Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap penetapan tersangka terhadap Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tidak mengganggu pembangunan proyek ketenagalistrikan. Sofyan ditetapkan tersangka atas dugaan kasus suap Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, penetapan tersangka Sofyan Basir oleh KPK tidak mengganggu pelayanan kelistrikan ke masyarakat.
"Pelayanan kepada masyarakat tetap harus jadi prioritas,"kata Rida, di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia pun berharap, setelah Sofyan Basir ditetapkan tersangka, pelaksanaan proyek ketenagalistrikan kedepannya masih tetap berjalan normal, sehingga mampu memenuhi kebutuhan.
"Kami berharap hal ini tidak akan banyak mengganggu pelaksanaan proyek- proyek ketenagalistrikan ke depannya," tutur Rida.
Rida pun prihatin atas penetapan KPK terhadap Sofyan Basir. meski begitu dia tetap tetap menghormati proses hukum yang sudah berjalan.
"Kita tentu saja prihatin, tapi kita wajib menghormati proses hukum yang berjalan," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KPK Tetapkan Dirut PLN Sofyan Basir Tersangka Korupsi PLTU Riau-1
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebagai tersangka. Sofyan diduga terlibat dalam korupsi pembangunan PLTU Riau-1 yang melibatkan mantan anggota Komisi VII Eni Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (23/4/2019).
Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham.
Sebelumnya, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Idrus dinyatakan terbukti menerima Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) melalui mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Majelis hakim berpendapat, meski dalam perkara ini Idrus tidak menikmati hasil korupsinya. Sebab, berdasarkan fakta persidangan Idrus yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar mengetahui penerimaan uang oleh Eni Saragih.
Advertisement
Vonis Eni Saragih
Sementara Eni Maulani Saragih divonis 6 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Tipikor, Jakarta Pusat. Politikus Golkar itu dinyatakan terbukti menerima suap Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo atas pengurusan proyek PLTU Riau-1.
"Mengadili oleh karena itu terhadap terdakwa Eni Maulani Saragih dengan pidana penjara selama 6 tahun denda Rp 200 juta apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 2 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan vonis Eni, Jumat (1/3/2019).
Hakim juga mencabut hak politiknya selama 3 tahun.
Berdasarkan fakta persidangan, majelis hakim meyakini keterlibatan Eni dalam kasus ini diawali perintah Setya Novanto, mantan Ketua Partai Golkar, kepada Eni agar membantu bos dari Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo, akrab disapa Kotjo, memfasilitasi bertemu dengan Direktur Utama PT PLN persero Sofyan Basir.