Liputan6.com, Kolombo - Pria itu berjalan ke arah Gereja St Sebastian di Kolombo, Sri Lanka. Ransel yang dibawanya tampak penuh dan berat. Seorang gadis kecil sempat menghalangi langkahnya. Ia menyentuh kepala bocah itu sekali, lantas berlalu.
Tak lama kemudian, ledakan terjadi di dalam rumah ibadah tersebut. "Usai misa, keluargaku melihat seorang pemuda memasuki gereja, menggendong tas berat," kata Dilip Fernando seperti dikutip dari situs Newshub, Rabu 24 April 2019. "Ia sempat menyentuh kepala cucuku. Pria itu adalah bomber."
Baca Juga
Advertisement
Rekaman CCTV dari lokasi kejadian mengungkapkan, pelaku masuk ke dalam gereja lewat pintu samping. Kala itu, bangku-bangku di dalamnya penuh dengan jemaat.
Serangan di Gereja St Sebastian adalah satu dari delapan ledakan bom yang melanda Sri Lanka di Hari Paskah, Minggu 21 April 2019.
Yang pertama melanda Gereja St Anthony pada pukul 08.45 waktu setempat. Beberapa menit kemudian ledakan terjadi di Gereja St Sebastian terjadi, lalu Zion Evangelical Church di Batticaloa.
Tak hanya gereja yang dijadikan sasaran. Tiga hotel juga jadi target teror bom -- Hotel Kingsbury Hotel, Hotel Shangri-la, dan Cinnamon Grand Hotel di Kolombo.
Ben Nicholson, asal Inggris, sedang sarapan di Hotel Shangri-la kala itu. Restoran tersebut ada di lantai dua. Ia duduk semeja dengan sang istri Anita (42), serta dua anak mereka, Anita, Alex (14), dan Annabel (11).
Tanpa mereka sadari, dua bomber melangkah masuk dan meledakkan diri.
Tak terbayangkan apa yang terjadi setelahnya. Nicholson yang reflek berlari pasca-ledakan pertama, panik mencari keluarganya. Ia berkeliaran ke sana ke mari, mencari istri dan dua anaknya.
"Ia tidak berlari, tidak menangis, tapi terpukul. Kami mengira dia kebingungan, namun ternyata ia dalam kondisi terkendali. Pria itu terus bertanya tentang keluarganya," kata seorang paramedis yang bertemu dengan Nicholson, kepada Daily Mail.
Foto Ben Nicholson, dengan pakaian bersimbah darah, menyebar di media masa dan internet.
Belakangan, pengacara yang tinggal di Singapura itu harus menerima kabar lelayu. Seluruh keluarganya meninggal dunia.
"Syukurlah, mereka bertiga berpulang seketika. Tanpa rasa sakit atau penderitaan," kata Nicholson dalam sebuah pernyataan, Senin 22 April 2019.
"Saya sangat terpukul atas kehilangan istri dan anak-anak. Anita adalah istri yang luar biasa, sempurna. Juga seorang ibu yang cemerlang, penuh kasih dan menginspirasi bagi dua anak kami yang juga luar biasa."
Mathew juga menjadi korban teror Sri Lanka. Kala itu ia bersama sang nenek berada di halaman gereja St Sebastian di Negombo.
Mathew pergi dalam usia sangat muda. Umurnya baru 8 bulan. Ia adalah satu dari 45 bocah tak berdosa yang hidup dan masa depannya direnggut oleh para teroris durjana.
Setidaknya 359 orang meninggal dunia dalam rangkaian teror bom di Sri Lanka itu. Jumlah itu mungkin akan jauh lebih besar tanpa tindakan heroik yang dilakukan Ramesh Raju. Ia menghentikan seorang pria yang memasuki Zion Evangelical Church yang penuh jemaat. Ada sekitar 450 orang di sana.
Pemuda itu mengaku membawa kamera video untuk merekam kegiatan gereja. Namun, Ramesh tak begitu saja percaya.
"Suamiku merasakan ada yang janggal..," kata sang istri, Chrishanthini Ramesh seperti dikutip dari BBC News. "Ia kemudian mengusirnya."
Perempuan itu tak tahu apa yang kemudian terjadi. Ia berbalik dan berjalan menuju gereja.
Tak lama kemudian ledakan terjadi. Chrishanthini dan keluarganya melarikan diri ke sebuah rumah sakit. Beberapa jam kemudian, mereka menemukan jasad Ramesh. Pria itu tewas di titik di mana sang istri kali terakhir melihatnya.
Aparat Sri Lanka menyebut, rentetan teror di negerinya adalah pembalasan atas serangan di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru 15 Maret 2019. Kelompok National Tawheed Jamath (NTJ) jadi operatornya.
ISIS memang mengklaim bertanggung jawab. "...menargetkan warga negara dari aliansi pejuang salib (koalisi pimpinan AS) dan umat Kristen di Sri Lanka," klaim ISIS melalui corong medianya Amaq. Mereka tak menyebut soal Selandia Baru.
Apapun, tak ada dalih yang membebarkan teror biadab di Sri Lanka, di Christchurch, di mana pun.
Terorisme adalah terorisme. Tak ada kemuliaan dan kepahlawanan yang layak disandangkan pada aksi pembunuhan terhadap orang-orang tak berdosa.
Doa Muslim Selandia Baru untuk Sri Lanka
Sebuah spanduk terbentang di Masjid Jamia di Hamilton Selandia Baru. Begini bunyinya: "Kia Kaha, Stay Strong Sri Lanka from Waikato Muslims".
Kia kaha adalah kata dalam Bahasa Maoi. Artinya, tetap kuat. "Kami ingin menyampaikan pesan dukungan...kami ingin mereka (warga Sri Lanka) tetap kuat," kata pimpinan Waikato Muslim Association, Dr Asad Mohsin seperti dikutip dari New Zealand Herald. "Kami bisa merasakan apa yang mereka rasakan."
Warga muslim Selandia mendapatkah curahan kasih dan simpati pasca-penembakan di Chirstchurch. Menurut Mohsin, ini lah saatnya untuk meneruskannya ke Sri Lanka.
Anjum Rahman, juru bicara Islamic Women's Council mengaku tak terima jika rangkaian teror bom di Sri Lanka adalah balas dendam atas penembakan di masjid Christchurch.
"Jika itu benar, para pelakunya harus tahu bahwa umat muslim di Selandia Baru menolak kuat kekerasan yang mereka lakukan, 'pembalasan' versi mereka, dan pembantaian yang mereka lakukan atas nama kami," tulis dia di media sosial. "Keyakinan kami tidak memaafkan pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah."
Sementara itu di North Dakota, Amerika Serikat, pemeluk Islam, Kristen, dan Yahudi berkumpul, menyalakan lilin damai, berdoa bersama untuk Sri Lanka.
"Cinta jauh lebih kuat dari kebencian. Apapun derita sebagian dari kita adalah derita kita semua," kata Tiffany Sundeen, seorang pendeta, seperti dikutip dari situs KVRR.
Baik pemeluk Kristiani maupun Islam adalah minoritas di Sri Lanka. Mayoritas atau 70 persen penduduk negara itu memeluk agama Buddha. Diikuti Hindu (13 persen), Muslim (10 persen), dan Kristiani (10 persen).
Sejumlah gesekan terjadi antarumat beragama di sana. Sri Lanka masih berupaya pulih sepenuhnya dari perang saudara antara etnis mayoritas Sinhala, yang beragama Buddha, dan etnis Tamil, yang sebagian besar memeluk Hindu.
Dan kini, para pemeluk Islam di sana cemas bukan kepalang. "Kami takut ada serangan balasan," kata Hilmy Ahmed, wakil kepala Asosiasi Muslim Sri Lanka kepada CBS News.
Kekhawatiran memuncak jelang pemakaman massal para korban teror pada Selasa 23 April 2019. "Malam tadi kebanyakan dari kami tak bisa tidur, sebab, 104 jenazah dimakamkan sekaligus, Anda tahu, emosi bisa saja memuncak."
Ahmed mengaku sudah lama memperingatkan aparat soal sosok Moulavi Zahran Hashem -- satu-satunya pria yang tak menutup wajahnya dalam video yang dirilis ISIS. Peringatan itu disampaikan tiga tahun lalu.
"Saya merasa mereka (aparat) tak menganggap ancaman itu cukup serius, untuk mengerahkan orang-orang untuk melacaknya," kata Ahmed.
Dia menambahkan, menurut informasi yang diterima pihaknya, aparat India telah memberikan peringatan 10 menit sebelum teror terjadi. "Jika evakuasi dilakukan di gereja-gereja itu, korban jiwa bisa dikurangi."
Saksikan video di bawah ini
Mengapa Sri Lanka?
Mungkin ada baiknya kita menyimak fakta ini: pelaku penembakan di Christchurch diketahui bernama Brenton Tarrant, usianya 28 tahun, dan mengaku lahir dari keluarga kelas pekerja.
Pemuda ekstremis itu adalah pendukung sayap kanan, pengikut supremasi kulit putih, dan penentang keras imigrasi. Lantas, apa hubungannya dengan Sri Lanka?
"Tak masuk akal mengaitkan (serangan teror di Sri Lanka) dengan Selandia Baru," kata Hilmy Ahmed, wakil kepala Asosiasi Muslim Sri Lanka kepada CNN.
"Serangan di Selandia Baru membuka mata dunia terhadap krisis yang dihadapi umat Islam," tambah dia. Menarik perhatian akan fakta meningkatnya islamofobia di seluruh dunia.
Sidney Jones, pakar terorisme dari Institute for Policy Analysis of Conflict mengatakan bahwa klaim keterkaitan dengan serangan di Selandia Baru, tidak memiliki sumber yang jelas.
"Kita tidak tahu apakah dari interogasi terduga pelaku atau dari posting seperti di atas," kata Jones kepada Liputan6.com, sambil memperlihatkan sebuah gambar dari pendukung ISIS.
Ia berpendapat, serangan seperti yang terjadi di Sri Lanka terlalu besar dan rumit untuk disiapkan dalam waktu satu bulan saja, pasca-serangan dua masjid di Selandia Baru.
"Artinya mungkin sudah mulai disiapkan sebelum (insiden) Christchurch," imbuhnya.
Sementara itu, Mohammad Iqbal Ahnaf, dosen program studi agama dan lintas budaya, sekolah pascasarjana Universitas Gadjah Mada mengatakan, kalaupun klaim pihak Kementerian Pertahanan Sri Lanka benar, ada banyak hal yang belum terjawab.
"Jika memang adalah pembalasan kejadian Selandia Baru, kenapa kemudian Sri Lanka?," lanjut Ahnaf. "Bisa jadi, karena Sri Lanka dianggap tidak siap akan hal itu (mengatasi teror)."
Menurut Ahnaf, terorisme dapat terjadi di mana saja jika bibit ekstremisme tumbuh subur di suatu wilayah. Banyak negara di dunia saat ini rawan terhadap keberadaan teror. Sri Lanka, yang memiliki sejarah kekerasan antar-agama, adalah salah satunya.
Informasi Intelijen Diabaikan?
Kabarnya, peringatan telah diberikan pihak intelijen India, sebelum teror merusak kedamaian Paskah di Sri Lanka. Dalam beberapa hari, bahkan beberapa jam sebelum ledakan pertama terjadi.
Peringatan dini itu didasarkan pada informasi yang diperoleh dari seorang tersangka ISIS yang ditangkap di India, menurut sebuah laporan yang diterima CNN.
Kepada para penyelidik, tersangka mengungkap nama seorang pria yang ia latih di Sri Lanka, yang dikaitkan dengan kelompok ekstremis setempat.
"Ketika kami sedang menyelidiki kasus-kasus ISIS, selama interogasi terhadap seorang tersangka, ia mengungkapkan nama seorang pria, Zahran Hashim, yang merupakan salah satu pelaku bom bunuh diri dan dikaitkan dengan NTJ (National Thowheeth Jamaath)," kata sumber intelijen di India.
"Tersangka mengatakan bahwa dia berperan dalam radikalisasi (terhadap Hashim)."
Sumber intelijen India tidak menyebutkan secara spesifik kapan penangkapan itu dilakukan. "Badan-badan intelijen India membagikan informasi mereka dengan rekan-rekan mereka di Sri Lanka," lanjut sumber itu.
Nama Hashim memang muncul dalam memo tertanggal 11 April 2019 yang ditandatangani oleh Wakil Inspektur Jenderal Polisi Sri Lanka. Dalam salinan memo yang telah dilihat oleh CNN, Hasyim disebut sebagai pemimpin NTJ.
"Suatu badan intelijen asing tertentu telah melaporkan bahwa pemimpin Tauhid Nasional Jamath - NTJ, Mohamed Cassim Mohamed Zahran, juga dikenal sebagai Zahran Hashim dan para pengikutnya - telah merencanakan serangan bunuh diri di Sri Lanka," tulis memo itu.
Memo diedarkan secara luas ke berbagai layanan keamanan dan beberapa kementerian pemerintah --namun sayangnya, tidak ditindaklanjuti optimal. Berbagai laporan yang mengutip narasumber pejabat anonim menyebut bahwa laporan intelijen itu tidak sampai ke presiden, perdana menteri, dan jajaran kabinet Sri Lanka.
