Kemenperin Minta Pemda Tak Larang Penggunaan Kantong Plastik

Plastik dihasilkan dari peteoleum base dan nafta yang memiliki kelebihan dapat didaur ulang untuk kemanfaatan ekonomi.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Apr 2019, 09:45 WIB
Ilustrasi Kantong Plastik

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk tidak menerbitkan peraturan daerah (perda) yang melarang penggunaan kantong dan kemasan plastik. Sebab, perda semacam ini berpotensi menganggu iklim usaha dan tumpang tindih dengan aturan yang lebih tinggi.

Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan, aturan yang melarang penggunaan kantong dan kemasan plastik dapat mengganggu perekonomian nasional. Karena sektor industri plastik dan karet berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Saya sampai saat ini belum mendalami perda tersebut. Namun saya berharap, aturan tersebut tidak perlu diterbitkan karena akan tumpang tindih. Lebih baik jika aturan tersebut diarahkan untuk pengurangan sampah bukan untuk pelarangan kemasan plastik,” ujar dia di Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Menurut dia, jika memang ingin mengendalikan penggunaan kantong plastik, maka seharusnya pemda memberikan insentif bagi industri daur ulang. Hal ini diyakini akan meminimalisasi peredaran plastik.

"Jadi meski bentuknya itu cukai, Perda larangan, atau penerapan plastik berbayar sama sekali tidak efektif mengurangi sampah plastik,” ungkap dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kontribusi ke Ekonomi

Ilustrasi Kantong Plastik. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Berdasarkan catatan Kemenperin, produk domestik bruto (PDB) industri plastik dan karet menghasilkan Rp 92 triliun pada 2018 atau tumbuh 6,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, industri plastik memberi kontribusi cukup besar terhadap ekonomi nasional.

Terkait persoalan ramah lingkungan, Taufiek mengatakan saat ini terdapat industri daur ulang nasional sebanyak 1.500 industri. Untuk itu dia menyarankan kepada semua pihak untuk melihat isu lingkungan secara luas, sebab plastik merupakan komoditas yang bermanfaat dan tidak berbahaya.

Dia menjelaskan, plastik dihasilkan dari peteoleum base dan nafta yang memiliki kelebihan dapat didaur ulang untuk kemanfaatan ekonomi. Setidaknya, kata Taufiek, hampir 4 juta pemulung dapat memanfaatkan plastik yang beredar sebagai bahan daur ulang.

“Artinya, plastik yang beredar juga punya nilai guna. Kami berharap aturan tersebut jangan dikeluarkan karena apapun bentuk pelarangan plastik akan mengganggu demand industri plastik nasional,” tandas dia.‎


Pemerintah Bakal Beri Insentif Industri Pengolahan Limbah Plastik

Larangan Kantong Plastik di Bogor Merambah Pasar Tradisional

Sebelumnya, pemerintah berencana memberikan insentif kepada pelaku industri yang mau berusaha di sektor pengolahan limbah plastik. Dengan begitu, diharapkan industri pengolahan limbah plastik dapat tumbuh dan memenuhi kebutuhan plastik nasional yang belum dapat dipenuhi oleh industri petrokimia.

"Justru itu gap-nya pakai recycle plastik. Recycle kita akan dorong kebijakan terkait circularekonominya. Karena itu itu menggunakan waste management, mengelola waste di mana scrap plastik itu seharusnya dikelola secara lebih baik," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, di Tangerang Selatan, Banten, pada Selasa 16 April 2019.

Dia menjelaskan saat ini pihaknya tengah membahas upaya pengolahan limbah plastik dengan berbagai pihak. Pihak-pihak yang telah didekati Kemenperin, sebut Airlangga, seperti Pemerintah Daerah dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

"Ini kita lagi bicara dengan Pemerintah-pemerintah daerah dan Kementerian LHK bagaimana kita dorong. Bila perlu kita bahas mengenai insentifnya," jelas Airlangga.

Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa insentif yang diberikan tentu akan berbeda dengan industri dengan nilai investasi yang besar. Sebab investasi untuk membangun industri pengolahan limbah plastik tergolong kecil.

"Tidak seperti petrokimia, karena investasinya kecil. Nanti kita bahas," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya