KPU Rekomendasikan 2 Jenis Pemilu Serentak: Nasional dan Daerah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melaksanakan evaluasi keserentakan Pemilu 2019.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 23 Apr 2019, 13:04 WIB
Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari (kanan) membacakan rilis pembatalan 11 parpol peserta Pemilu 2019 untuk DPRD Provinsi dan beberapa DPRD Kabupaten/Kota karena tidak menyerahkan laporan awal dana kampanye, Jakarta, (21/3). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melaksanakan evaluasi keserentakan Pemilu 2019. Salah satu rekomendasinya adalah pemilu serentak dua jenis.

Rekomendasi tersebut juga berdasarkan riset evaluasi Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.

Pertama, Pemilu Serentak Nasional untuk Pilpres, Pemilu DPR, dan DPD. "Untuk memilih pejabat tingkat nasional," kata Komisioner KPU Hasyim Asy’ari dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4/2019).

Kedua adalah Pemilu Serentak Daerah: untuk Pilkada Gubernur dan Bupati/Wali Kota; dan DPRD Prov dan Kab/Kota. "Untuk memilih pejabat tingkat daerah provinsi/kab/kota)," ujar dia.

Waktunya, pemilu nasional 5 tahunan, misalnya 2019 berikutnya 2024.

Untuk pemilu daerah 5 tahunan, diselenggarakan di tengah lima tahunan pemilu nasional, misalnya Pemilu Nasional 2019, dalam 2,5 tahun berikutnya (2022) pemilu daerah.

Argumentasi rekomendasi tersebut, Hasyim menyebut empat aspek. Pertama aspek politik, akan terjadi konsolidasi politik yang semakin stabil, karena koalisi parpol dibangun pada bagian awal (pencalonan).

Kedua Aspek manajemen penyelenggaraan pemilu, beban penyelenggara pemilu lebih proporsional, dan tidak terjadi penumpukan beban berlebih.

Ketiga Aspek Pemilih, pemilih akan lebih mudah dalam menentukan pilihan, karena pemilih lebih fokus dihadapkan kepada pilihan pejabat nasional dan pejabat daerah dalam 2 pemilu berbeda.

Keempat Aspek Kampanye, yaitu isu-isu kampanye semakin fokus dengan isu nasional dan isu daerah yang dikampanyekan dalam pemilu terpisah.


Petugas Pemilu Meninggal

Petugas KPPS melihat warga yang akan memasukkan surat suara dalam kotak di TPS 7 Panggung Lor, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/4). Para petugas mengenakan pakaian khas Nusantara untuk menghibur dan menarik warga dalam memilih di Pemilu 2019. (Liputan6.com/Gholib)

Sementara, data resmi KPU hingga 22 April 2019 menyebutkan, sudah ada 90 petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) meninggal dunia dan 374 orang lainnya sakit. Pihak Bawaslu kehilangan 27 pengawas. Jumlah total yang gugur 132 orang. Mayoritas karena kelelahan.

Proses Pemilu 2019 melelahkan. Untuk kali pertama dalam sejarah negeri ini, pilpres dan pileg digelar serentak. Para pemilih mencoblos kertas suara pilpres, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD sekaligus. Repot memang. 

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, masih menunggu usulan KPU terkait santunan KPPS yang meninggal dunia saat bertugas di Pemilu Serentak 2019. Dia memastikan pemerintah akan memberikan penghargaan bagi petugas tersebut.

"Kami menunggu usulan Bawaslu dan KPU. Saya yakin pemerintah akan memberi penghargaan, tetapi kalau soal anggaran nanti biar dari Bawaslu fixnya berapa untuk yang sakit, berapa yang meninggal termasuk KPPS dan anggota Polri-nya," kata Tjahjo, Senin (22/4/2019).

Tjahjo mengaku belum mendapatkan informasi utuh mengenai jumlah petugas KPPS yang sakit ataupun meninggal dunia. Sebab, data dari KPU masih dilengkapi Bawaslu.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya