Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa. Jokowi menyebut ada tiga kandidat lokasi calon ibu kota, yaitu Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
"Bisa di Sumatera tapi kok nanti yang timur jauh. Di Sulawesi agak tengah tapi di barat juga kurang. Di Kalimantan kok di tengah-tengah. Kira-kira itu lah," ucap Jokowi pada selasa kemarin.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengakui pemerintah belum memutuskan satu dari tiga kandidat ibu kota tersebut. Jokowi mengatakan, perlu kajian mendalam mengenai dampak positif maupun negatif dari pemindahan ibu kota tersebut.
"Kita harus cek dong secara detail. Meskipun tiga tahun ini kita bekerja ke sana bagaimana mengenai lingkungan, daya dukung lingkungan, air seperti apa, mengenai kebencanaan banjir, gempa bumi seperti apa," ujar Jokowi.
Pemindahan ibu kota bukan tentang simbolis semata, melainkan ada faktor ekonomi. Jakarta dinilai tak bisa memikul fungsi pusat pemerintah, pelayanan publik, dan bisnis.
Wacana pemindahan ini terkait kemajuan ekonomi Indonesia di masa depan. Negara lain seperti Kazakhstan dan Malaysia turut menjadi contoh perpindahan ibu kota.
Baca Juga
Advertisement
"Pembahasan ini tidak hanya mempertimbangkan manfaat jangka pendek semata, namun, terutama kebutuhan dan kepentingan negara dalam perjalanan menuju negara maju," ujar dia.
Jokowi bercerita, Presiden Soekarno sebetulnya pernah mewacanakan pemindahan ibu kota Indonesia. Hanya saja terdapat kendala yang menyebabkan hal itu tak bisa terwujudkan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun juga sempat mengangkat isu ini. Kini, Presiden Jokowi menyebut dirinya juga mulai mempertimbangkan aspek biaya serta geopolitik.
"Pemindahan ibu kota adalah sebuah proses yang tidak singkat dan berbiaya besar. Di antaranya mengenai pemilihan lokasi yang tepat, pertimbangan aspek geopolitik, geostrategis, serta kesiapan infrastruktur pendukung," ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, alasan rasional pemindahan ibu kota ini adalah demi pemerataan ekonomi.
"Pertama, pulau Jawa menanggung hampir 50 persen ekonomi Indonesia. Kedua, mendorong pemerataan ekonomi ke Indonesia bagian timur," ujar Bambang.
Bagaimanapun, menurut Bambang, pulau Jawa masih terlalu dominan untuk perekonomian Indonesia. Pemindahan ibu kota juga dilakukan untuk mengubah mindset agar Indonesiasentris.
Selain itu, nantinya ibu kota baru akan dicanangkan dapat merepresentasikan identitas bangsa, meningkatkan pengelolaan pemerintahan yang efektif dan efektif serta menerapkan ibu kota yang smart, green dan beautiful city.
Bambang menjelaskan, jika memang pemindahan ibu kota jadi dilakukan, paling cepat akan dilaksanakan pada 2020 dan bisa diselesaikan dalam dua target waktu, yaitu 5 atau 10 tahun.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menambahkan, ada banyak pertimbangan kenapa ibu kota harus dipindahkan dari Jakarta. Salah satunya terkait faktor daya dukung.
"Banyak sekali, jadi itu salah satunya daya dukung Jakarta. Bukan hanya kemacetan atau banjir, enggak, tapi daya dukungnya sendiri," ungkap dia.
Kemudian, faktor persebaran penduduk juga turut menjadi salah satu pertimbangan utama. "Penduduk di Jawa ini kan 57 persen (dari total penduduk Indonesia), di Sumatera 21 persen. Jadi untuk penyebaran juga," sambungnya.
Faktor berikutnya, yakni pemerataan pembangunan di Nusantara. Dia menyatakan, berpindahnya ibu kota akan membantu pembangunan infrastruktur di wilayah lain yang kini tengah diusung pemerintah.
