Liputan6.com, Jayapura - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Papua Theodorus Kossay mengatakan, saat ini tercatat enam orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Papua yang meninggal pasca-pelaksanaan Pemilu Serentak 2019.
Selain enam orang meninggal dunia itu, tercatat tiga orang lainnya harus mendapat perawatan karena sakit.
Advertisement
Hal ini disampaikan Kossay, saat pembukaan rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Serentak tingkat Papua, di Jayapura, Sabtu (27/4/2019).
"Tragedi ini menjadi catatan tersendiri dalam pelaksanaan pemilu, sehingga perlu menjadi perhatian agar tidak terjadi lagi," kata Kossay seperti dilansir dari Antara.
Pada kesempatan itu, Kossay juga mengingatkan agar partai politik dan tim capres segera membuat dan melaporkan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK), karena bila hingga tanggal 2 Mei tidak dilaporkan maka hasil perolehan suaranya dapat didiskualifikasi.
"Tidak ada pengecualian karena bila tidak melaporkan LPPDK-nya maka akan didiskualifikasi," kata Kossay.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Korban Jiwa Terbanyak
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut terjadi peningkatan korban jiwa pada Pemilu Serentak 2019.
Korban jiwa yang dimaksud Titi adalah para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Jadi memang tahun ini, kalau saya bandingkan dengan 2004, 2009, dan 2014, 2019 adalah peristiwa di mana korban jiwa itu paling banyak," ungkap Titi di kantor Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Minggu 21 April 2019.
Titi meminta pemerintah segera mengevaluasi Pemilu 2019. Menurutnya, kasus meninggalnya petugas KPPS karena kelelahan saat proses penghitungan suara tidak boleh kembali terulang.
Titi pun menyayangkan tidak adanya asuransi yang diberikan untuk para petugas KPPS. Sebab, ia menganggap, beban kerja petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 lebih banyak.
"Menurut saya kepada para petugas yang mengalami, menjadi korban jiwa dan yang sakit atau pun luka karena kecelakaan kerja, harusnya negara memberi kompensasi yang sepadan. Saat ini mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan, kematian, atau pun ketenagakerjaan," tukas Titi.
Baca Juga
Advertisement