Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna akan memanggil manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) untuk menjelaskan kisruh laporan keuangan yang terjadi saat pengumuman kinerja beberapa waktu lalu. Pertemuan rencananya akan dilaksanakan pada Selasa 30 April, pukul 08.30 Wib di Kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
"Sampai saat ini mereka belum menyampaikan siapa saja dari mereka (yang hadir). Besok jam setengah sembilan. (Konfirm mau hadir?)konfirm, sama dari auditornya juga," ujar Nyoman saat ditemui di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Nyoman mengatakan, pertemuan nantinya akan lebih banyak membahas mengenai transaksi laporan keuangan secara keseluruhan. Untuk itu, dia meminta, pihak Garuda Indonesia membawa dokumen lengkap terkait hal tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Dalam artian kontraknya seperti apa, karena kalau dalam catatan laporan keuangan kami tidak sampai detail melihat perjanjiannya, yang perlu kami tahu adalah nature nya, dasarnya apa. Kami melihat kontrak," jelasnya.
"Kami harapkan besok mereka akan membawa kontrak atau perjanjiannya sehingga kami bisa tahu ini baground nya apa, nature transaksinya apa. Sehingga baru kami bisa hubungkan bagaimana pencatatan atau recognation atas revenue itu sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan) nya," sambungnya.
Nyoman menambahkan, perihal laporan keuangan sebenarnya merupakan tanggung jawab dari manajemen. Setelah melalui manajemen maka laporan keuangan akan diaudit oleh auditor, untuk memberi opini penyajian.
"Kami lihat kontraknya dulu, kami bisa diskusi dengan pihak direksinya karena laporan keuangan itu kan merepresentasikan manajemen. Manajemen yang bertanggung jawab untuk laporan keuangan, auditor punya kewajiban untuk melakukan, memastikan dan memberikan opini atas penyajiannya. Jadi dua sisi ini yang akan kami diskusikan besok," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Meneropong Laporan Keuangan Garuda Selama 5 Tahun Terakhir
Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menolak teken laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) periode 2018 sontak menarik perhatian publik. Dinilai ada kejanggalan dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk sehingga perseroan meraih laba pada 2018.
Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk tersebut Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang masing-masing merupakan wakil dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd bersama-sama selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen dari seluruh saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan. Dua komisaris keberatan dengan pencatatan laporan keuangan yang disampaikan dalam dokumen pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia Tbk.
Dua komisaris itu menilai, kalau perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan NO.CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 yang ditandatangani oleh PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan PT Citilink Indonesia tertanggal 31 Oktober 2018 beserta perubahannya (perjanjian Mahata) dengan pendapatan perseroan dari Mahata sebesar USD 239.940.000 di antaranya sebesar USD 28.000.000 merupakah bagian hasil Perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air, tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.
BACA JUGA
Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perseroan adalah sebesar USD 239.940.000 merupakan jumlah signifikan yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini, perseroan akan alami kerugian USD 244.958.308. Dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata, perseroan membukukan laba USD 5.018.308.
Dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) disebutkan, piutang lain-lain dari PT Mahata Aero Teknologi mencapai USD 233.134.000 pada 2018. Piutang ini diakui dalam pendapatan.
Mengutip laporan keuangan perseroan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 31 Oktober 2018, grup dan PT Mahata Aero Teknologi mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen. Terakhir diamenden II pada 26 Desember 2018 mengenai penyediaan layananan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten.
Mahata akan melakukan dan menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkoran, dan pemeliharaan termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti dan memperbaiki peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten.
Mahata menyetujui membayar biaya kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan untuk 50 pesawat A320, 20 pesawat A330, 73 pesawat Boeing 737-800 NG, dan 10 pesawat Boeing 777 sebesar USD 131.940.000 dan biaya kompensasi atas hak pengelolaan layanan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten untuk 18 pesawat A3330, 70 pesawat Beoing 737-800 NG, 1 pesawat Boeing 737 800 Max dan 10 pesawat Boeing 777 sebesar USD 80 juta kepada grup setelah diteken perjanjian kerja sama.
Secara substansial imbalan yang diterima atas penyerahan hak pemasangan dan hak pengelolaan tersebut di atas merupakan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan pemegang hak untuk mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi hak tidak memiliki sisa kewajiban untuk dilaksanakan
Pendapatan atas kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas kompensasi dan kompensansi hak pengelolaan layanan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten sebesar USD 211.940.000 diakui pada saat penyerahan hak kepada Mahata pada 2018.
Grup akan evaluasi setiap dua bulan pelaksanaan perjanjian kerja sama. Jika hasil evaluasi menunjukkan perjanjian kerja sama tidak menguntungkan grup. Dalam hal ini Mahata tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Adapun perjanjian kerja sama ini berlaku selama 15 tahun. Saat ini, pola alokasi slot untuk tahun ke-11 sampai dengan tahun ke-15 belum ditentukan.
Adanya perjanjian tersebut mendorong pendapatan lain-lain perseroan naik 19,85 persen menjadi USD 567,93 juta pada 2018.
Di pendapatan lain-lain tercatat pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralayan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten senilai USD 239,94 juta pada 2018 dari yang sebelumnya pada 2017 tidak ada. Nah, PT Mahata Aero Teknologi baru bayar sekitar USD 6,8 juta sehingga piutang-piutang lain baru tercatat USD 233,13 juta pada 2018.
Dalam keterbukaan informasi BEI pada 4 April 2019, transaksi dengan Mahata sebesar USD 172,94 juta. Angka ini lebih rendah dari sebelumnya pada laporan keuangan perseroan 2018 USD 239 juta. Hal itu setelah ada laporan penilaian independen dari Kantor Jasa Penilai Iskandar dan Rekan.
Hasil analisis atas nilai transaksi adalah nilai transaksi berupa penerimaan atas biaya kompensasi lebih rendah 0,79 persen dari nilai wajarnya masih dalam kisaran wajar, maka dapat disimpulkan nilai transaksi adalah wajar.
PT Garuda Indonesia Tbk mencetak laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk USD 809.846 pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya rugi USD 216,58 juta.
Perolehan laba itu terjadi di tengah pendapatan usaha hanya naik tipis 4,68 persen menjadi USD 4,37 miliar dibandingkan periode 2017 sebesar USD 4,17 miliar. Pada pendapatan usaha 2017, perseroan mampu mencatatkan kenaikan pendapatan 8,11 persen menjadi USD 4,17 miliar.
Pendapatan hanya naik tipis itu didorong penerbangan tidak berjadwal yaitu dari haji dan charter turun 11,48 persen menjadi USD 266,86 juta pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 301,49 juta. Padahal pada 2017, penerbangan tidak berjadwal ini mampu tumbuh 56,91 persen.
Tak hanya itu, total beban usaha perseroan juga lebih besar dari pendapatan usaha. Tercatat beban usaha perseroan naik sekitar 8,05 persen dari USD 4,23 miliar pada 2017 menjadi USD 4,57 miliar pada 2018.
Advertisement
Kinerja Garuda Selama 5 Tahun Terakhir
Lalu bagaimana kinerja PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sepanjang lima tahun terakhir?
Mengutip dari laporan keuangan yang disampaikan di BEI, kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) bervariasi selama lima tahun terakhir dari periode 2014-2018.
Adapun laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk diaudit oleh akuntan publik Deloitte Satrio Bing Eny dan rekan sejak 2014 hingga 2017. Sedangkan 2018, laporan keuangan perseroan diaudit oleh Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan.
Tercatat PT Garuda Indonesia Tbk rugi sebanyak dua kali pada 2014 dan 2017 dengan masing-masing angka kerugian USD 370,04 juta dan USD 216,58 juta.
Perseroan mencatatkan untung pada 2015 sebesar USD 76,48 juta. Laba perseroan anjlok 89,9 persen menjadi USD 8,06 juta pada 2016 dari sebelumnya untung.
Hal ini dipicu pendapatan usaha perseroan hanya naik tipis 1,28 persen dari USD 3,81 miliar pada 2015 menjadi USD 3,86 miliar pada 2016. Pendapatan usaha tumbuh terbatas lantaran penerbangan tidak berjadwal dari haji dan charter merosot 26,63 persen menjadi USD 192,14 juta pada 2016 dari periode sama tahun sebelumnya USD 261,89 juta.
Kemudian perseroan alami rugi mencaoai USD 216,58 juta pada 2017. Hal itu dipicu beban usaha naik 11,63 persen pada 2017 menjadi USD 4,23 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,79 miliar.
Pada 2018, perseroan membukukan laba USD 809.846 pada 2018 setelah alami kerugian pada 2017. Hal itu juga ditopang kenaikan pendapatan menjadi USD 4,37 miliar pada 2018 dari periode sama tahun sebelumnya USD 4,17 miliar.
Adapun beban usaha perseroan terbesar pada 2018 mencapai USD 4,57 miliar. Sedangkan beban usaha kecil di antara beban usaha 2014-2018 yaitu pada 2015 sebesar USD 3,73 miliar.
Berikut kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk dalam lima tahun terakhir 2014-2018:
Laba yang Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk:
2014: Rugi (USD 370.045.839)
2015: USD 76.480.236
2016: USD 8.069.365
2017: Rugi (USD 216.582.416)
2018: USD 809.846
Pendapatan Usaha:
2014: USD 3.933.530.272
2015: USD 3.814.989745
2016: USD 3.863.921.565
2017: USD 4.177.325.785
2018: USD 4.373.177.070