Liputan6.com, Jakarta - Ahli Sosiologi Dr Trubus memberikan pernyataan dalam sidang kasus penyebaran hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet. Dalam kesaksiannya, dia menjelaskan mengenai status seseorang yang menjadi salah satu aspek mempengaruhi orang lain.
Sehingga, ketika seorang publik figur berbohong otomatis akan berdampak pada lingkungan sekitar.
Advertisement
"Dengan mempunyai status, peran dia punya pengaruh tinggi terhadap kelompok atau lingkungan," ucap Dr Trubus di persidangan Ratna Sarumpaet, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 25 April 2019.
Ia menjelaskan, penyebaran berita bohong mengakibatkan terjadinya keonaran atau kegaduhan di masyarakat. Apalagi, yang menyebarkan mempunyai status yang tinggi. Ia pun mencontohkan berita bohong yang disebar oleh tokoh dengan tukang becak di media sosial.
"Otomatis (tokohlah) yang akselarisnya cepat, karena banyak yang melihat terjadilah pro dan kontra," ujar dia.
Dia menjelaskan, pro dan kontra bagian dari keonaran. Dalam sosiologi keonaran setingkat di bawah anarki. Misalnya ada dua tiga orang beda pendapat.
"Secara sosiologis yang terjadi di dunia maya bisa terjadi di dunia nyata. Kalau sudah ada ajang separasi di dunia maya, maka di dunia nyata akan terjadi itu," ujar dia di persidangan Ratna Sarumpaet.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kata Ahli Pidana
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana, Mety Rachmawati Argo mengatakan, publik figur yang menyebarkan berita bohong berpotensi menimbulkan keonaran. Keonaran adalah kerusakan atau keadaan yang membuat situasi kondisi di suatu tempat sehingga seseorang tidak bisa melakukan pekerjaan dengan tenang.
"Keadaan timbul karena ada pro dan kontra, ada orang yang menyayangkan sesuatu, ada orang yang setuju tidak setuju, ada dua kelompok masyarakat golongan yang mereka tidak menemukan titik temu. Akhirnya terjadi pro dan kontra yang menjalar dan menyebabkan suasana tidak kondusif," ucap Mety saat memberikan kesaksian mengenai kasus hoaks Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 25 April 2019.
Dia menuturkan, suatu keonaran ada penyebab. Maka dari situ, hukum pidana akan mencari orang yang harus mempertanggungjawabkan. "Dari manakah sumbernya terjadinya keonaran ini," ujar dia.
Jaksa Penuntut Umum, Daroe Trisadono melemparkan pertanyaan kepada saksi ahli tersebut. Ia membandingkan ketika tukang becak dan tokoh publik menyebarkan berita bohong.
"Kedua-duanya mengucapkan berita yang sama-sama bohong yang disampaikan di dunia maya. Apakah kemudian dampak bisa berbeda atau sama aja," tanya Daroe.
Mety menegaskan, dampaknya akan berbeda. Menurut dia, ketika seseorang memiliki pengikut mengucapkan sesuatu pasti akan memberikan pengaruh.
"Tapi kalau tidak punya jabatan tidak berpengaruh sama sekali, apapun yang dilakukan, diucapkan asal tidak melanggar norma-norma atau hak orang maka orang tidak begitu memperhatikan," ujar dia.
Ia menjelaskan lebih jauh pengaruhnya. Terlebih saat ini sedang dalam masa masa politik. Misalnya, di masyarakat orang tersebut dikenal.
"Kalau suatu saat melakukan tidak benar. Karena sudah memiliki pengaruh dan ada hubungan dengan golongan tertentu. Ada kemungkinan orang tidak melihat orang tersebut berbicara tidak benar. Dia (masyarakat) melihat orang ini bagian golongan tertentu. Sehingga timbul rasa simpatik berlebihan tanpa memperhatikan benar tidaknya yang disampaikan," papar Mety.
Advertisement