AS dan India Ternyata Telah Peringatkan Ancaman Serangan Teror di Sri Lanka

Intelijen AS dan India memperingatkan Sri Lanka tentang kemungkinan ancaman teror lanjutan di negara itu.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 23 Apr 2019, 11:05 WIB
Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)

Liputan6.com, Kolombo - Badan intelijen Amerika Serikat (AS) dan India telah memperingatkan pemerintah Sri Lanka tentang ancaman serangan segera, kata Harsha de Silva, Menteri Reformasi Ekonomi dan Distribusi Publik Sri Lanka.

Berbicara kepada presenter CNN, Christiane Amanpour pada Senin 22 April, de Silva mengatakan pemerintah Sri Lanka memang menerima informasi dari luar negeri bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi.

"Tetapi perdana menteri tidak tahu tentang kabar itu," kata de Silva, sebagaimana dikutip dari CNN pada Selasa (23/4/2019).

De Silva, sekutu Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, berpendapat bahwa "itu bukan kegagalan aparat intelijen", tetapi kegagalan dalam mengimplementasikan respons yang tepat.

Di lain pihak, pada Minggu sore, PM Wickremesinghe tidak menampik bahwa mungkin ada informasi sebelumnya tentang serangan itu.

Namun, dia mengatakan bahwa tidak semua diberi informasi (tentang intelijen), dan itu adalah salah satu masalah yang harus diperhatikan sekarang.

"Untuk saat ini prioritasnya adalah menangkap para pelaku teror," tambahnya.

 

 


Penemuan 87 Detonator di Kolombo

Area restoran yang mewah di Hotel Shangri-La, Colombo, di mana terkena dampak ledakan bom. (AFP / Ishara S. Kodikara)

Sementara itu, kepolisian Sri Lanka, yang menyelidiki teror bom beruntun pada 21 April 2019, telah menemukan 87 detonator di sebuah halte bus di Ibu Kota pada Senin 22 April 2019 sore waktu lokal.

Juru Bicara Kepala Kepolisian Sri Lanka, Ruwan Gunasekara mengatakan bahwa halte bus yang dimaksud adalah Central Bus Stand (CTB) Colombo, demikian seperti dikutip dari CNN.

Belum segera jelas apakah detonator itu berkaitan dengan rangkaian ledakan pada 21 Maret 2019 atau akan hendak digunakan dalam aksi teror berikutnya.

Pada pagi hari yang sama, otoritas Sri Lanka menemukan sebuah bom pipa rakitan (IED) di jalan yang mengarah ke Bandaranaike International atau Bandara Internasional Kolombo pada Minggu 21 April 2019 malam waktu lokal.

Penemuan terjadi dalam durasi jam malam yang berlakukan di Sri Lanka sejak pukul 18.00 kemarin hingga 06.00 hari ini (waktu lokal).

Belum ada penjelasan merinci apakah bahan peledak rakitan itu berkaitan dengan rangkaian teror bom beruntun yang menghantam tujuh lokasi di Kolombo dan satu lainnya di Batticaloa, timur Sri Lanka.

Penyelidikan atas salah satu insiden mematikan dalam sejarah Sri Lanka itu masih berlangsung, dengan setidaknya satu kelompok bernama National Thowheed Jamath (NTJ) telah menjadi fokus utama investigasi.


Merusak Perdamaian Satu Dekade

Serangan teror pada hari Minggu itu merusak satu dekade perdamaian di Sri Lanka, pasca-berakhirnya perang saudara pada 2009 lalu.

Sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1948, konflik sporadis telah meletus antara kelompok minoritas dan pemerintah.

Periode kekerasan yang paling merusak terjadi pada medio 1983 hingga 2009, dengan pertempuran besar-besaran antara pemberontak separatis Tamil dan militer setempat. 

Meskipun Kolombo sebagian besar tetap bebas dari kekerasan sejak perang berakhir, namun tercatat beberapa ketegangan antara kelompok-kelompok Muslim dan mayoritas penganut Buddhis Sinhala.

Pada Maret 2018, keadaan darurat sempat diberlakukan di seluruh wilayah Sri Lanka untuk pertama kalinya sejak perang saudara.

Kebijakan itu ditetapkan berselang beberapa hari setelah insiden kekerasan antara komunitas Budha dan Muslim di pusat kota Kandy.

Kekerasan itu, yang dipicu oleh kematian seorang pemuda Budha Sinhala, yang diduga berada di tangan sekelompok pria Muslim, mengakibatkan kerusuhan dan aksi pembakaran terhadap sejumlah mmasjid dan usaha bisnis milik komunitas Muslim.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya