Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar bahwa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi pelaku serangan bom bunuh diri di Shangri-La Hotel Kolombo. Diduga kesimpang-siuran itu bermula dari pemberitaan sejumlah situs berita Sri Lanka pada Senin 22 April 2019.
Salah satu laman berita Sri Lanka, newsfirst.lk menyebut bahwa bomber bernama Insan Setiawan, nama tipikal orang Indonesia. Memang tak disebutkan dalam artikel bahwa kewarganegaraannya dari Indonesia, tapi hal itu memicu dugaan pelakunya berasal dari Tanah Air.
Advertisement
Tak lama kemudian, saat Liputan6.com kembali mengecek situs tersebut. Nama bomber sudah berubah menjadi Insan Seelawan. Diduga ada kesalahan dalam penulisan nama saat berita tersebut dimuat.
Mengetahui kabar tersebut, pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri RI merespons pemberitaan tersebut dan menegaskan bahwa tersangka pemboman bukan WNI, melainkan warga negara Sri Lanka.
"KBRI telah melakukan komunikasi langsung dengan otoritas keamanan Sri Lanka dan memperoleh informasi bahwa nama yang benar adalah Insan Seelawan, WN Sri Lanka," ujar Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com pada Selasa (23/4/2019).
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Kemlu RI meneruskan pesan dari KBRI di Kolombo, bahwa terjadi salah penulisan nama belakang pelaku teror, yakni Seelawan, bukan Setiawan.
KBRI di Kolombo juga telah memastikan bahwa pelaku terkait adalah warga negara Sri Lanka, bukan WNI.
"Betul, kami sudah mengkonfirmasi bahwa pelaku bukan WNI," kata I Gusti Ngurah Ardyasa, Duta Besar RI untuk Sri Lanka dan Maladewa, melalui pesan singkat kepada Liputan6.com.
40 Orang Ditangkap Terkait Teror Bom Sri Lanka
Juru Bicara Kepolisian Sri Lanka, Ruwan Gunasekera mengatakan jumlah tersangka yang ditahan melonjak dari 24 menjadi 40 orang. Sebagian besar dari mereka adalah warga negara Sri Lanka.
Meski demikian, Gunasekara mengatakan polisi masih menyelidiki keterlibatan pihak asing dalam serangan bom bunuh diri tersebut.
Ke-16 pelaku ditangkap pada Selasa dini hari, dalam sebuah operasi pencarian dalang pengeboman, mengutip Sydney Morning Herald pada Selasa (23/4/2019). Otoritas berfokus pada militan yang memiliki hubungan dengan kelompok teroris internasional.
Hingga saat ini masih belum terdapat kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pada Minggu, 21 April 2019 tersebut. Adapun otoritas Sri Lanka telah menuding NTJ (National Thowheed Jamath) sebagai pihak yang berada di belakang teror.
Hal itu senada dengan peringatan oleh intelijen asing kepada kepolisian Sri Lanka, 10 hari sebelum serangan terjadi. Dala sebuah laporan, NTJ disebut berencana melakukan serangan bunuh diri dengan menargetkan gereja dan komisi tinggi India di Kolombo.
NTJ adalah kelompok muslim radikal di Sri Lanka yang masuk dalam radar aparat tahun lalu, ketika mereka dihubungkan dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha.
Advertisement
Tetapkan Keadaan Darurat
Adapun saat ini, pemerintah Sri Lanka telah menetapkan kondisi darurat guna menjaga keamanan selama petugas berwenang melakukan penyelidikan atas teror bom di ibu kota Kolombo.
Presiden Maithripala Sirisena membuat deklarasi yang memberikan pasukan keamanan kekuatan khusus, termasuk hak untuk mencari dan menangkap individu.
Di lain pihak, militer Sri Lanka diberi wewenang lebih luas untuk menahan dan menangkap tersangka teror bom. Kebjakan ini sebelumnya pernah diterapkan selama perang saudara, namun ditarik kembali pasca-perdamaian satu deakade lalu.
Namun, ditegaskan oleh juru bicara kepresidenan setempat, bahwa kebijakan itu terbatas pada urusan terorisme, dan tidak akan melanggar kebebasan berekespresi.