Menteri Basuki menyebutkan, pemerintah akan memproyeksikan untuk membangun kota mandiri baru untuk dijadikan ibu kota, bukan memindahkannya. "Iya, buat kota baru," tandasnya.
Basuki juga mengatakan bahwa ibu kota baru setidaknya harus memiliki akses ke pantai. Keputusan ini diambil demi memperkuat citra Indonesia sebagai sebuah negara maritim.
Anggaran Besar
Bambang mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40 ribu hektare di luar Pulau Jawa mencapai Rp 466 triliun.
"Kita mencoba membuat estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario satu diperkirakan sekali lagi akan membutuhkan biaya Rp 466 triliun atau USD 33 miliar, " kata Bambang.
Luas lahan 40 ribu hektare dibutuhkan jika jumlah penduduk mencapai 1,5 juta jiwa yang terdiri dari seluruh aparatur sipil negara yang bekerja di kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif serta pelaku ekonomi dan anggota TNI dan Polri turut migrasi ke ibu kota baru.
"Dengan penduduk 1,5 juta di mana pemerintahan akan membutuhkan 5 persen lahan, ekonomi 15 persen, sirkulasi infrastruktur 20 persen, permukiman 40 persen dan ruang terbuka hijau 20 persen. Diperkirakan dibutuhkan lahan minimal 40 ribu hektare untuk membuat ibu kota baru, itu skenario yang pertama," jelas Bambang.
Sementara untuk skenario kedua dengan keperluan luas lahan yang lebih kecil, yakni 30 ribu hektare, dikalkulasi membutuhkan biaya Rp 323 triliun atau USD 23 miliar.
Untuk skenario kedua, jumlah orang yang bermigrasi yakni 870 ribu jiwa terdiri dari aparatur sipil negara kementerian dan lembaga, tingkat legislatif dan yudikatif, aparat TNI dan Polri, dan pelaku ekonomi.
Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam proses pemindahan ibu kota negara akan diminimalkan.
Menurut Bambang, APBN hanya akan dipakai untuk membiayai infrastruktur dasar yang proyeknya tidak bisa dikerjakan swasta atau pihak lainnya.
"Dari segi pembiayaan, kita tidak akan menggunakan APBN. Kalaupun pakai, akan diminimalkan jumlahnya untuk membiayai infrastruktur dasar," ungkapnya.
Tidak hanya mengandalkan APBN, biaya pemindahan ibu kota negara juga akan bersumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan swasta dan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Untuk rencana anggaran sendiri akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah ada keputusan dari Presiden. Bambang menyatakan, proses pemindahan ibu kota tentu harus melewati proses politik dan perlu disiapkan undang-undang khusus.
Untuk penentuan lokasi masih harus melewati rapat-rapat koordinasi. Saat ini, pemaparan kajian baru dilakukan oleh Bappenas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran pemindahan ibu kota masih menunggu kajian pasti dari Bappenas dan Kementerian PUPR. Hal ini untuk memastikan anggaran yang dikeluarkan tidak jauh berbeda dengan negara lain yang melakukan pemindahan ibu kota.
"Isu tersebut kita akan lihat dulu karena perencanannya secara matang kan belum. Sementara untuk undang-undang APBN 2020 kan sekarang ini sedang direncanakan. Jadi nanti kita lihat Bappenas, Menteri PUPR sudah melihat dari pengalaman negara lain di dunia, ada modus-modus atau cara-cara di dalam pembiayaan yang berbeda," ujarnya Selasa kemarin.
"Jadi untuk saat ini kita akan menunggu sampai perncanaan itu matang, dan kalo perencanaan itu matang berarti estimasi dari anggarannya akan jauh lebih akurat, baru kita pikirkan bagaimana teknis untuk pembiayaannya," sambungnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, perancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 masih akan tetap berjalan pada Mei mendatang. Walaupun saat ini belum dapat dipastikan apakah anggaran pemindahan Ibu Kota akan dimasukkan ke dalam postur tersebut.
"Secara siklus APBN 2020 harus sudah kita siapkan dan bulan Mei nanti juga sudah mulai akan membahas awal dgn DPR terkait rancangan APBN 2020," tandasnya.
Advertisement
Bagaimana Nasib Jakarta?
Bambang melanjutkan, meskipun ibu kota berpindah, Jakarta tetap harus dibangun karena Indonesia butuh urbanisasi. Urbanisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
"Kami akan tetap dukung apa yang sudah dibangun di Jakarta. Kami pindahkan ibu kota bukan buat menyaingi Jakarta, kok. Lihat contoh Washington DC, apakah DC menyaingi New York? Pusat bisnis tersibuk, kan, tetap New York. Karena DC tidak didesain jadi seramai New York. Jadi, Jakarta tetap akan dikembangkan," ungkap dia.
Tiap 1 persen urbanisasi, lanjut Bambang, akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dunia rata-rata sebesar 3 persen. Namun di Indonesia, imbas tiap 1 persen urbanisasi hanya memberi kontribusi 1,4 persen pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini lantaran masih buruknya layanan dasar dan infrastruktur perkotaan.
Sementara, pemindahan ibu kota negara dirancang untuk fokus membangun ekosistem pemerintahan serta beberapa bisnis pendukung. Ini dilakukan demi mencapai pemerataan ekonomi dan pembangunan yang Indonesia-sentris.
Hal senada juga diungkapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut Anies, pembangunan di DKI Jakarta yang telah direncanakan akan tetap berjalan. Rencana pemindahan ibu kota pemerintahan, lanjutnya, tidak akan mempengaruhi kebijakan pembangunan DKI Jakarta.
"Karena PR-PR nya, masalah daya dukung lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, soal pengelolaan udara, pengelolaan limbah, transportasi masih menjadi PR yang harus diselesaikan," jelas Anies.
Menteri Basuki pun juga mengatakan hal yang sama. Ia mengatakan proyek pembangunan di DKI Jakarta akan terus berlanjut.
"Tadi kita sampaikan juga, kita sedang ingin membangun Jakarta Rp 571 triliun. Ya itu tetap, karena Jakarta tidak akan ditinggal sepi, akan tetap jadi pusat perdagangan," ujar Basuki.
Jangan Cuma Rencana
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pemindahan ibu kota negara memang sudah semestinya dilakukan. Alasannya, Jakarta yang saat ini menjadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis sudah menanggung beban yang berat. Jakarta merupakan kota yang multifungsi.
"Pemindahan ibu kota semestinya sudah lama dilakukan. Karena tak kunjung dilakukan akhirnya berdampak buruk pada daya dukung lingkungan dan daya saing ekonomi. Ada banjir, ada macet dan lainnya," kata Faisal kepada Liputan6.com.
Pemerintah dinilainya terlambat untuk memindahkan ibu Kota negara ke luar Pulau Jawa.
Faisal melanjutkan, jika memang pemerintah benar-benar ingin memindahkan ibu kota maka perlu digodok lebih matang agar tidak hanya menjadi rencana basi lagi. Dibutuhkan keseriusan dan kekuatan politik untuk merealisasikannya.
"Tapi kalau ditunda lagi akan semakin terlambat," tuturnya.
Hal yang perlu diperhitungkan dengan matang dalam pemindahan ibu kota dari Jawa ke luar Jawa adalah proses dan tahapan pemindahan, begitu juga lokasi calon ibu kota baru. "Begitu juga dengan rencana pembiayaannya," tambahnya.
Menurut Faisal, dengan perencanaan yang matang termasuk proses pentahapannya, akan menekan belanja semaksimal mungkin. Jika terealisasi, rencana ini akan membuat investasi berdatangan di ibu kota baru.
Pengamat tata kota Nirwono Yoga menilai, pemindahan ibu kota membutuhkan biaya yang tak sedikit. Tak hanya itu, proses membangun peradaban pun memerlukan waktu yang panjang.
Yoga menjelaskan, daripada memindahkan ibu kota ke luar Jawa, pemerintah sebaiknya menciptakan pusat-pusat perekonomian lain di luar Pulau Jawa. Hal tersebut guna membangun pusat pertumbuhan ekonomi yang tersebar merata di seluruh Indonesia.
"Saya dengar anggaranya itu sekitar Rp 300 triliun-Rp 400 triliun. Ini kan justru bisa dianggarkan untuk memperbaiki Jakarta atau pun pulau-pulau lain di luar Jawa," terangnya kepada Liputan6.com.
Dia menilai, pemerintah harus menjalankan proses politik yang sangat matang guna merealisasikan rencana pemindahan Ibu Kota tersebut.
Komitmen pemerintah soal pemindahan ibu kota pun harus dipastikan dapat berjalan berkesinambungan (sustain).
"Kan tidak tahu juga apakah ketika Presidenya ganti, kemudian kebijakanya akan tetap terus berjalan. Perlu ada kepastian jika ada perubahan kepengurusan maka kebijakan juga bisa on going," ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan bahwa kota di Kalimantan menjadi lokasi yang cocok jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) benar-benar menginisiasi rencana pemindahan ibu kota.
Ali menjelaskan ada beberapa alasan yang membuat kota di Kalimantan cocok sebagai lokasi ibu kota baru.
Indonesia akan memiliki kota pemerintahan dan kota bisnis yang terpisah seperti Amerika Serikat (AS) dan China apabila ibu kota negara jadi berpindah. Namun, ia menyoroti biaya yang harus dikeluarkan jika pemerintah hendak berpindah rumah.
"Jakarta pasti tetap sebagai kota bisnis. Yang harus dipikirkan masalah biaya yang sangat tinggi dan pembentukannya harus terencana dengan baik. Jangan seperti Jonggol yang berhenti di tengah jalan," ungkapnya kepada Liputan6.com.
Secara perhitungan, ia melanjutkan, Kalimantan menjadi tempat yang cukup realistis untuk ditempati pemerintah di luar Jakarta. Berbagai indikator seperti faktor geografis jadi pertimbangan.
"Kalimantan dari geografis cukup bagus karena ada di tengah-tengah (Indonesia) sekaligus untuk pemerataan di kawasan timur. Kondisinya juga tidak rawan gempa karena tidak dilalui patahan," jelas dia.
Ali pun berpendapat, jika Pemerintah RI benar ingin menggeser ibu kota ke luar Jawa, pembangunan kota mandiri baru atau pengembangan kota kecil bisa jadi pilihan terbaik.
"Kota Mandiri baru, itu lebih bisa terencana dengan baik. Atau minimal kota kecil yang masih memiliki potensi besar untuk dimekarkan," tutur dia.
Advertisement
Banjir Investasi
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong menyebut bahwa pemindahan ibu kota dapat menjadi angin segar dan membawa sentimen positif bagi para investor jika sudah terealisasi.
"Jadi dari sisi upaya investasi kita sambut sangat baik, sangat positif andai kata perpindahan ibu kota bisa benar-benar dijalankan," kata dia.
Estimasi anggaran pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 466 triliun atau setara USD 33 miliar dapat menjadi kesempatan bagi para investor. Sebab dana pemindahan tersebut dapat diperoleh dan dipenuhi dari berbagai skema pembiayaan, tidak hanya mengandalkan APBN.
Sumber pendanaan pemindahan ibu kota bisa didapat melalui skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU), BUMN, dan swasta murni. Hal tersebut tentu akan dipandang sebagai kesempatan emas bagi para investor.
