Liputan6.com, Washington DC - Gerakan Kepanduan Amerika Serikat (BSA) meyakini bahwa lebih dari 7.800 mantan pembinanya terlibat pelecehan seks terhadap anak-anak selama 72 tahun terakhir, lapor kesaksikan pengdilan yang baru diungkapkan.
Dugaan tersebut lebih banyak banyak sekitar 2.800 pembina dari yang sebelumnya diketahui publik, demikian sebagaimana dikutip dari CNN pada Kamis (25/4/2019).
Tambahan angka tersebut, kata Anderson, berasal dari apa yang disebut BSA sebagai basis data penyaringan sukarelawan yang dihapus oleh gerakan kepanduan atas tuduhan pelanggaran kebijakan, termasuk tuduhan pelecehan seksual.
Baca Juga
Advertisement
BSA menekankan bahwa ketika seseorang ditambahkan ke basis data terkait, maka sejatinya "mereka dihapus sepenuhnya dari program kepanduan", dan dilarang bergabung kembali di cabang mana pun di Negeri Paman Sam.
Anderson mengatakan angka-angka baru itu terungkap dalam kesaksian pengadilan pada 30 Januari, dalam proses persidangan pelecehan seks anak di negara bagian Minnesota, yang tidak terkait dengan gerakan kepanduan.
Salah satu saksi utama dalam persidangan itu adalah Janet Warren, seorang profesor ilmu psikiatri dan neurobehavioral --subspesialis neurologi yang mempelajari dasar neurologis dari perilaku manusia-- di University of Virginia, yang dinilai ahli dalam kebijakan tentang perlindungan anak-anak dari pelecehan seksual.
Selain pekerjaannya sebagai profesor, BSA mempekerjakan Warren pada 2013 untuk meneliti basis data sukarelawan yang tidak memenuhi syarat, dan merekomendasikan cara membuatnya lebih efektif.
Dalam persidangan di Minnesota, seorang pengacara bertanya kepada Warren tentang keterlibatannya dengan gerakan kepanduan.
Dalam jawabannya, ia mengatakan bahwa ulasannya tentang basis data kelompok tersebut menunjukkan BSA mencabut pendaftaran 7.819 orang dari tahun 1944 hingga 2016, dengan keyakinan bahwa mereka terlibat dalam pelecehan seks terhadap anak, yang teridentifikasi oleh pihaknya sebanyak 12.254 korban.
BSA Klaim Telah Melaporkan Setiap Dugaan Pelecehan
Pada Rabu 24 April, BSA mengatakan bahwa "setiap dugaan pelecehan seks tehadap anak telah dilaporkan ke penegak hukum."
Meski begitu, tidak jelas berapa banyak dari kasus-kasus itu yang telah diajukan tuntutannya.
"Kami percaya para korban, kami mendukung mereka, dan kami telah membayar konseling tanpa batas oleh penyedia pilihan mereka," kata BSA.
"Tidak ada yang lebih penting daripada keselamatan dan perlindungan anak-anak dalam grakan kepanduan, dan kami marah karena ada saat-saat ketika individu mengambil manfaat dari program kami untuk menyalahgunakan anak-anak yang tidak bersalah," lanjutnya.
"Sepanjang sejarah organisasi ini, kami telah memberlakukan kebijakan perlindungan yang kuat untuk mencegah pelecehan, termasuk pelatihan wajib bagi pembina dan proses pemilihan pemimpin formal yang mencakup pemeriksaan latar belakang kriminal," sambung pernyataan itu.
"Sejak 1920-an, kami telah memelihara Basis Data Rotasi Sukarelawan untuk mencegah orang-orang yang dituduh melakukan pelecehan atau perilaku yang tidak pantas bergabung atau memasuki kembali program kami, sebuah praktik yang direkomendasikan pada 2007 oleh Centers for Disease Control untuk semua organisasi yang melayani anak-anak," tambahnya menjelaskan.
Advertisement
Telah Ada Kebijakan Anti-Pelecehan Seks
Jauh sebelum kasus ini terungkap, BSA telah menetapkan tiga kebijakan utama yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota kepanduan, termasuk para pembina. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari risiko pelecehan seksual di tengah kegiatan kepanduan.
Kebijakan tersebut terdiri dari tiga poin, yaitu:
- Pelatihan perlindungan pemuda wajib untuk semua pembina yang terdaftar.
- BSA mensyaratkan bahwa seorang anak tidak boleh sendirian dengan seorang pembina dewasa selama kegiatan kepanduan, dan mengatakan bahwa tidak ada anak-anak yang diizinkan tidur di tenda orang dewasa selain orang tua, atau wali mereka sendiri.
- BSA melarang teks dua arah dan komunikasi media sosial antara anggota dewasa dan anak-anak.