Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan meminta klarifikasi manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) soal laporan keuangan 2018.
BEI akan meminta penjelasan mengenai nature transaksi atas pendapatan PT Garuda Indonesia Tbk.
Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna menuturkan, BEI telah dan sedang mempelajari terutama terkait perjanjian dan pengakuan pendapatan.
Baca Juga
Advertisement
BEI telah meminta penjelasan dari perseroan secara tertulis, meminta penjelasan secara lisan dan berkoordinasi dengan tim Perseroan. Hal ini mendapatkan kejelasan mengenai perjanjian dan pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk.
"Untuk memperjelas nature transaksi atas pendapatan tersebut, bursa akan mengadakan hearing pada Selasa 30 April 2019,” ujar Nyoman lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Jumat (26/4/2019).
Garuda Harus Berikan Klarifikasi
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) atau Indonesian Institute of Certified Public Accountans (IICPA) menilai untuk mengetahui laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk pada 2018 tersebut tercatat benar atau tidak perlu ada sejumlah hal yang perlu dilihat detail.
Ketua Umum, IAPI, Tarkosunaryo menuturkan, hal detil itu perlu dilihat dari kontrak kedua belah pihak. Hal ini perjanjian perseroan dengan PT Mahata Aero Teknologi. Selain itu juga realisasi dari kontrak tersebut sejauh mana antara kedua belah pihak, serta syarat-syarat dalam kontrak tersebut.
"Saya tidak bisa bicara substansi karena tidak pernah tahu realisasi kotnrak Garuda Indonesia dan Mahata. Dalam teknis akuntansi untuk diuji ketika dicatat sebagai pendapatan 2018 sudah betul atau belum ranah substansi bisa dilihat dari kontrak kedua belah pihak, realisasi kontrak itu sejauh mana, dan syaratnya,” ujar Tarkosunaryo saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menuturkan, sebuah piutang bisa masuk dalam pendapatan ketika perseroan sudah memiliki hak untuk menagihnya. Ia mencontohkan, dalam kontrak jual beli piutang diakui dalam pendapatan tapi harus melihat syarat-syarat kontraknya.
"Kalau perseroan sudah penuhi persyaratan pencatatan pendapatan boleh saja (piutang masuk ke pendapatan-red). Itu mekanisme teknis akrual akuntansi, bayarnya nanti tapi sudah punya hak. Jadi kalau tidak mau membayar, invoice bisa di bawah ke pengadilan dipaksa untuk dibayar,” ujar Tarko.
Tarko pun menilai, manajemen PT Garuda Indonesia Tbk harus memberikan klarifikasi mengenai laporan keuangan 2018. Hal itu agar tidak menimbulkan polemik.
"Direksi harus segera klarifikasi ke publik mengenai kontrak dan realisasinya, kemudian jadi clearkontrak seperti apa, kalau tidak maka jadi polemik," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Dua Komisaris Tolak Laporan Keuangan Garuda Indonesia
PT Garuda Indonesia Tbk mencatatkan laba USD 809.846 pada 2018. Pada 2017, perseroan membukukan rugi USD 216.582.416.
Pendapatan perseroan naik 4,68 persen dari USD 4,17 miliar menjadi USD 4,37 miliar pada 2018.
Pendapatan itu dikontribusikan dari penerbangan berjadwal naik menjadi USD 3,53 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,40 miliar.
Akan tetapi, penerbangan tidak berjadwal merosot. Penerbangan tidak berjadwal lainnya susut 11,48 persen menjadi USD 266,86 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 301,49 juta.
Pendapatan usaha lainnya naik menjadi USD 567,93 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 473,84 juta.
Di sisi lain, total beban naik menjadi USD 4,57 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 4,23 miliar.
Hal itu didorong dari kenaikan beban operasional penerbangan melonjak menjadi USD 2,73 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,47 miliar. Beban pemeliharaan dan perbaikan naik menjadi USD 529,36 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 429,36 juta.
Perseroan juga mencatatkan keuntungan selisih kurs menjadi USD 28,07 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 14,77 juta. Pendapatan lain-lain naik menjadi USD 278,81 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 19,79 juta.
Melihat laporan keuangan yang disampaikan dalam keterbukaan informasi BEI, perseroan mencatatkan pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten sebesar USD 239.940.000. Pendapatan itu tercatat seiring dalam pos piutang lain-lain ada piutang ke PT Mahata Aero Teknologi sebesar USD 233.134.000 pada 31 Desember 2018.
Hal tersebutlah menjadi sorotan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk.
Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk yang mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd menolak teken pencatatan laporan keuangan perseroan pada 2018.
Dua komisaris bersikap untuk tidak menandatangani laporan tahunan tersebut didasarkan alasan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan Nomor.CITILINK/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 yang diteken PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tertanggal 31 Oktober 2018 beserta perubahannya (perjanjian Mahata) dengan pendapatan perseroan dari Mahata sebesar USD 239.940.000 yang di antaranya USD 28.000.000 merupakan bagian hasil perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.
Dalam dokumen itu disebutkan pertimbangan hal itu tidak diakui dalam tahun buku 2018 dengan melihat pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 23 (PSAK 23). Yaitu tidak dapat diakuinya pendapatan tersebut karena hal ini bertentangan dengan PSAK 23 paragraf 28 dan 29 yang berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 28, pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lai yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen diakui dengan dasar yang dijelaskan di paragraph 28 jika (a) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas. (b) jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
Paragraf 29, royalti diakui dengan dasar akrual sesuai dengan subtansi perjanjian yang relevan.
Dalam lampiran PSAK 23 paragraf 20 lebih dijelaskan lagi dalam ilustrasi makna dari PSAK 23 paragraf 28 tersebut yaitu bahwa imbalan lisensi atau royalti akan diterima atau tidak diterima bergantung pada kejadian suatu peristiwa masa depan.
Dalam hal ini pendapatan hanya diakui jika terdapat kemungkinan besar bahwa imbalan atau royalti akan diterima. Keandalan dapat diterimanya pendapatan harus diukur dengan pendapatan tetap atau jaminan yang tidak dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan.
Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, tapi hingga tahun buku 2018 berakhir, bahkan hingga surat ini dibuat, tidak ada satu pembayaran pun yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meski pun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
Dalam perjanjian Mahata tidak tercantum term of payment yang jelas bahkan pada saat ini masih dinegosiasikan cara pembayarannya. Sampai saat ini tidak ada jaminan pembayaran yang tidak dapat ditarik kembali seperti bank garansi atau instrumen keuangan yang setara dari pihak Mahata kepada perseroan. Padahal bank garansi atau instrumen keuangan yang setara merupakan instrumen yang menunjukkan kapasitas Mahata sebagai perusahaan yang bankable.
Komisaris menilai kalau pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perseroan sebesar USD 239.940.000 merupakan jumlah signifikan. Apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perseroan akan alami kerugian sebesar USD 244.958.308.
"Adapun dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata maka perseroan membukukan laba sebesar USD 5.018.308," tulis Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, Komisaris Perseroan
Dampak dari dari pengakuan pendapatan tersebut, laporan keuangan perseroan tahun buku 2018 menimbulkan “misleading” atau menyesatkan yang material dampaknya dari sebelumnya membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba, terlebih perseroan adalah perusahaan publik atau terbuka.
Adanya potensi yang sangat besar untuk penyajian kembali laporan keuangan perseroan tahun buku 2018 yang dapat merusak kredibilitas perseroan.
Selain itu, pengakuan pendapatan ini menimbulkan kewajiban perpajakan perseroan baik PPh maupun PPN yang seharusnya belum waktunya. Hal ini dapat menimbulkan cashflow bagi perseroan.
Advertisement
Nilai Transaksi Mahata
Dalam keterbukaan informasi BEI pada 4 April 2019, PT Garuda Indonesia Tbk juga menyampaikan mengenai perjanjian kerja sama antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.
Transaksi kerja sama tersebut merupakan kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan pengelolaan layanan in-flight entertainment dan content management. Nilai transaksinya tersebut USD 172.940.000. Angka ini lebih rendah dari laporan keuangan yang disampaikan pada 31 Desember 2018 sebesar USD 239.940.000.
Dengan ada transaksi terhadap keuangan perseroan tersebut, dampaknya perseroan memperoleh biaya kompensansi penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas dalam penerbangan sebesar USD 92.940.000 dan hak pengelolaan in-flight entertainment sebesar USD 80.000.000.
Di samping itu, perseroan juga memperoleh pendapatan alokasi slot dari pesawat terhubung yaitu lima persen dari seluruh pendapatan iklan setiap tahun.
Perseroan juga memperoleh efisiensi biaya pengelolaan in-flight entertainment dengan rata-rata sebesar USD 10 juta setiap tahun yang meliputi biaya pembelian music, film, lisensi dan juga biaya integrasi.
Adapun total rencana nilai transaksi USD 172.940.000 berdasarkan laproan keuangan perseroan per 31 Desember 2018 yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar, dalam semua hal material, total ekuitas perseroan sebesar USD 860.746.969 sehingga persentase total rencana nilai transaksi terhadap total ekuitas perseroan 20,09 persen.
Oleh karena itu, total nilai transaksi tersebut tidak melebihi 50 persen dari total ekuitas perseroan per 31 Desember 2018.
Selain itu, kantor jasa penilai independen pun memberikan pendapat mengenai transaksi tersebut. Dalam transaksi itu, Kantor Jasa Penilai Iskandar dan Rekan memberikan pendapat kewajaran atas rencana transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan sebagaimana disajikan dalam laporan opini kewajaran Nomor 00385/2.118-00/06/0289/1/V/2019 tertanggal 2 April 2019 perihal laporan pendapat kewajaran rencana transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia (perusahaan terkendali PT Garuda Indonesia Tbk).
Berdasarkan analisa kewajaran atas rencana transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan, KJPP Iskandar dan Rekan berpendapat kalau hasil analisis atas nilai transaksi adalah nilai transaksi berupa penerimaan atas biaya kompensasi lebih rendah 0,79 persen dari nilai wajarnya masih dalam kisaran wajar, maka dapat disimpulkan adalah wajar.
Hasil analisis atas dampak keuangan dari transaksi yang akan dilakukan terhadap kepentingan perusahaan memberikan kesimpulan dengan dilakukannya transaksi perseroan akan memperoleh pendapatan serta akan meningkatkan profitabilitas, likuiditas dan solvabilitasnya dengan demikian sejalan dengan kepentingan perusahaan.
Hasil analis pertimbangan bisnis dari manajemen terkait dengan transaksi terhadap kepentingan pemegang saham untuk meningkatkan laba yang akan meningkatkan nilai saham perseroan, memberikan kesimpulan pertimbangan bisnis dari manajemen tersebut sejalan dengan kepentingan pemegang saham.
Berdasarkan dari hasil analis tersebut di atas, KJPP berpendapat transaksi adalah wajar bagi perseroan dan pemegang saham perseroan.