Proyek Transportasi Massal Tak Boleh Terhalang Batas Administratif

Transportasi massal dapat terkoneksi dengan wilayah penyanggah Ibu Kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek).

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Apr 2019, 18:31 WIB
Sejumlah truk melintas di ruas Tol Dalam Kota Cawang-Pluit, Jakarta, Rabu (8/8). Pembatasan truk tersebut guna mendukung kelancaran transportasi saat perhelatan olahraga terbesar se-Asia tersebut berlangsung. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah menyelesaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam rancangan tersebut akan tertuang sejumlah target makro ekonomi pemerintah yang hendak dicapai dalam kurun lima tahun ke depan.

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu yang akan menjadi fokus dalam RPJMN tersebut adalah mengenai transportasi publik perkotaan. Di mana, dalam hal ini pemerintah menginginkan agar transportasi massal dapat terkoneksi dengan wilayah-wilayah penyanggah Ibu Kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek).

"Pertama soal transportasi RPJMN 2020-2024 paling penting aspek perkotaan. Karena mayoritas penduduk sudah tinggal diperkotaan," kata Bambang di Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Bambang mengatakan ke depan pelayanan transportasi perkotaan tidak bisa terkotak oleh batas administratif. Akan tetapi, harus dilakukan secara terpadu dengan berbasis interaksi dan mobilitas dari penduduk dalam satu wilayah maupun lintas wilayah.

Bambang mencontohkan seperti halnya yang terjadi terhadap pembangunan Moda Raya Terpadu atau MRT. Pada fase pertama, transportasi modern ini hanya berujung dan sampai di Stasiun Lebak Bulus. Padahal mayoritas pengguna kebanyakan masyarakat berasal dari Tanggerang Selatan.

Bambang mengakui pemerintah sendiri menyadari kenapa pembangunan tersebut hanya sampai di Lebak Bulus. Sebab, apabila diteruskan hingga ke Tanggerang, terkendala dengan batas administratif perkotaan. Sementara, anggaran pembiayaan sendiri melalui pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kenapa MRT pertama berhenti di Lebak bulus? Saya kira belum ada jawaban teknis, dan tidak ada. Yang pake MRT banyak dari Ciputat, Serpong. Kenapa berhenti di Lebak Bulus? Itu simpel karena kita mengelola transportasi terkotak berdasarkan wilayah administratif," kata Bambang.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jalan Layang

Sejumlah truk bersiap melintas di jalan layang Koridor 13 Transjakarta Tendean - Ciledug saat uji kelayakan, Jakarta, Kamis (20/7). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kemudian batas administratif lain juga terlihat dari pembangunan jalan layang untuk transportasi Transjakarta. Di mana jalan layang yang digunakan Transjakarta hanya dibangun dari Mampang sampai Cileduk Jakarta.

"Jalan layang Mampang sampai Cileduk berhentinya di Cileduk Jakarta bukan tanggerang. Memang tertib adminitrasi. Kenapa tidak selesaikan benar-benar," kata Bambang.

Oleh sebab itu, kata Bambang, fokus ke depan pemerintah, adalah ingin membentuk kelembagaan badan atau otoritas transportasi perkotaan dengan ruang lingkup metropolitan. Sehingga tidak ada lagi terkotak-kotakan oleh batas administratif.

"Itu lebih kepada otoritas untuk satu jenis public service misalnya transport authority yang mencakup wilayah metropolitan sehingga semua pemerintah kota di situ terlibat dan mereka masing-masing punya andil baik secara finansial maupun andil dalam pengambilan keputusan," jelas Bambang.

Dia pun berharap, rencana pembentukan kelembagaan atau badan ini dapat segera berjalan secepatnya. "Kita ingin menjadikan DKI sebagai pilot atau studi kasjs pertama pembentukan otoritas untuk transportation. Ya mudah-mudahan tahun ini ada sesuatu lah yang bisa kita hasilkan," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya