Liputan6.com, Palembang - Bukit Siguntang di Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat 1 Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), dipercaya sebagai salah satu jejak kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Namun Bukit Siguntang yang masih menyimpan banyak jejak petilasan kerajaan terbesar di Indonesia ini, terncam kehilangan nilai sejarahnya.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Farida Wargadalem mengungkapkan, nilai sejarah di Bukit Siguntang harus dipertahankan.
Meskipun di tengah gencaran modernisasi yang semakin masif. Terlebih Kota Palembang termasuk salah satu kota tertua di Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
“Jika ada orang di luar Sumsel yang ingin meneliti Bukit Siguntang, takutnya hanya mendapat kekecewaan. Karena bentuk (situs yang diteliti) sudah tidak asli lagi,” ujarnya, saat ditulis Minggu (29/4/2019).
Bukit Siguntang Palembang memang diakui dunia sebagai titik awal perkembangan Kerajaan Sriwijaya. Daerah ini diperkirakan sebagai tempat peribadatan dan taman. Saat ini ada beberapa makam yang dipercaya merupakan tempat peristirahatan terakhir keturunan Kerajaan Sriwijaya.
Dosen Sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang ini mengungkapkan, saat penggubahan bentuk Bukit Seguntang pada 2018, prosesnya tidak melibatkan para ahli dan sejarawan.
Sehingga terjadi pelanggaran berat terhadap sejarah, karena pemerintah membuat bangunan permanen di bawah bukit. Padahal meletakan ornamen tambahan, berdampak pada pengurangai nilai sejarah Bukit Seguntang.
“Ada banyak juga situs peninggalan sejarah lainnya yang turut terancam, bahkan beberapa diantaranya sudah hilang. Ini yang membuat Kota Palembang berstatus ‘merah’,”ungkapnya.
Dia menilai, perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel sejauh ini belum terlihat maksimal. Bahkan pemerintah daerah cenderung menggusur lokasi-lokasi bersejarah dengan alasan pembangunan.
Mempertahankan Sejarah Lokal
Keprihatinan tergerusnya jejak sejarah di Kota Palembang, dikarenakan gencarnya pembangunan dan kurangnya generasi muda peduli terhadap sejarah lokal.
“Ini bisa membuat Kota Palembang yang sudah berusia 1.336 Tahun akan kehilangan sejarahnya, jika dibiarkan begitu saja,” katanya.
Salah satu cara untuk mengantisipasi hilangnya jejak sejarah di Kota Palembang, yaitu edukasi langsung serta usaha bersama mempromosikan sejarah Kota Palembang. Serta tidak menambah atau mengurangi situs asli yang ditemukan.
Di mata dunia, Kota Palembang sudah diakui sebagai titik 0 bangsa melayu dunia. Diantaranya dengan banyaknya penemuan prasasti berbahasa melayu pada abad ke-7.
Farida mengklaim kalangan peneliti di Asia Tenggara sudah menyampaikan dukungan agar nilai sejarah di Kota Palembang tetap dijaga dan terus digali peninggalannya.
Advertisement