Teror Bom Bikin Sri Lanka Harus Pinjam Duit ke IMF?

Turisme turut menjadi korban di Sri Lanka. Padahal, sektor tersebut memberi pendapatan besar ke ekonomi.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 24 Apr 2019, 10:45 WIB
Gereja rusak parah pasca ledakan bom di Sri Lanka (Sumber: Twitter.com/Geeta_Mohan)

Liputan6.com, Colombo - Sri Lanka diprediksi butuh bantuan IMF setelah tragedi bom yang terjadi di Hari Paskah pada Minggu, 21 April 2019. Pasalnya, sektor turisme Sri Lanka terancam kolaps karena kejadian ini. 

Dikutip dari Reuters, Rabu (24/4/2019), sektor turisme adalah sumber dana asing ketiga di Sri Lanka setelah remitansi dan ekspor garmen. Turisme menyumbang USD 4,4 miliar ke ekonomi Sri Lanka.

Serangan bom dapat memberi dampak berat ke turisme dan pasar keuangan negara tersebut yang notabene ekonominya sedang melambat. Analis pun membuka kemungkinan Sri Lanka butuh pinjaman dari IMF jika investasi asing juga menurun. 

"Jika pertumbuhan tambah melambat dan asumsi defisit anggaran perlu asesmen ulang, maka mereka perlu duduk dan menegosiasi sesuatu yang lebih layak," ujar Alex Holmes, ekonom Asia di Capital Economics. 

Sementara, pihak IMF menyebut ekonomi masih berhasil dikelola setelah tragedi tersebut. IMF pun menekankan pentingnya Sri Lanka menjaga sektor turisme.

"Kebijakan tegas dan tindakan keamanan oleh pihak berwajib akan sangat penting, terutama untuk turisme yang memberi 5 persen GDP, untuk membangun performa yang kuat dalam beberapa tahun terakhir," ucap kepala misi IMF Manuela Goretti dalam pernyataanya.

Sementara, pemimpin IMF Christine Lagarde juga baru saja memberikan duka cita terhadap korban Sri Lanka. 

"Kami teramat sedih karena serangan mengerikan di Sri Lanka dan memberikan dula cita terdalan kami kepada pihak berwajib dan mereka yang kehilangan orang-orang tercinta. IMF bergabung bersama masyarakat internasional dalam mengecam tindakan-tindakan terorisme yang keji ini," ujar Lagarde lewat akun Twitternya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jumlah Tersangka Teror Bom Sri Lanka Melonjak Jadi 40 Orang

Polisi mensterilkan jalan saat sebuah ambulans melaju membawa korban ledakan gereja di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Sekitar 99 orang dilaporkan tewas dalam ledakan di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Juru Bicara Kepolisian Sri Lanka, Ruwan Gunasekera mengatakan jumlah tersangka yang ditahan melonjak dari 24 menjadi 40 orang. Sebagian besar dari mereka adalah warga negara Sri Lanka.

Meski demikian, Gunasekara mengatakan polisi masih menyelidiki keterlibatan pihak asing dalam serangan bom bunuh diri tersebut. 

Ke-16 pelaku ditangkap pada Selasa dini hari, dalam sebuah operasi pencarian dalang pengeboman, mengutip Sydney Morning Herald pada Selasa, 23 April 2019. Otoritas berfokus pada militan yang memiliki hubungan dengan kelompok teroris internasional.

Hingga saat ini masih belum terdapat kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan pada Minggu, 21 April 2019 tersebut. Adapun otoritas Sri Lanka telah menuding NTJ (National Thowheed Jamath) sebagai pihak yang berada di belakang teror.

Hal itu senada dengan peringatan oleh intelijen asing kepada kepolisian Sri Lanka, 10 hari sebelum serangan terjadi. Dala sebuah laporan, NTJ disebut berencana melakukan serangan bunuh diri dengan menargetkan gereja dan komisi tinggi India di Kolombo.

NTJ adalah kelompok muslim radikal di Sri Lanka yang masuk dalam radar aparat tahun lalu, ketika mereka dihubungkan dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha.


Tetapkan Keadaan Darurat

Personel keamanan Sri Lanka berjaga di pintu masuk Hotel Shangri-La, Kolombo, pada 21 April 2019 untuk mengantisipasi teror susulan. (AFP)

Adapun saat ini, pemerintah Sri Lanka telah menetapkan kondisi darurat guna menjaga keamanan selama petugas berwenang melakukan penyelidikan atas teror bom di ibu kota Kolombo.

Presiden Maithripala Sirisena membuat deklarasi yang memberikan pasukan keamanan kekuatan khusus, termasuk hak untuk mencari dan menangkap individu.

Di lain pihak, militer Sri Lanka diberi wewenang lebih luas untuk menahan dan menangkap tersangka teror bom. Kebjakan ini sebelumnya pernah diterapkan selama perang saudara, namun ditarik kembali pasca-perdamaian satu dekade lalu.

Namun, ditegaskan oleh juru bicara kepresidenan setempat, bahwa kebijakan itu terbatas pada urusan terorisme, dan tidak akan melanggar kebebasan berekespresi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya