Terbesar Kedua dalam Sejarah Saudi, 37 Orang Terkait Teroris Dipenggal Sehari

Arab Saudi diketahui telah memenggal 37 warga negara dalam eksekusi massal, Selasa 23 April 2019.

oleh Siti Khotimah diperbarui 24 Apr 2019, 15:02 WIB
Ilustrasi bendera Arab Saudi (AFP Photo)

Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi diketahui telah memenggal 37 warganya dalam eksekusi massal, Selasa 23 April 2019. Mereka dihukum dalam kasus terorisme.

Seorang pembangkang Saudi Ali al-Ahmed, yang mengelola badan bernama Gulf Institute di Washington mengatakan bahwa 34 orang yang dipenggal adalah penganut Islam Syiah. Identitas mereka yang dihukum diumumkan oleh Departemen Dalam Negeri Arab Saudi.

"Ini adalah eksekusi terbesar terhadap kelompok Syiah dalam sejarah Saudi," kata Al-Ahmed, melansir ABC Indonesia pada Rabu (24/4/2019).

Hal itu dikonfirmasi oleh lembaga HAM Amnesty International, mengatakan mayoritas dari yang dipenggal adalah laki-laki Syiah.

Dengan demikian, eksekusi ini diperkirakan akan semakin meningkatkan ketegangan sektarian dan regional antara Arab Saudi dan Iran.

Selain warga syiah, salah satu anggota kelompok ekstrem Sunni juga digantung di sebuah tiang setelah pemenggalan. Negeri Minyak melakukannya "sebagai peringatan bagi yang lain".

Amnesty International juga mengatakan, mereka yang dipenggal dinyatakan bersalah setelah dilangsungkannya proses peradilan. Sayangnya, lembaga itu menyebut adanya metode penyiksaan dalam mencari pengakuan saksi dan terdakwa.


Salah satu Eksekusi Terbesar

Ilustrasi hukuman mati atau hukuman gantung (iStockphoto)

Pemenggalan yang berlangsung awal pekan ini adalah eksekusi terbesar kedua Saudi yang dilakukan dalam waktu satu hari dalam sejarah pasca-1980.

Eksekusi besar pertama berlangsung pada 2 Januari 2016. Saat itu, Negeri Minyak mengeksekusi 47 orang dalam kasus yang sama, berkenaan dengan terorisme. Pemenggalan waktu itu adalah eksekusi terbesar yang dilakukan pihak berwenang Saudi sejak 1980.

Diantara mereka yang dieksekusi tiga tahun lalu adalah empat warga Syiah, termasuk ulama Syiah ternama, Nimr al-Nimr.

Kematian al-Nimr menimbulkan gelombang protes mulai dari Pakistan sampai ke Iran. Bahkan, kedutaan Saudi di Teheran sempat diserbu.

Sejak itu hubungan Saudi-Iran memburuk dan kedutaan Saudi di Teheran masih tutup hingga sekarang.

Untuk diketahui, Raja Salman sudah memberikan persetujuan terhadap eksekusi massal pada Selasa, 23 April dan juga eksekusi di tahun 2016.

Ali al-Ahmed dari Gulf Institute di Washington mengatakan tindakan eksekusi pada Selasa ini tampaknya dilakukan untuk menyampaikan pesan politik kepada Iran.

"Mereka tidak perlu melakukan eksekusi terhadap orang-orang ini, namun ini dilakukan di tengah gelombang tekanan Amerika terhadap Iran." katanya.


Alasan Eksekusi

Ilustrasi Bendera Arab Saudi (iStockphoto via Google Images)

Pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri Saudi menyebutkan bahwa mereka yang dieksekusi menganut idiologi ekstremisme dan membentuk sel teroris dengan tujuan menyebabkan kekacauan dan memprovokasi ketegangan sektarian.

Disebutkan juga mereka yang dinyatakan bersalah telah melakukan serangan terhadap fasilitas keamanan dan menewaskan petugas, serta bekerja sama dengan organisasi musuh melawan kepentingan negara.

Pernyataan itu tidak menyebutkan dimana saja eksekusi tersebut dilakukan.

Amnesty International mengatakan 11 dari 37 orang yang dieksekusi dinyatakan bersalah menjadi mata-mata untuk Iran, dan dihukum mati setelah 'peradilan yang tidak berlangsung secara adil'.

Sekurang-kurangnya 14 orang dieksekusi karena tindak kekerasan ketika mereka ikut dalam unjuk rasa anti-pemerintah di kawasan penduduk mayoritas syiah di Arab Saudi pada 2011 dan 2012.

Menurut pengumuman resmi pemerintah, sejak awal tahun 2019, sudah hampir 100 orang dieksekusi mati di sana.

Tahun lalu, Saudi mengeksekusi 149 orang, kebanyakan penyeludup narkoba, menurut data yang diperoleh Amnesty Internasional.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya