Duka dan Kemarahan Selimuti Pemakaman Massal Korban Bom Sri Lanka

Pemakaman massal korban serangan teror bom di Gereja St. Sebastian, dilangsungkan pad Selasa, 23 April 2019.

oleh Siti Khotimah diperbarui 24 Apr 2019, 05:55 WIB
Suasana pemakaman massal di Sri Lanka (AP Photo)

Liputan6.com, Kolombo - Pemakaman massal korban serangan teror bom di Gereja St. Sebastian, Sri Lanka dilaksanakan pada Selasa, 23 April 2019. Prosesi itu dilangsungkan di tengah ketakutan adanya serangan susulan dari teroris.

Pastor Cyril Gamini Fernando mengatakan pihak gereja memutuskan pemakaman massal untuk memungkinkan lebih banyak orang hadir dalam upacara mengenang korban tewas, di samping karena pihak keamanan mengatakan pilihan itu lebih baik.

"Mereka meninggal pada saat yang sama dan kami ingin memakamkan mereka bersama," kata Pastor Fernando, mengutip Al Jazeera pada Rabu (24/4/2019).

Tampak para pengunjung memasuki halaman gereja sebelum pemakaman dilangsungkan bagi korban meninggal. Mereka diperiksa satu-satu oleh para tentara --yang direkrut dari utara dan timur Sri Lanka. Upacara Selasa itu dilangsungkan di bawah kanopi raksasa di sebelah gereja yang rusak parah.

Sekitar 1.000 orang hadir, memberikan penghormatan terakhir. Mereka duduk di kursi plastik di lantai berpasir dan melantunkan doa serta liturgi. Ketika kebaktian hampir berakhir, jemaat menyanyikan "Ave Maria" kemudian para jenazah korban bom beruntun di Sri Lanka dibawa ke tempat peristirahatan terakhir didampingi keluarga mereka yang tersedu-sedu.


Bayi Delapan Bulan Tewas

Ambulans terlihat di luar Gereja St Anthony's Shrine setelah ledakan di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Seorang pejabat di rumah sakit Batticaloa mengatakan kepada AFP, lebih dari 300 orang telah dirawat setelah ledakan terjadi. (ISHARA S. KODIKARA/AFP)

Salah satu kerabat korban yang datang adalah Jude Fernando. Enam minggu lalu, ia menyambut kedatangan saudara perempuan dan ketiga keponakannya yang masih kecil. Mereka lalu mengadakan pesta. Namun semua itu berakhir tragis.

Kini ibu Fernando berbaring di peti mati kayu yang dipoles, potretnya dipajang di antara krisan putih. Di sebelahnya, mengenakan pakaian favorit dan berbaring di bantal putih halus dengan lampu-lampu peri berwarna hijau, adalah tubuh mungil keponakannya yang berusia delapan bulan. Bayi itu nyaris tidak dikenali karena luka akibat serangan.

"Aku hanya punya kesempatan untuk mengenalnya selama satu setengah bulan," kata Fernando dengan berlinang air mata ketika pelayat menyanyikan liturgi.

Selasa itu, menandai hari berkabung nasional di negara multietnis dan multiagama.


Marah Kepada Pemerintah

Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)

Di tengah kesedihan itu, ada pula kemarahan yang tumbuh.

Setelah peti mati dibawa untuk dimakamkan, Joe Fernando yang berusia 70 tahun tetap tinggal. Ia duduk diam bersama beberapa kerabat wanita.

Bersama-sama, mereka mengenang meninggalnya anggota keluarga besar mereka - seorang ibu, seorang ayah dan ketiga anak mereka - yang telah kehilangan nyawanya saat merayakan salah satu hari paling suci dalam agama Kristen.

"Keluargaku, seluruh keluarga, semuanya sudah selesai," kata Fernando.

Fernando mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab atas tragedi itu. Mengingat, laporan mengatakan bahwa sebetulnya pejabat pemerintah telah diperingatkan dengan potensi serangan.

Sekitar 321 orang sekarang diketahui telah tewas dalam pengeboman beruntun itu. Insiden terjadi di St. Sebastian, di kota tepi laut Negombo, sebuah gereja Katolik yang populer, tiga hotel mewah di Kolombo, dan di sebuah gereja evangelis di kota Batticaloa timur.

"Itu kesalahan mereka, itu yang saya pikirkan," kata seorang wanita muda yang kehilangan kedua orang tuanya dalam serangan itu. "Serangan-serangan itu tidak akan terjadi seperti ini dan orang-orang akan tetap hidup jika pemerintah bertindak," kata wanita muda itu.

Dinas intelijen telah mengirim memo kepada para pejabat keamanan utama pada 11 April memperingatkan bahwa rencana sedang dibuat untuk serangan terhadap gereja, hotel dan Komisi Tinggi India. Komunike memberi nama, alamat, dan nomor telepon tersangka, tetapi pihak berwenang tampaknya tidak bertindak.

Presiden Maithripala Sirisena mengunjungi Negombo pada Senin pagi. "Kenapa dia bahkan datang ke sini?" tanya wanita muda dengan identitas anonim itu.

"Mereka gagal," kata Pastor Fernando. "Mereka seharusnya memberi tahu gereja. Itu ditulis dalam (surat itu). Kami akan membatalkan kebaktian."

 

Simak pula video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya