesia memiliki pabrik mobil mainan yaitu Hot Wheels dengan kapasitas produksi yang cukup besar mencapai 50 juta unit per tahun. Hot Wheels merupakan mobil mainan diecast atau dibuat dari bahan logam yang dicetak.
“Pabrik Hot Wheels di Cikarang milik PT Mattel Indonesia adalah industri mobil mini yang kapasitasnya lebih besar 50 kali dari industri otomotif beneran,” tutur dia.
Tak cuma dari segi jumlah produksinya yang mencengangkan, Menperin menuturkan, pabrik ini juga sudah mengaplikasikan teknologi industri 4.0 pada proses produksinya.
“Selain mampu memproduksi Barbie dan Hot Wheels yang berkualitas, perusahaan ini juga memiliki kemampuan engineering lokal yang punya inovasi luar biasa membuat mesin canggih sendiri,” ungkap dia.
Dalam upaya memacu daya saing industri mainan nasional, pemerintah telah berupaya melindungi produk dan pasar dalam negeri serta menghindari gempuran produk impor yang tidak berkualitas melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Implementasi SNI ini mampu meningkatkan competitiveness produk dalam negeri,” lanjut dia.
Selain itu, pemberlakuan SNI memberikan jaminan terhadap produk yang masuk ke pasar domestik merupakan yang berkualitas dan aman bagi konsumen serta menembus pasar ekspor. “Standar produk merupakan technical barrier yang dapat diterima oleh seluruh negara, karena memberikan efek positif, antara lain menjamin keamanan, keselamatan dan kualitas produk,” tandas Airlangga.
Advertisement