PBB: Banyak Warga Afghanistan Tewas oleh NATO daripada Serangan Taliban

PBB menyebut bahwa warga sipil Afghanistan lebih banyak tewas oleh serangan NATO, dibandingkan oleh Taliban.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 26 Apr 2019, 15:12 WIB
Tentara Afghanistan dalam perang melawan Taliban (AP/Rahmat Gaul)

Liputan6.com, Kabul - Menurut laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pemerintah Afghanistan dan pendukung internasionalnya --yang dipimpin NATO-- membunuh lebih banyak warga sipil dalam tiga bulan pertama 2019, dibandingkan Taliban dan kelompok pemberontak lainnya.

Temuan ini merupakan yang pertama kalinya sejak PBB mulai melacak korban sipil di Afghanistan selama lebih dari satu dekade lalu, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat (26/4/2019).

Operasi militer yang dipimpin NATO itu disebut bertanggung jawab atas 146 kematian sejak awal 2019, atau seperempat dari total keseluruhan korban tewas.

Hal itu sebagian besar disebabkan oleh serangan udara, di mana misi pasukan pemerintah Afghanistan memicu seperlima dari seluruh total kematian, yang mayoritas terjadi dalam operasi pencarian, lapor PBB.

Padahal selama bertahun-tahun sebelumnya, terlepas dari kematian dan cedera warga sipil yang disebabkann oleh kedua belah pihak, pemerintah Afghanistan dan sekutunya selalu berhasil menyamakan statistik PBB, bahwa pemberontak adalah pembunuh terbesar terhadap warga sipil di negara itu.

Sementara itu, utusan presiden AS untuk perdamaian Afghanistan, Zalmay Khalilzad, mengetwit bahwa ia "tertekan oleh laporan korban sipil" tersebut, tetapi tidak secara langsung membahas angka-angka PBB.

Khalilzad, yang ditugasi memperantarai kesepakatan dengan Taliban, menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan jatuhnya korban tewas adalah gencatan senjata.

"Kami sangat menyesalkan hilangnya nyawa tak berdosa selama operasi militer. Kami tidak pernah menargetkan orang yang tidak bersalah ... Sementara kami berusaha untuk mencegah korban, solusi nyata adalah gencatan senjata atau pengurangan kekerasan saat kami mengejar perdamaian abadi," twitnya.

 


Tuduhan Menggunakan Perisai Manusia

(ilustrasi) Tentara Afghanistan saat melaksanakan operasi militer melawan ISIS di Provinsi Nangarhar, Afghanistan pada 2016 (sumber: Sputnik News Agency)

Di lain pihak, pemerintahan Ashraf Ghani menyalahkan para pemberontak karena menyebabkan kematian dengan menggunakan perisai manusia.

"Alasan sebenarnya di balik jumlah korban sipil adalah para militan bersenjata yang menggunakan warga sipil sebagai perisai mereka, dan menggunakan rumah mereka sebagai medan pertempuran." kata pusat koordinasi informasi kepresidenan di Twitter, dan menambahkan tautan ke pernyataan dari dewan keamanan nasional setempat.

Secara keseluruhan 581 warga sipil tewas dan 1.192 terluka di Afghanistan antara Januari dan Maret lalu, turun hampir seperempat dari tahun sebelumnya, dan pada level terendah sejak 2013. Penurunan itu sebagian besar didorong oleh pengurangan serangan bunuh diri, kata PBB.

Musim dingin yang luar biasa keras mungkin berkontribusi pada pengurangan itu, dengan membuat serangan bunuh diri lebih menantang secara logistik, kata PBB.

Tidak jelas apakah pembicaraan damai yang sedang berlangsung, atau inisiatif apa pun untuk mengurangi kerusakan pada warga sipil, akan berdampak.


Mayoritas Berasal dari Serangan Udara

Pasukan keamanan Afghanistan berjibaku melawan serangan Taliban (AP/Mossoud Hossaini)

Korban jiwa dari serangan udara pro-pemerintah dan penggerebekan dalam upaya pencarian adalah yang tertinggi untuk setiap kuartal sejak PBB mulai menyimpan catatan, kata laporan itu.

Sebagian besar operasi pencarian yang menyebabkan korban jiwa dilakukan oleh satuan pasukan khusus dinas intelijen, atau pasukan Perlindungan Khost paramiliter, keduanya didukung oleh pasukan internasional.

"Unama (misi bantuan PBB di Afghanistan) menegaskan kembali keprihatinannya bahwa pasukan ini tampaknya bertindak tanpa kekebalan, di luar rantai komando pemerintah," kata laporan tersebut, seraya menyerukan unit Khost untuk dibubarkan atau dimasukkan ke dalam angkatan bersenjata.

Laporan itu juga merinci serangan terhadap situs-situs pendidikan dan perawatan kesehatan, yang dapat menambah kekhawatiran tentang arti perjanjian damai dengan Taliban bagi Afghanistan, khususnya hak-hak perempuan.

PBB mencatat 18 contoh di mana sekolah menjadi sasaran, mayoritas oleh Taliban atau pemberontak lainnya. Di antara yang paling serius adalah serangan terhadap sekolah anak perempuan di provinsi Farah utara, di mana turut membakar bangunan dan alat-alat belajar.

Ada juga puluhan serangan terhadap layanan kesehatan, di mana juga mayoritas dilakukan oleh Taliban.

Dalam enam insiden di Afghanisan timur, 88 klinik ditutup dan tiga personel medis diculik, meskipun mereka kemudian dibebaskan dan sebagian besar layanan kesehatan kembali dibuka.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya