Permintaan Tinggi, RI Berpeluang Kuasai Pasar Sarung Tangan Karet Dunia

Permintaan sarung tangan karet global tumbuh konsisten dalam 15 tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan permintaan tahunan antara 8 peren-10 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Apr 2019, 13:15 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia berpeluang menjadi pemain besar di pasar sarung tangan karet dunia. Hal ini mengingat kebutuhan akan produk ini di tingkat global sangat tinggi.

Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk, Ridwan menyatakan, ‎permintaan sarung tangan karet global tumbuh konsisten dalam 15 tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan permintaan tahunan antara 8 peren-10 persen. Sementara saat ini pasokan yang tersedia belum dapat memenuhi seluruh permintaan global.

"Pada 2019 diperkirakan konsumsi sarung tangan karet dunia akan mencapai 300 miliar unit, dengan nilai pasar mencapai USD 4,8 miliar atau setara dengan Rp 67,871 triliun. Malaysia sebagai pemasok utama akan memberikan kontribusi sebesar 63 persen, diikuti oleh Thailand sebesar 18 persen, China sebesar 10 persen dan Indonesia sebesar 3 persen," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Dia menjelaskan, melihat konsumsi tersebut, pasar sarung tangan karet dunia sebenarnya sangat menjanjikan. Konsumsi untuk produk ini terbesar berasal dari negara-negara maju di Eropa dan Amerika, serta Jepang.

Sementara untuk negara-negara Asia memiliki tingkat konsumsi yang relatif rendah. Dari 30 negara pengguna terbesar, China yang berpenduduk terbesar di dunia berada di posisi ke 28, Indonesia di posisi ke 29 dan India di posisi 30.

Menurut dia, permintaan cetakan sarung tangan pun tidak akan mengalami penurunan mengingat sarung tangan karet merupakan produk yang hanya sekali pakai (disposable). Selain itu, banyak digunakan pada industri kesehatan, farmasi, makanan dan minuman, elektronik, industri, rumah tangga dan medis.

"Luasnya bidang pemakaian sarung tangan karet mendorong industri pendukung utamanya, yaitu produsen cetakan sarung tangan memperoleh kesempatan besar untuk tumbuh dan berkembang secara pesat. ‎Perseroan mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan menggunakan bahan sisa cetakan sarung tangan untuk didaur ulang sebagai salah satu bahan baku produk sanitary ke depannya," jelas dia.

 


Pasok ke Pasar Ekspor

Aktifitas kapal ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Saat ini, lanjut Ridwan, pihaknya merupakan pemasok utama bagi produsen sarung tangan, dengan porsi ekspor terbesar ke Malaysia.

Jumlah produksi cetakan sarung tangan Perseroan pada 2018 mencapai 6,4 juta unit atau meningkat sebesar 28 persen dibandingkan dengan 5 juta unit pada 2017.

Peningkatan produksi ini diikuti dengan peningkatan nilai penjualan sebesar 35,7 persen pada 2018 menjadi Rp 325,47 miliar, dibandingkan dengan 2017 sebesar Rp 239,79 miliar. Sementara pasar ekspor mencapai Rp 303,33 miliar atau sebesar 93,20 persen dari total penjualan Perseroan.

"Diiringi dengan tingkat biaya yang lebih rendah pada 2018 Perseroan berhasil mencatat kenaikan laba komprehensif sebesar 67,09 persen menjadi Rp 82,29 miliar, dibandingkan 2017 sebesar Rp 49,25 miliar, dengan rasio margin laba komprehensif yang juga meningkat menjadi 25,28 persen dibandingkan dengan 2017 sebesar 20,54 persen," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya