Ibu Kota 3 Negara ASEAN Ini Sudah Pindah Sejak Lama, Bisa Dicontoh Indonesia?

Siapa sangka, ternyata ibu kota tiga negara tetangga di wilayah ASEAN ini sudah berpindah sejak lama.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 30 Apr 2019, 16:34 WIB
Presiden Joko Widodo bersiap menemui Sekjen ASEAN Dato Paduka Lim Jock Hoi dari Brunei Darussalam beserta Delegasi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (23/3). Pertemuan membahas pembangunan gedung baru sekretariat ASEAN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini gagasan untuk memindah ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta kembali mengemuka. Bahkan, hal itu turut disinggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam unggahan terbarunya di Instagram.

Jokowi menjelaskan bahwa pemindahan ibu kota bukan tentang simbolis semata, melainkan ada faktor ekonomi. Jakarta dinilai tak bisa memikul fungsi pusat pemerintah, pelayanan publik, dan bisnis.

Wacana pemindahan ini terkait kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan. Dia mencontohkan negara lain, seperti Kazakhstan dan Malaysia, bisa menjadi contoh perpindahan ibu kota.

Rencana pemindahan ibu kota Indonesia sejatinya telah dibahas sejak pemerintahan presiden pertama, Ir Soekarno. Hanya saja terdapat kendala yang menyebabkan hal itu tak bisa terwujudkan.

Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, juga sempat mengangkat isu ini. Kini, Presiden Jokowi menyebut dirinya juga mulai mempertimbangkan aspek biaya serta geopolitik.

Jika Indonesia baru kembali memunculkan wacana pemindahan ibu kota, beberapa negara tetangga di Asia Tenggara telah berhasil memindahkan pusat pemerintahannya.

Berikut adalah kisah tiga negara Asia Tenggara yang berhasil memindahkan ibu kota, sebagaimana dihimpun oleh Liputan6.com dari berbagai sumber.


1. Filipina: Quezon City ke Manila

Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)

Ketika merdeka pada 1948, pemerintah awal Filipina mendeklarasikan Quezon City sebagai ibu kota pemerintahan. Kota ini dipilih karena pernah diokupansi oleh kolonial Spanyol selama lebih dari satu abad sebelumnya.

Quezon City diambil dari nama mendiang Presiden Persemakmuran Filipina, Manuel L Quezon, yang memimpin dari tahun 1935 hingga 1944. Kota ini juga menjadi wilayah kosmopolitan terluas di Filipina.

Baru pada tahun 1976, ketika berada di bawah pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos, ibu kota Filipina dipindahkan ke Manila, sebuah wilayah teluk di barat daya Quezon City. Kebijakan itu tertuang dalam Dekrit Presiden nomor 940, yang mendorong proses pemindahan selama hampir tiga tahun.

Kini, Quezon City dan Manila berada di dalam satu area megapolitan berjuluk Metro Manila, yang juga mencakup 14 kota lainnya, termasuk pusat finansial Makati.


2. Malaysia: Kuala Lumpur ke Putrajaya

Bendera Malaysia (iStockphoto via Google Images)

Kuala Lumpur yang semakin padat dari tahun ke tahun, membuat pemerintah Malaysia memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan sejauh 15 mil (sekitar 24 kilometer) ke arah barat pusat kota.

Ide tersebut dicetuskan oleh Mahathir Mohammad saat menjabat sebagai perdana menteri pada dekade 1990-an. Digagas bertepatan dengan krisis moneter yang melumpuhkan Asia pada 1997, proyek ambisius itu terus berjalan hingga resmi dioperasikan, dua tahun setelahnya.

Ibu kota baru Malaysia itu bernama Putra Jaya, yang dirancang secara futuristik, mulai dari konsep tata kota, sistem transportasi, hingga deretan bangunan pemerintahannya.

Berdekatan dengannya adalah Cyberjaya, yakni sebuah kota kecil yang didesain sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, dan digadang-gadang menjadi Lembah Silikon-nya Asia Tenggara.


3. Myanmar: Yangon ke Naypyidaw

Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi menyampaikan pidato nasional terkait Rohingya di Naypyidaw (19/9). Dalam pidatonya, ia menjelaskan bahwa Pemerintah Myanmar tidak lari dari tanggung jawab. (AFP Photo/Ye Aung Thu)

Yangon, juga disebut Rangoon, adalah ibu kota Myanmar sejak kemerdekaannya pada 1948. Namun, pada 2006, pemerintah secara resmi mengumumkan pemindahan pusat pemerintahan ke Nay Pyi Taw, atau Naypyidaw dalam ejaan Latin.

Dalam bahasa setempat, Naypyidaw berarti "Tempat Tinggal Para Raja". Kota ini terletak sekitar 20 mil (setara 32,1 kilometer) sebelah barat kota Pyinmana, yang dikenal sebagai salah satu tingkat malaria tertinggi di negara itu.

Menurut jurnalis Joshua Hammer dalam artikelnya di The New Yorker, Naypyidaw dijangkau sekitar lima jam berkendara ke utara Yangon.

"Ini adalah kota metropolitan dengan jalan-jalan lebar yang kosong, berbagai bangunan megah, dan lapangan golf indah bagi para elite politik lokal beranjang sana," tulisnya.

"Pembangunannya masih berlanjut hingga sekarang, yang dimulai pada 2002 secara diam-diam," lanjut Hammer.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya