Sri Lanka Masih Darurat Pascateror, Korban Tewas Bertambah Jadi 359 Orang

Jumlah korban tewas akibat serangan bom beruntun di Sri Lanka melonjak dari 321 menjadi 359 orang.

oleh Siti Khotimah diperbarui 24 Apr 2019, 13:57 WIB
Suasana pemakaman massal di Sri Lanka (AP Photo)

Liputan6.com, Kolombo - Jumlah korban tewas akibat serangan bom beruntun di Sri Lanka melonjak menjadi 359, setelah sebelumnya dilaporkan 321 orang meninggal. Sementara itu, 500 lainnya dikabarkan mengalami luka-luka.

Informasi ini diberikan oleh Juru Bicara Kepolisian Ruwan Gunasekara, mengutip Channel News Asia pada Rabu (24/4/2019). Dalam kesempatan itu, ia turut mengatakan bertambahnya 18 tersangka yang ditangkap. Dengan demikian, saat ini terdapat 58 terduga pelaku yang diamankan untuk proses penyelidikan. Satu dari jumlah tersebut adalah warga negara Suriah.

Ke-18 tersangka ditangkap tadi malam, Selasa, 23 April 2019, dalam penggeledahan rumah-rumah. Sementara itu, keadaan darurat masih diberlakukan untuk saat ini yang memberikan wewenang bagi pihak keamanan Sri Lanka untuk terus melakukan operasi penangkapan.

"Operasi pencarian sedang terjadi di mana-mana, ada pengecekan ketat wilayah muslim," kata sumber keamanan.

Sebelumnya, ahli forensik mengatakan bahwa serangan keji pada Minggu nahas itu dilakukan oleh tujuh pelaku bom bunuh diri di enam dari delapan tempat--dua tempat lainnya masih dalam proses penyelidikan. Dua dari tujuh terduga pengebom itu diketahui merupakan anak dari politikus sekaligus pengusaha rempah kaya raya, Mohammed Yusuf Ibrahim.

Sumber-sumber intelijen India mengatakan kepada Firstpost bahwa keduanya merupakan kakak beradik. Satu terduga pelaku bernama Imsath Ahmed Ibrahim (33), sedangkan tersangka lain adalah Ilham Ahmed Ibrahim (31), mengutip News18.

Keduanya diduga telah melakukan ledakan di hotel-hotel mewah Sri Lanka, yakni Cinnamon Grand dan Shangri-La di ibu kota Kolombo.

Kedua tersangka itu diyakini telah memasuki ruang makan prasmanan di hotel dengan tas-tas identik berisi bahan peledak, yang diledakkan pada waktu yang hampir bersamaan, ujar sumber itu menambahkan.

Yusuf Ibrahim adalah seorang yang berpengaruh di Partai Janatha Vimukthi Peramuna yang berhaluan condong ke Kiri. Ia berteman dekat dengan menteri untuk industri dan perdagangan Rishath Bathiudeen dan terlihat di banyak resepsi pemimpin oposisi Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa.


Korban Dimakamkan Massal

Ambulans terlihat di luar Gereja St Anthony's Shrine setelah ledakan di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena menyatakan mengatakan bahwa investigasi tengah berlangsung. (ISHARA S. KODIKARA/AFP)

Sebagian korban tewas serangan bom beruntun dimakamkan secara massal pada Selasa, 23 April 2019. Prosesi itu dilangsungkan di tengah ketakutan adanya serangan susulan dari teroris.

Pastor dari Gereja St. Sebastian Cyril Gamini Fernando mengatakan pihak gereja memutuskan pemakaman massal agar lebih banyak orang yang hadir dalam upacara mengenang korban, di samping karena pihak keamanan mengatakan pilihan itu lebih baik.

"Mereka meninggal pada saat yang sama dan kami ingin memakamkan mereka bersama," kata Pastor Fernando, mengutip Al Jazeera.

Tampak para pengunjung memasuki halaman gereja pada Selasa, sebelum pemakaman dilangsungkan bagi korban meninggal. Mereka diperiksa satu-satu oleh para tentara--yang direkrut dari utara dan timur Sri Lanka. Upacara Selasa itu dilangsungkan di bawah kanopi raksasa di sebelah gereja yang rusak parah.

Sekitar 1.000 orang hadir, memberikan penghormatan terakhir. Mereka duduk di kursi plastik di lantai berpasir dan melantunkan doa serta liturgi. Ketika kebaktian hampir berakhir, jemaat menyanyikan "Ave Maria", kemudian para jenazah korban bom beruntun di Sri Lanka dibawa ke tempat peristirahatan terakhir didampingi keluarga mereka yang tersedu-sedu.


Bayi Turut Tewas

Area restoran yang mewah di Hotel Shangri-La, Colombo, di mana terkena dampak ledakan bom. (AFP / Ishara S. Kodikara)

Salah satu korban tewas adalah keponakan Jude Fernando. Enam minggu lalu, ia menyambut kedatangan saudara perempuan dan ketiga anaknya yang masih kecil. Mereka lalu mengadakan pesta. Namun, semua itu berakhir tragis.

Kini ibu Fernando berbaring di peti mati kayu yang dipoles, potretnya dipajang di antara krisan putih.

Di sebelahnya, mengenakan pakaian favorit dan berbaring di bantal putih halus dengan lampu-lampu peri berwarna hijau, adalah tubuh mungil keponakan Fernando yang berusia delapan bulan. Bayi itu nyaris tidak dikenali karena luka akibat serangan.

"Aku hanya punya kesempatan untuk mengenalnya selama satu setengah bulan," kata Fernando dengan berlinang air mata ketika pelayat menyanyikan liturgi.

 

Simak video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya