Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dinilai dapat mencontoh dan belajar dari Meksiko dan New York, Amerika Serikat (AS) untuk membangun angkutan masal perkotaan.
Menteri Perencaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menuturkan, kedua kota tersebut sudah cukup matang dalam urusan angkutan masal.
"Kita belajar contoh kasus Mexico, mereka dapat membangun skema dukungan finansial dari pemerintah federal melalui trust fund untuk membangun angkutan umum masal perkotaan yang dikelola oleh Bank Pembangunan Federal atau Banorbas," kata Bambang saat ditemui di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Bambang menyebut, dukungan keuangan dari pemerintah federal tersebut dapat digunakan untuk membiayai hingga 50 persen biaya studi, capacity building dan penyiapan proyek, dan sampai dengan 50 persen biaya pembangunan infrastruktur transportasi perkotaan.
Baca Juga
Advertisement
Untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah federal tersebut, pemerintah daerah harus memperkuat institusi penyelenggara angkutan umum, merencanakan dan membangun mobilitas perkotaan, menanggung 50 persen dari biaya studi dan penyiapan proyek, menanggung 50 persen dari pembangunan infrastruktur, dan mengikut sertakan partisipasi swasta untuk pembiayaan sarana.
"Pada sisi lain, Banorbas juga mengelola jalan-jalan tol milik Pemerintah Federal, sehingga keuntungannya bisa digunakan untuk membiayai trust gund untuk membangun angkutan umum masal perkotaan," ujar Bambang.
* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Perlu Belajar dari New York
Di samping itu, Indonesia juga perlu belajar belajar dari New York melalui Metropolitan Transportation Authority (MTA) mengelola integrasi pendapatan sektor transportasi.
Baik dari tiket maupun non-tiket, dari beberapa kota yang berbeda dalam satu kawasan metropolitan untuk membiayai angkutan umum yang terintegrasi yang melayani lintas wilayah.
MTA juga didirikan karena sebelumnya angkutan umum massal di New York juga mengalami degradasi pelayanan, sehingga share nya rendah dan tidak berkontribusi terhadap kinerja lalu lintas.
"Pada sisi lain pendapatan dari pengelolaan toll dan tunel mendapatkan keuntungan. Pada akhirnya pemerintah federal membentuk MTA untuk mengelola beberapa pelayanan sektor transportasi yang di miliki oleh beberapa kota yang berbeda untuk mengintegrasikan pelayanan dan meningkatkan pelayanan angkutan umum masal," ujar dia.
Bambang menuturkan, penyediaan transportasi umum massal di wilayah perkotaaan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hingga saat ini upaya-upaya kota-kota di Indonesia untuk membangun transportasi massal perkotaan masih menghadapi banyak permasalahan, di antaranya rendahnya kapasitas fiskal, kapasitas institusi, dan kapasitas sumber daya manusia.
"Dengan pengecualian Jakarta dengan MRT dan BRT dan Palembang dengan LRT, kota-kota besar lain belum pernah membangun angkutan umum massal perkotaan baik BRT, LRT maupun MRT," kata dia.
Oleh karena itu, kata dia, pembangunan angkutan umum massal di perkotaan membutuhkan strategi dan dukungan pemerintah pusat untuk pengembangan angkutan massal di daerah dengan mengakomodasi aspek teknis, pendanaan, dan kelembagaan secara komprehensif.
Saat ini, skema dukungan yang diberikan pemerintah pusat masih belum seragam seperti pada kasus LRT Sumsel yang menggunakan 100 persen biaya APBN, MRT Jakarta dengan pembiayaan 49 persen dukungan APBN dan 51 persen berupa pinjaman, dan LRT Jabodebek yang diwujudkan melalui sinergi dukungan BUMN.
Advertisement
RPJMN 2020-2024
Sebelumnya, Bambang mengatakan salah satu yang akan menjadi fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah mengenai transportasi publik perkotaan.
Pemerintah menginginkan agar transportasi massal dapat terkoneksi dengan wilayah-wilayah penyanggah Ibu Kota seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Dia menjelaskan, fokus ke depan pemerintah, adalah ingin membentuk kelembagaan badan atau otoritas transportasi perkotaan dengan ruang lingkup metropolitan. Sehingga tidak ada lagi terkotak-kotakkan oleh batas administratif.
"Itu lebih kepada otoritas untuk satu jenis public service misalnya transport authority yang mencakup wilayah metropolitan sehingga semua pemerintah kota di situ terlibat dan mereka masing-masing punya andil baik secara finansial maupun andil dalam pengambilan keputusan," ujar dia.