Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 ini berada di kisaran level 5,2 persen. Proyeksi ini lebih tinggi dari capaian pertumbuhan 2018 yang berada di angka 5,17 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 masih akan ditopang oleh permintaan dalam negeri yang masih akan meningkat dan konsumsi pemerintah yang diperkirakan tetap menguat.
Meskipun demikian investasi diperkirakan akan melambat dibanding 2018. Namun, akan tetap kuat pasca pemilihan umum dengan munculnya beberapa investasi baru.
Baca Juga
Advertisement
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, prediksi tersebut, dikeluarkan Bank Dunia dengan pertimbangan ekonomi global sedang melambat.
"Dia pasti melihatnya dunia sedang melambat ekonominya, maka perdagangannya juga melambat," kata Darmin saat ditemui, di PKN STAN, Rabu (24/4/2019).
Dia mengatakan, Indonesia tentu dapat menjalankan berbagai untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari proyeksi tersebut.
Dalam RAPBN 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok sebesar 5,3 persen.
"Tapi itu hitungan rata-ratanya. Kita kan tidak mesti ikut rata-rata," ujar Darmin.
Tentu, lanjut Mantan Gubernur BI ini, Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
"Asal kita melakukan hal-hal lebih dari orang lain," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
* Ikuti Hitung Cepat atau Quick Count Hasil Pilpres 2019 dan Pemilu 2019 di sini
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bank Dunia: Ekonomi China Turun, Indonesia Bisa Bertahan
Sebelumnya, Bank Dunia membahas pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik yang akan sedikit melemah tahun ini. Pertumbuhan tahun ini adalah 6,0 persen, sementara tahun lalu 6,3 persen.
Penyebabnya adalah tantangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Ekonomi China diprediksi melemah tahun ini menjadi 6,2 persen, sementara pada 2018 sebesar 6,6 persen.
Tantangan global memberi risiko 500 juta orang terancam kembali jatuh miskin. Namun, Bank Dunia percaya wilayah Asia Timur dan Pasifik akan tetap kuat karena permintaan domestik mampu mengimbangi perlambatan ekspor.
"Pertumbuhan ekonomi yang tangguh di kawasan ini sepatutnya berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan lebih lanjut, yang kini telah mencapai posisi terendah dalam sejarah. Hingga tahun 2021, kami memperkirakan kemiskinan ekstrem akan turun di bawah 3 persen, ujar Victoria Kwakwa, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, dalam pernyataan yang diterima Liputan6.com.
Lantas bagaimana nasib Indonesia? Bank Dunia menyebut ada sejumlah negara di Asia Tenggara yang ekonominya akan ikut melemah tahun ini, tetapi Indonesia termasuk yang mampu bertahan.
Bagi Indonesia dan Malaysia, perlambatan ekonomi China diprediksi tidak ikut menyeret turun ekonomi, melainkan masih stabil seperti tahun sebelumnya.
Berdasarkan laporan Bank Dunia yang rilis awal tahun ini berjudul Darkening Skies, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 dan 2019 akan sama-sama 5,2 persen meski ekonomi dunia mengalami perlambatan.
Ini berbeda dari pertumbuhan Thailand dan Vietnam diperkirakan akan sedikit lebih rendah pada 2019. Sementara itu, penundaan pengesahan anggaran pemerintah nasional di Filipina untuk tahun 2019 diperkirakan akan membebani pertumbuhan PDB pada 2019, tetapi pertumbuhan diperkirakan akan meningkat pada 2020.
Akan tetapi Bank Dunia, turut memberi peringatan soal faktor global. Berikut penjelasan Bank Dunia:
Advertisement
Dunia Harus Tetap Waspada
Bank Dunia yakin prospek ekonomi Asia Timur dan Pasifik umumnya tetap positif. Dengan catatan, pemerintah perlu mewaspadai faktor tekanan yang meningkat sejak tahun 2018 dan masih bisa berdampak buruk, salah satunya perang dagang.
"Berlanjutnya ketidakpastian akibat beberapa faktor termasuk perlambatan lebih lanjut di negara maju, kemungkinan perlambatan yang lebih cepat dari perkiraan di Tiongkok, dan ketegangan perdagangan yang belum terselesaikan,” kata Andrew Mason, World Bank Acting Chief Economist for the East Asia and Pacific.
Solusi dari Bank Dunia terdiri atas solusi jangka pendek dan menengah. Dalam jangka pendek, laporan Bank Dunia mengangkat perlunya penguatan penyangga, termasuk membangun kembali cadangan internasional yang diambil untuk mengelola gejolak nilai tukar pada tahun 2018.
Kebijakan moneter juga disarankan perlu disesuaikan agar lebih netral karena risiko arus keluar modal telah berkurang. Bank Dunia menyoroti pentingnya reformasi struktural yang berkelanjutan dalam jangka menengah – untuk meningkatkan produktivitas, mendorong daya saing, menciptakan peluang yang lebih baik untuk sektor swasta, dan memperkuat modal manusia.
Selain itu, investasi berkelanjutan pada program bantuan sosial dan asuransi untuk melindungi mereka yang paling rentan. Ini mengingat daerah Asia Timur dan Pasifik memiliki cakupan bantuan sosial terendah bagi dua puluh persen penduduk termiskin dibandingkan wilayah berkembang lainnya.