Liputan6.com, Jakarta - SVP Hukum Korporat PLN Dedeng Hidayat mengatakan, manajemen PLN menjamin pasokan layanan pasokan listrik tetap optimal, pasca penetapan status tersangka pada Sofyan Basir.
"Jajaran manajemen memastikan kegiatan penyediaan energi listrik tetap berjalan, sebagai yang telah diamanatkan pemerintah," kata Dedeng, di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Dedeng menuturkan, pelayanan listrik kepada masyarakat menjadi prioritas utama. Seluruh kegiatan operasional serta kinerja perusahaan dipastikan tetap berjalan normal.
"Perusahaan memastikan seluruh operasional serta kinerja tetap berjalan," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Untuk menjaga pelayanan ke masyarakat, Dewan Komisaris PLN sudah menonaktifkan Sofyan Basir dari jabatan Direktur Utama PLN, kemudian menujuk Muhammad Ali sebagai Pelaksana tugas (PLt) Direktur Utama PLN.
"Dewan Komisaris PLN melakukan penonaktif sementera Direktur Utama PLN Sofyan Basir," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kronologi Dirut PLN Sofyan Basir Jadi Tersangka KPK
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan Basir diduga menerima janji pemberian fee terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Kasus ini muncul setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian suap tersebut diduga dalam rangka penunjukan langsung oleh Sofyan Basir kepada perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek pembangkit listrik tersebut.
Sebelum resmi menyandang status tersangka, Sofyan Basir beberapa kali dipanggil oleh KPK untuk pemeriksaan sebagai saksi. Seperti saat pemanggilan pada 7 Agustus 2018, Sofyan Basir mengakui datang KPK untuk diperiksa sebagai saksi dari Johannes Kotjo.
"Diperiksa saksi buat Kotjo," ujar dia kala itu.
Kemudian pada 28 September 2018, Sofyan Basir juga kembali dipanggil oleh kpk untuk kasus yang sama. Kali ini, Sofyan Basir menegaskan bahwa pertemuan yang dilakukannya dengan sejumlah pihak hanya membahas soal teknis proyek PLTU Riau-1.
Saat itu, dia pun membantah adanya pertemuan untuk lobi-lobi dan membahas fee proyek senilai USD 900 juta.
"Oh enggak ada (lobi) misalkan ada (pembahasan) suku bunga ya. Tapi yang lain sudah disampaikan pada KPK. Jadi sudah saya sampaikan ke KPK," kata dia.
Sofyan Basir juga sempat hadir di persidangan perkara PLTU tersebut dengan terdakwa Eni Maulani Saragih. Kehadiran Sofyan Basir pada 11 Desember 2018 tersebut juga dalam status sebagai saksi.
Seiring dengan bergulirnya kasus tersebut, Sofyan Basir diketahui telah sembilan kali ikut dalam pertemuan antara Eni Saragih dan Johannes Kotjo. Tidak sendirian, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Persero Supangkat Iwan Santoso disebut ikut menemani Sofyan Basir dalam pertemuan ini.
Setelah berstatus sebegai saksi, pada 23 April 2019, kemarin, akhirnya KPK resmi menetapkan sebagai tersangka. Sofyan Basir diduga membantu dan juga menerima janji fee dengan bagian sama seperti yang diterima oleh Eni Saragih.
"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK.
Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham, Mantan Menteri Sosial yang juga ikut tersangkut dalam kasus tersebut. Sofyan Basir pun terancam hukuman pidana 20 tahun atas kasus ini.
Advertisement