Imbas Foto yang Tertukar, Caleg Meradang dan Dukun Bertindak

Selalu ada cerita tentang pemilu. Bukan hanya kisah sukses, namun kisah gagal dan juga kisah konyol.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 23 Apr 2019, 19:00 WIB
Sejumlah orang berkostum hitam menyebar bunga, beras kuning, dan juga membakar kemenyan di depan kantor KPU Kabupaten Wonogiri. (foto:Liputan6.com/FB Hadi Santoso/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Wonogiri - Pemilu sudah usai. Gerakan 'baikan dong' juga sudah bergaung. Tapi itu tak menghentikan kejengkelan sejumlah calon legislatif yang gagal. Upaya Caleg kalah terus dilakukan agar bisa lolos.

Di Wonogiri, tiga calon legislatif dari Partai Berkarya sudah gelisah sebelum Pemilu berlangsung. Mereka mendapatkan informasi bahwa nama dan foto-foto caleg dari Partai Berkarya itu tertukar.

Kesalahan ada pada daftar caleg tetap (DCT) yang tertempel di TPS. Menurut Suwoso, Ketua DPD Partai Berkarya Wonogiri, kesalahan cetak DCT ada di Dapil V. Kesalahan berupa nama dan foto caleg Partai Berkarya di dalam DCT.

"Ada tiga caleg yang mengalami kesalahan penempatan nama dan foto, yakni Sariman, Suharni, dan Asep Zaenudin Sutomo. Di salah satu TPS, nama Sariman dipasangi foto Suharni, Suharni dipasang foto Asep, sementara foto asep dipasangi foto non caleg," kata Suwoso.

Ketika audiensi dan protes, KPU berjanji akan segera memperbaiki kesalahan penempatan foto itu. Tetapi hingga pelaksanaan Pemilu ternyata tidak diganti juga. Bahkan nama caleg kemudian ditimpa pulpen untuk meralat nama agar sesuai fotonya.

"Pertanyaan kami, kenapa kesalahan itu hanya terjadi di DCT yang tertempel di TPS. Sementara DCT yang tertempel di kecamatan atau desa benar semuanya. Ini salah satu penyebab caleg kami kalah," kata Suwoso.

Simak video dukun caleg wonogiri berikut:


Nama dan Foto Tertukar

Daftar Caleg Tetap dari Partai Berkarya yang saling tertukar fotonya, dituding menjadi penyebab kekalahan sang caleg. (foto: Liputan6.com / hadi santoso/edhie prayitno ige)

Kekhawatiran para politisi Partai Berkarya seakan menemu pembenaran. Data perolehan suara mereka jeblok. Tak pelak mereka menyalahkan KPU dan akhirnya berunjuk rasa.

Beberapa orang sepuh mengenakan pakaian serba hitam menabur bunga, membakar kemenyan dan merapal doa. Aksi dilakukan Senin (22/4/2018) di jalanan depan kantor KPU Kabupaten Wonogiri.

Dari kerumunan serba hitam itu, muncullah sosok berbaju hijau seragam Ansor. Ia mengenakan sarung dan peci. Ia pun menggelar salat.

"Namanya ikhtiar mas," kata salah satu yang mengenakan baju hitam.

Ia tak bersedia bicara lebih jauh, ikhtiar apa yang dimaksud. Ia malah mempersilakan untuk bertanya kepada yang memintanya menggelar ritual.

Sementara itu Ketua Gerram (Gerakan Relawan Adil dan Makmur) Jateng DIY, Irene Maya Sadar Indah yang juga caleg DPRI Dapil IV Jateng Partai Berkarya, mengaku mendukung aksi tersebut. Pihaknya mendukung hal itu untuk kedamaian.

"Saya mendukung aksi ini. Caleg Partai Berkarya yang dirugikan dengan kesalahan cetak itu seperti Pak Sariman meminta kesalahan dibenahi dan minta dibetulkan. Semua permasalahan sudah berakhir disini, yang penting kesalahan bisa dibetulkan," kata Irene.


Diburu GP Ansor Wonogiri

Mengenakan seragam Ansor, salah satu peserta aksi menjalankan salat, entah salat apa. (foto: Liputan6.com/hadi santoso/edhie prayitno ige)

Praktek perdukunan berkedok unjuk rasa itu direspon Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Wonogiri. Respon berfungsi untuk klarifikasi kepada publik karena salah satunya mengenakan seragam Ansor.

Ketua GP Ansor Wonogiri, Sri Handoko menegaskan, bahwa pihaknya sudah mengetahui identitas sosok yang salat dengan seragam Ansor itu. Namanya Sunarto dan ia bukan anggota apalagi pengurus GP Ansor Wonogiri.

"GP Ansor Wonogiri selalu siap menjaga dan mendukung tugas-tugas KPU dan Bawaslu agar stabilitas keamanan di Kabupaten Wonogiri kondusif. Tapi tidak dengan cara seperti itu," kata Sri Handoko.

Berdasarkan penelusuran, Sunarto memang asli kelahiran Kecamatan Pracimantoro namun tinggal di Kabupaten Demak.

Menurut Sri Handoko, posisi Sunarto kini berada di Kota Semarang. Dia juga sudah diminta pertanggungjawaban atas aksi itu dalam waktu 1×24 jam.

"Jika dalam waktu 1×24 jam tidak ada klarifikasi dari yang bersangkutan, kami akan mencari dan tabbayun tentang maksud dan tujuan mengenakan seragam Ansor," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya