Ibu Kota Pindah, RI Bakal Kebanjiran Investasi

Perpindahan ibu kota berpotensi jadi stimulan investasi dalam skala sangat besar

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Apr 2019, 15:58 WIB
Kepala BKPM Thomas Lembong (Dok Foto: Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemindahan ibu kota kembali muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan persetujuannya. Lalu bagaimana dampak kabar pemindahan ibu kota terhadap minat investor ?

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong menyebut kabar tersebut dapat menjadi angin segar dan membawa sentimen positif bagi para investor jika sudah terealisasi.

"Jadi dari sisi upaya investasi kita sambut sangat baik, sangat positif andai kata perpindahan ibu kota bisa benar-benar dijalankan," kata dia d kantornya, Selasa (30/4/2019).

Dia menjelaskan, estimasi anggaran pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 466 triliun atau setara USD 33 miliar dapat menjadi kesempatan bagi para investor. Sebab dana pemindahan tersebut dapat diperoleh dan dipenuhi dari berbagai skema pembiayaan, tidak hanya mengandalkan APBN.

Sumber pendanaan pemindahan ibu kota bisa didapat melalui skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), BUMN, dan swasta murni. Hal tersebut tentu akan dipandang sebagai kesempatan emas bagi para investor.

"Perpindahan ibu kota tentu berpotensi jadi stimulan investasi dalam skala sangat besar. Jadi kalau wacananya proyek USD 33 miliar atau lebih dari Rp 400 triliun tentu jumlah investasi yang sangat besar," ujarnya.

Kendati demikian, tidak hanya dampak positif yang dapat timbul dari pemindahan ibu kota. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai terutama dalam mendorong dunia investasi di ibu kota yang baru.

Dia menyebutkan, di ibu kota yang baru harus betul-betul dikembangkan benar-benar mengikuti perkembangan zaman sesuai kebutuhan abad 21 supaya menarik di mata investor.

"Tapi tentunya hidup di abad 21 sangat beda dengan abad 20. Jadi kalau bangun ibu kota baru visioner dan langsung loncat ke industri 4.0, teknologi-teknologi tercanggih," ujarnya.

Misalnya, dia menyebutkan contoh di beberapa negara yang dapat diadopsi mengenai kemajuan teknologinya. Di negara lain, saat ini ada yang sudah menerapkan angkutan kargo dengan menggunakan drone. Kemudian desain kota harus dibuat modern dan canggih, dilengkapi kendaraan otonom alias tanpa pengemudi, dan sistem transportasinya berbasis listrik bukan BBM.

"Hal-hal seperti itu akan lebih baik untuk investasi dengan produktivitas tinggi. Tentu harapan saya langsung bangun infrastruktur abad 21," tutupnya.

 

Sumber: Yayu Agustini Rahayu Achmud

Reporter: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jokowi Setuju Ibu Kota Dipindahkan ke Luar Pulau Jawa

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (8/1). Ratas itu membahas pengelolaan transportasi di Jabodetabek. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Ini disampaikan Jokowi saat menanggapi laporan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengenai tiga lokasi alternatif ibu kota baru Indonesia.

Bambang dalam laporannya menyebut tiga lokasi alternatif tersebut yakni pertama tetap di Jakarta, kedua di sekitar Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Ketiga di luar Pulau Jawa.

"Kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak," ucap Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019).

Jokowi memiliki pertimbangan tersendiri sehingga menolak ibu kota tetap di Jakarta atau dipindahkan di sekitar Pulau Jawa. Jakarta atau Pulau Jawa disebut sebagai kawasan rawan macet dan banjir.

"Ada pencemaran yang berat juga. Ini di Pulau Jawa, sungai-sungai di Pulau Jawa merupakan 10 sungai yang paling tercemar di dunia," ujarnya.

Selain itu, degradasi sosial di Jakarta atau Pulau Jawa semakin tajam. Sementara lahan di Pulau Jawa semakin sempit akibat peralihan fungsi.

"Dan informasi yang saya terima, sebanyak 40 ribu hektare lahan yang sangat produktif beralih fungsi di Jawa, setiap tahunnya. Dari sawah ke properti," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.


Pemindahan Ibu Kota Bisa Selesai 5-10 Tahun

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Banggar DPR, Jakarta, Selasa (4/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Demi pemerataan ekonomi dan penyelesaian masalah di berbagai aspek, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui keputusan untuk ibu kota pindah ke luar pulau Jawa.

Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan, pemindahan ibu kota dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, mulai dari kepadatan penduduk hingga lingkungan.

Jika nanti terealisasi, pemindahan ibu kota bisa diselesaikan dalam dua target waktu, yaitu 5 atau 10 tahun.

"Perbedaannya, kalau 5 tahun ingin selesai tentu aktivitas dan pekerjaan akan lebih besar, begitu pula biayanya," ungkap Bambang di Gedung Bappenas, Selasa (30/4/2019).

Dengan kata lain, pemindahan ibu kota akan lebih lama (10 tahun) jika aktivitas, pekerjaan dan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit.

Sementara, pembiayaan pemindahan ibu kota negara didasarkan pada skema pemindahan yang akan digunakan. Ada 2 skema yang diusulkan Bappenas, yaitu rightsizing ASN dan non-rightsizing.

Rightsizing adalah upaya pemangkasan staf disortir dari kepentingan jabatannya. Jika tidak dibutuhkan, jabatan bisa dihilangkan. Bila skema ini diterapkan, diperkirakan butuh biaya Rp 323 triliun untuk seluruh proses pemindahan.

Sedangkan jika tidak diterapkan, biayanya akan jauh lebih besar, yaitu Rp 466 triliun. Sumber dana rencananya diambil dari APBN, penugasan BUMN, perusahaan swasta dan skema KPBU.


Pemindahan Ibu Kota Direncanakan Sejak Tahun Lalu

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono melakukan kunjungan ke lokasi pembangunan jalan baru di Bali yaitu ruas jalan Mengwitani-Singaraja. (Dok Kementerian PUPR)

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta telah diinisiasi pemerintah sejak satu tahun lalu.

"Jadi ini bukan ujug-ujug. ini direncanakan setahun yang lalu. Cuma kita silent saja untuk persiapan-persiapan," ujar Basuki di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (30/4/2019).

Dalam hal ini, ia menyampaikan, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro ditugaskan sebagai pihak pengkaji, sementara Menteri PUPR diberi wewenangan selaku perancang desain.

Adapun wacana pemindahan ibu kota ini pertama kali disuarakan pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden pada Senin kemarin. Berdasarkan hasil kajian Bappenas, ada tiga opsi penentuan lokasi ibu kota baru.

"Pertama, tetap berada di Jakarta. Misalnya di kawasan Monas yang harus dijadikan government area. Kedua, di sekitar Jakarta dengan jarak 60 km. Ketiga di luar jawa. Kemarin pada saat ratas pak Presiden (Jokowi) memutuskan di luar Jawa," terangnya.

"Ini akan dikaji terus untuk nanti dibahas pada ratas-ratas selanjutnya untuk lalu difinalkan," dia menambahkan.

Dia pun menyatakan, pemerintah masih belum menentukan titik pasti di mana lokasi ibu kota baru tersebut. "Nah, itu yang belum ada," pungkas Basuki.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya