Ini Proyek PLTU yang Jerat Sofyan Basir Jadi Tersangka Korupsi KPK

PLTU Riau-1 merupakan proyek pembangkit listrik yang berlokasi di Bengkalis, Provinsi Riau.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Apr 2019, 18:00 WIB
Dirut PT PLN, Sofyan Basir menjawab pertanyaan saat menjadi saksi sidang dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama PLTU Riau-1 dengan terdakwa Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/12). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (23/4/2019).

Sebelum Sofyan Basir, proyek kelistrikan ini juga telah menjerat sejumlah nama ke pusara tindak pidana korupsi yaitu Anggota Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

Lantas sebenarnya seperti apa proyek pembangkit listrik tersebut?

PLTU Riau-1 merupakan proyek pembangkit listrik yang berlokasi di Bengkalis, Provinsi Riau. Proyek tersebut menelan invetasi sebesar USD 900 juta atau sekitar Rp 12,87 triliun.

PLTU ini dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari lima perusahaan yaitu BlackGold Natural Resources, PT Samantaka Batubara yang anak perusahaan Blackgold, China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC), serta dua anak usaha PLN yaitu PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) dan PT PLN Batubara (PLN BB).

Pembangkit listrik mulut tambang ini menggunakan skema pengembangan Independent Power Producer (IPP) dan skema pengelolaan Build, Own, Operate Transfer (BOOT).

Dengan kepasitas 2x300 megawatt (MW), PLTU ini diperkirakan membutuhkan 108 juta ton selama 30 tahun dan ditargetkan peroperasi secara komersial pada 2024.


Sepak Terjang Sofyan Basir, Dirut PLN yang Jadi Tersangka KPK

Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir (kanan) bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso saat menjadi saksi sidang dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sofyan Basir ditunjuk oleh Menteri BUMN Rini Soemarno menduduki posisi puncak di PLN pada 23 Desember 2014. Ia menggantikan posisi Nur Pamudji. 

Di lingkungan BUMN, Sofyan Basir bukan nama baru. Sebelum di PLN, pria kelahiran 2 Mei 1958 ini menduduki posisi direktur utama di perusahaan pelat merah juga yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).

Di BRI, Sofyan menduduki posisi Direktur Utama selama dua periode. Pertama ia ditunjuk pada 17 Mei 2005 dan kemudian terpilih kembali untuk periode jabatan kedua pada 20 Mei 2010.

Sofyan Basir memang besar di industri keuangan, khususnya perbankan. Sebelum di BRI, ia menduduki jabatan Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk. Karier perbankan Sofyan dimulai pada tahun 1981 di Bank Duta, dilanjutkan pada 1986 dengan bergabung di Bank Bukopin.

Kemampuan manajerial Sofyan Basir ditempa di Bukopin. Di bank yang dulu dimiliki oleh Koperasi Pegawai Bulog itu ia menduduki beberapa jabatan manajerial seperti Direktur Komersial, Group Head Line of Business, dan juga menjadi Pimpinan di beberapa cabang di beberapa kota besar Indonesia.

Dia meraih gelar Diploma dari STAK Trisakti, Jakarta pada 1980, dan mendapat gelar Sarjana Ekonomi dari STIE Ganesha, Jakarta pada 2010. Gelar Doktor Kehormatan diperoleh dari Universitas Trisakti, Jakarta pada 2012.


KPK Tetapkan Dirut PLN Sofyan Basir Tersangka Korupsi PLTU Riau-1

Dirut PT PLN Persero Sofyan Basir (kanan) bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso saat menjadi saksi sidang dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebagai tersangka. Sofyan diduga terlibat dalam korupsi pembangunan PLTU Riau-1 yang melibatkan mantan anggota Komisi VII Eni Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.

"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (23/4/2019).

Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham.

Sebelumnya, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Idrus dinyatakan terbukti menerima Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) melalui mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.

Majelis hakim berpendapat, meski dalam perkara ini Idrus tidak menikmati hasil korupsinya. Sebab, berdasarkan fakta persidangan Idrus yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar mengetahui penerimaan uang oleh Eni Saragih.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya