Saran Ulama Terkait Waktu Pertemuan Jokowi dan Prabowo

Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong agar Jokowi melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto usai pencoblosan Pilpres 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Apr 2019, 18:56 WIB
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/1/2015). Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong agar Jokowi melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto usai pencoblosan Pilpres 2019. Namun, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Slamet Ma'arif menyebut, ulama menyarankan Prabowo tak bertemu Jokowi untuk saat ini.

"Beliau (Prabowo) kan selama ini dengar saran ulama. Ulama menyarankan jangan bertemu dulu, biarkan fokus dengan pekerjaannya masing-masing dan alhamdulillah beliau ikut saran itu demi kebaikan bersama, insyaallah," kata Slamet di Kertanegara VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).

Slamet menjelaskan, ulama bukan tak memperbolehkan keduanya bertemu. Namun, baiknya pertemuan digelar usai pihak penyelenggara pemilu menyatakan hasil suara resmi pemenang Pilpres 2019.

"Kalau bertemu kan apalagi sama anak bangsa, warga negara, sesama muslim ya silakan saja tapi ini kan sedang dalam proses, jadi kita juga menyarankan kepada Pak Prabowo, nanti sajalah kalau sudah ada keputusan resmi baru ketemu," tuturnya.

Menurut Ketua Umum Persaudaraan Alumn 212 itu, saat ini pihaknya fokus mengumpulkan bukti kecurangan Pemilu 2019. Maka dari itu, dia menyarankan kedua kubu fokus mengurus pekerjaan masing-masing sampai tuntas.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tak Ada Rekonsiliasi

Kunjungan balasan Prabowo ke Istana Merdeka, Kamis (17/11/2016)

Slamet Ma'arif juga menyebut wacana rekonsiliasi untuk kedua kubu 01 dan 02 tak perlu dilakukan. Slamet menegaskan, bahwa tak ada rekonsiliasi untuk segala bentuk kecurangan di Pemilu Serentak 2019.

"Segala bentuk kecurangan tidak ada rekonsiliasi. Kita tidak akan pernah ada rekonsiliasi dengan kecurangan apapun. Jadi kita saat ini adalah pertempurannya melawan segala bentuk kecurangan," kata Slamet.

Kemudian, Slamet menuturkan, bahwa terlalu dini bila memikirkan sengketa Pilpres dan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, pihaknya fokus melalui jalur Bawaslu untuk menampung dan menindak kecurangan pemilu.

"Jadi pastinya harus jalur yang ada, sesuai dengan koridor hukum yang ada dong. Kalau memang bentuk kecurangan kan bukan di MK. MK gak punya wewenang, itu ke bawaslu," tuturnya.

Maka dari itu, BPN fokus mengumpulkan bukti kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dia mengingatkan bahwa paslon yang curang bisa di diskualifikasi sesuai aturan yang ada.

"Dan inget ada pasal 460 kl tidak salah, kalau terbukti kecurangannya sistematis, itu bisa diskualifikasi. Nah sekarang kita sedang perjuangkan membuktikan bahwa kecurangannya bener-bener TSM," kata Slamet.

"Terorganisir, sistematis, dan masif. Nah kalau itu terbukti, Bawaslu mengatakan itu, ya harus ada paslon yang diskualifikasi. Jalurnya kan seperti itu undang-undangnya," tandas Ketum PA 212 itu.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya