Liputan6.com, Garut - Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polres Garut, Jawa Barat, tengah menyelidiki belasan anak di bawah umur (berusia 8-13 tahun) yang diduga melakukan penyimpangan seks di antara sesama.
Kasatreskrim Polres Garut AKP Maradona Armin Mappaseng mengatakan, lembaganya langsung melakukan pengembangan setelah menerima adanya laporan salah seorang orang tua korban ihwal perilaku menyimpang tersebut.
Advertisement
“Hal itu (seks) hanya sebagai sebuah permainan yang sering mereka sebut sebagai dodombaan,” ujarnya, Kamis (25/4/2019).
Berdasarkan keterangan para pelaku, mereka mengaku permainan itu sudah sejak lama dipraktikkan anak-anak kampung itu. Namun, kini jadi masalah sejak masuknya laporan salah satu orang tua korban, tiga hari sebelum pencoblosan berlangsung.
Permainan tradisional dengan satu orang di atas punggung anak, kemudian yang satu lagi seolah menjadi domba yang menaiki, kini tengah dipersoalkan.
“Selain oleh pihak kita, pendampingan anak juga dilakukan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Garut,” ujarnya.
Penyelidikan kasus tersebut, ujar dia, bukan perkara mudah. Selain berhubungan dengan budaya lokal, juga mesti berkoordinasi dengan psikolog, untuk menentukan salah tidaknya praktik yang dianggap biasa belasan bocah tersebut.
“Motifnya kalau dari hasil pemeriksaan para psikolog, termasuk yang dari Polda, itu tidak ditemukan adanya birahi yang tertuang dalam kegiatan tersebut. Hanya bermain saja,” ujar dia menerangkan.
Untuk itu, lembaganya terus melakukan serangkaian penyelidikan kepada para bocah yang diduga terlibat dalam dodombaan tersebut.
“Hasil penyelidikan kita sementara, ada sekitar 19 orang anak yang diketahui melakukan aktivitas seks menyimpang (dodombaan) di satu kampung yang sama,” kata dia.
Belum Ada Tersangka
Maradona mengakui, kasus tersebut mencuat setelah orang tua salah satu pelaku dodombaan, melaporkan kejanggalan yang terjadi pada anaknya, setelah melakukan aksi permainan lokal dodombaan yang dilakukan di rumahnya sendiri.
Kepada penyidik, pelapor menyebutkan kecuriaan terhadap perilaku yang menimpa anaknya, setelah melakukan adegan dodombaan yang dilakukan beberapa bocah tersebut. “Orang tua korban ini melihat anaknya tengah menangis dan celananya pun terlihat melorot,” kata dia.
Untuk menjawab teka-teki tersebut, akhirnya orang tua korban melaporkan dengan dugaan telah terjadi pencabulan yang dilakukan rekan sejawat anaknya. “Nah, hal tersebut menjadi dasar penyelidikan kita,” kata dia.
Mengantongi laporan itulah, lembaganya kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan sekitar 19 anak di bawah umur, telah melakukan aktivitas seks menyimpang, setelah menonton adegan ranjang yang dilihat dari smartphone salah seorang pelaku.
“Jadi, korban ini pelaku dan pelaku ini juga korban,” kata dia.
Ia belum memastikan siapa tersangka di balik praktik menyimpang tersebut. Sebab dalam praktiknya, adegan yang diperagakan para bocah dilakukan setelah membuka situs film dewasa.
“Kita juga belum mengetahui dari mana ia tahu link tersebut dari mana, yang jelas mereka mempraktikkannya,” kata dia.
Dalam perkembangannya, mereka tidak hanya melangsungkan kegiatan menyimpang di dalam rumah. Aksi dodombaan beranjut di lapangan bola hingga toilet. “Berdasarkan pengakuan mereka, aktivitas seks menyimpang mulai dilakukan sejak akhir tahun 2018,” ucap dia.
Melihat peliknya aktivitas seks menyimpang para bocah, lembaganya belum memastikan siapa tersangka dalam kasus tersebut. “Ini kan baru keterangan dari si anak sendiri, masih akan kita gali, karena relatif suka berubah keterangan dari si anak tersebut,” kata dia.
Seperti diketahui, kasus ini pertama kali muncul 14 April lalu, Kapolres Garut yang tengah fokus pada pengamanan pelaksanaan Pemilu 2019, telah menugaskan anak buahnya untuk bergerak cepat. Rencananya, Polres Garut akan mengungkap kasus tersebut setelah pemilu usai.
Advertisement