Liputan6.com, Jakarta Kabar duka terkait petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019 yang meninggal datang dari keluarga Nanang Subiyanto (55). Nanang adalah Ketua KPPS 28, Kelurahan Tukangkayu, Kecamatan Banyuwangi. Ia meninggal dunia pukul 12.30 Wib pada Selasa, 23 April 2019.
Kejadian bermula setibanya dia di rumah usai pulang kerja. Nanang terlihat duduk sambil mengedip-ngedipkan mata, lalu pingsan. Sang istri, Juhariyah melarikan suaminya ke rumah sakit karena nadi masih berdetak. Sayangnya, setiba di rumah sakit dan sempat dirawat di UGD sekitar 10 menit, Nanang meninggal dunia.
Baca Juga
Advertisement
Kisah tragis petugas KPPS yang gugur mengawal Pemilu 2019 ini terus bergulir. Laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, hingga Selasa, 29 April 2019 pukul 16.30 WIB tercatat 119 orang petugas KPPS dilaporkan meninggal dunia. Kemudian 548 orang petugas KPPS lainnya dinyatakan sakit.
Dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah konsultan Dicky Hanafy menyoroti pejuang demokrasi yang meninggal, terutama dari segi penanganan saat pingsan. Ini karena bisa saja orang tersebut pingsan karena kena serangan jantung.
"Jangan hanya mengandalkan petugas medis saja, masyarakat juga perlu memahami bagaimana pertolongan pertama saat seseorang pingsan. Bisa saja dia mengalami serangan jantung atau henti jantung. Latihan basic life support (BLS) itu penting," jelas Dicky saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (24/4/2019).
Simak video menarik berikut ini:
Berikan pertolongan pertama
Yang patut diketahui saat pingsan, yakni bukan diberikan minyak gosok atau minum air putih, melainkan pertolongan pertama. Perhatikan napas dan denyut nadi seseorang, apakah masih berdetak atau tidak.
"Jangan dikasih minyak gosok, apalagi minum air putih. Kalau orang yang pingsan itu tidak ada denyutnya, segera beri napas buatan," lanjut dokter yang berpraktik di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta.
Adapun pertolongan pertama pada orang pingsan karena henti jantung dan tidak sadar yakni dengan memberi napas buatan. Caranya lakukan penekanan di dada dengan kecepatan 100 sampai 120 kali per menit dan kedalaman 6 cm. Lalu berikan bantuan napas sebanyak dua kali.
Jika sudah bernapas kembali, baringkan miring 30-45 derajat, posisi kepala miring, pastikan lidah tidak menghalangi jalur napas dengan menengadahkan kepala. Bawa ke rumah sakit. Cek terus, apakah ia bernapas. Lihat apakah ada gerakan dada dan perut sambil mendekatkan pipi kita di atas hidung atau mulut orang yang bersangkutan.
Rasakan embusan napasnya. Jika tidak ada napas, berikan kembali bantuan napas. Lain halnya, jika orang yang kena serangan jantung masih sadar, minta perhatian pada orang sekitar bahwa ada orang yang kena serangan jantung. Kemudian cari bantuan tenaga medis.
Advertisement
Sediakan alat kejut jantung
Untuk mengantisipasi serangan jantung, perlu juga disediakan automatic electric defibrillator (AED), yang biasa dikenal alat kejut jantung. Perangkat elektronik portabel ini secara otomatis mendiagnosis aritmia jantung yang mengancam jiwa.
"Infrastruktur kesehatan, SDM, dan perawatan di TPS misalnya, perlu juga dilengkapi. Untuk menyelamatkan petugas yang kena serangan jantung bisa juga disediakan AED. AED ini juga disediakan di bandara. Kalau kita ke bandara, ada AED di sana," ungkap Dicky.
Adapun ciri-ciri orang yang kena serangan jantung sebelum akhirnya ia pingsan meliputi dada terasa nyeri. Rahang, pundak atau lengan sebelah kiri juga terasa nyeri. Rasa nyeri seringkali digambarkan seperti diremas-remas atau tertekan.
Gejala lain termasuk berkeringat, napas pendek, tekanan jantung yang cepat dan tidak beraturan, mual, dan gangguan pencernaan.