Zahran Hashim teridentifikasi muncul dalam sebuah video yang diduga dirilis oleh ISIS pada Selasa 23 April 2019, hari ketika mereka mengklaim pemboman di Kolombo dan Batticaloa.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita Amaq yang berafiliasi dengan ISIS, kelompok itu mengatakan para penyerang adalah "pejuang"-nya.
Video itu menunjukkan delapan orang yang mengaku sebagai pelaku teror Sri Lanka. Mereka telah berjanji setia kepada ISIS.
Advertisement
Para Bomber Anak Jutawan, Lulusan Australia
Hal lain yang menjadi sorotan dalam teror bom di Sri Lanka adalah latar belakang para bomber bunuh diri. Beberapa diketahui merupakan anak jutawan, sementara yang lainnya diidentifikasi sebagai terpelajar dan mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri.
Wakil Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardene mengatakan, "Apa yang dapat kami katakan adalah beberapa dari terduga pelaku bom, sebagian besar dari mereka berpendidikan dan mungkin berasal dari kelas menengah ke atas atau mandiri secara finansial dan keluarga mereka cukup stabil," ujarnya seperti dikutip dari the Sydney Morning Herald.
Dua dari sembilan bomber bunuh diri yang telah teridentifikasi disebutkan sebagai putra pengusaha rempah-rempah, jutawan sekaligus politikus, Mohammed Yusuf Ibrahim.
Sumber-sumber intelijen India mengatakan kepada Firstpost bahwa keduanya merupakan kakak beradik. Satu terduga pelaku bernama Imsath Ahmed Ibrahim (33). Sedangkan yang lain adalah Ilham Ahmed Ibrahim (31).
Keduanya diduga meledakkan di hotel-hotel mewah Sri Lanka, yakni Cinnamon Grand dan Shangri-La di ibu kota Kolombo.
Kedua tersangka itu diyakini telah memasuki ruang makan prasmanan di hotel dengan tas-tas identik berisi bahan peledak, yang diledakkan pada waktu yang hampir bersamaan, sumber tersebut menambahkan.
Polisi Kolombo telah menginterogasi Mohammed Yusuf Ibrahim dan putra ketiganya Ijas Ahmed Ibrahim yang berusia 30 tahun.
Mohammed Yusuf Ibrahim adalah seorang yang berpengaruh di Partai Janatha Vimukthi Peramuna yang berhaluan condong ke kiri. Ia berteman dekat dengan menteri industri dan perdagangan Rishath Bathiudeen dan terlihat di banyak resepsi pemimpin oposisi Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa.
Berita tentang dugaan keterlibatan keluarga terkemuka dalam pengeboman itu beredar hanya beberapa jam setelah ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan brutal pada Minggu Paskah.
Lulusan Inggris dan Australia
Tak hanya hidup berkecukupan, para bomber ternyata berpendidikan. Salah satu pelaku bahkan pernah bersekolah di Inggris dan Australia. Saat menjadi mahasiswa, tersangka diduga tersusupi pemikiran ISIS.
"Kami percaya bahwa salah satu pelaku bom bunuh diri belajar di Inggris dan kemudian melakukan (studi) pascasarjana di Australia sebelum kembali dan menetap di Sri Lanka," kata Ruwan Wijewardene, menteri pertahanan negara bagian, pada jumpa pers media pada Rabu sore (24/4/2019), dikutip dari The Guardian.
Seorang juru bicara Kementerian Dalam Negeri Australia mengonfirmasi pada Rabu 24 April 2019 bahwa salah seorang terduga pembom sebelumnya memegang visa Australia, tetapi ia menolak berkomentar lebih lanjut tentang masalah ini.
"Beberapa dari mereka saya pikir belajar di beberapa negara lain, memiliki gelar LLM -master hukum-, mereka adalah orang-orang yang cukup berpendidikan," lanjut Wijewardene.
Seperti dikutip dari news.sky.com, bomber berpendidikan itu bernama Abdul Lathief Jameel Mohamed, demikian menurut sumber keamanan.
"Mohamed diyakini telah belajar di Inggris, di beberapa wilayah, antara tahun 2006 dan 2007. Ia kemudian menempuh program pascasarjana di Australia, sebelum kembali untuk menetap di Sri Lanka."
Sementara, salah satu bomber di Shangri-La hotel teridentifikasi sebagai pemilik pabrik bernama Insan Seelavan.
Polisi sejauh ini telah melakukan 60 penangkapan, yang semuanya adalah warga negara Sri Lanka. Sebanya 32 orang di antaranya masih ditahan.