"Perpindahan ibu kota tentu berpotensi jadi stimulan investasi dalam skala sangat besar. Jadi kalau wacananya proyek USD 33 miliar atau lebih dari Rp 400 triliun tentu jumlah investasi yang sangat besar," ujarnya.
Kendati demikian, tidak hanya dampak positif yang dapat timbul dari pemindahan ibu kota. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai terutama dalam mendorong dunia investasi di ibu kota yang baru.
Dia menyebutkan, di ibu kota yang baru harus betul-betul dikembangkan benar-benar mengikuti perkembangan zaman sesuai kebutuhan abad 21 supaya menarik di mata investor.
"Tapi tentunya hidup di abad 21 sangat beda dengan abad 20. Jadi kalau bangun ibu kota baru visioner dan langsung loncat ke industri 4.0, teknologi-teknologi tercanggih," ujarnya.
Perhatian Dunia
Kabar pemindahan ibu kota tidak hanya menjadi sorotan nasional, namun juga meraih atensi luas dari berbagai publikasi global.
Kantor berita internasional terkemuka yang berbasis di Qatar, Al Jazeera, menuliskan berita bahwa Presiden Jokowi telah memutuskan pada pertemuan Kabinet khusus untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa yang telah padat penduduknya.
Artikel tersebut juga menyebut bahwa rencana pemindahan ibu kota Indonesia telah dicanangkan sejak pemerintahan Bapak Bangsa Ir Soekarno.
"Rencana ini tidak pernah diputuskan atau didiskusikan dalam pembicaraan yang lebih matang," tulis artikel itu mengutip pernyataan Jokowi.
Berita senada juga diturunkan oleh CNN, yang menyebut Jakarta terancam tenggelam karena kelebihan beban. Kantor berita yang berpusat di Atlanta, Amerika Serikat (AS) itu menyertakan informasi mengenai peningkatan jumlah penduduk, yang kini telah mencapai angka 30 juta di seluruh wilayah Jabodetabek.
DPR Mendukung
DPR menyambut baik keputusan Presiden Jokowi yang menyetujui rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. Anggaran yang dimiliki pemerintah juga dinilai cukup untuk merealisasikan rencana tersebut.
Anggota Komisi XI, Misbakhun mengatakan, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta sangat baik untuk menerapkan penyebaran pembangunan di Indonesia. Selama ini pembangunan hanya fokus di Jawa saja.
"Akibatnya di luar jawa mengalami ketidak seimbangan tentang pembangunan. Untuk itu ide pemindahan ibu kota sangat bagus dan ide ini sudah dirintis Presiden Soekarno," kata Misbakhun, saat berbincang dengan Liputan6.com.
Misbakhun mengungkapkan, untuk anggaran rencana pembangunan ibu kota negara baru pengganti Jakarta, perlu dibicarakan dengan Badan Anggaran DPR. Hal tersebut menyangkut waktu pembangunan, fasilitas dan unit pendukung yang akan dibangun.
Selain itu juga pembagian tugas pembangunan ibu kota negara baru, antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta.
"Ini yang harus dihitung detail totalnya berapa tahun jumlah tersebut akan dialokasikan," tutur dia.
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali sepakat dengan rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Alasannya, Jakarta sudah semakin ramai penduduk.
"Jadi saya mendukung itu karena memang kondisi Jakarta sebagai kota pemerintahan sekaligus sebagai pusat bisnis itu sudah sangat crowded," kata Amali.
Menurut dia, saat ini Jakarta juga sudah tidak memadai untuk menopang penambahan penduduk. Sehingga, perlu dipisahkan antara kota pemerintahan dan pusat bisnis.
"Karena memang kondisi Jakarta sebagai ibu kota negara, sebagai pusat bisnis itu sekarang ini sudah tidak memadai, tingkat kemacetan, kebutuhan akan hunian dan sebagainya. Kita belajar dari negara-negara lain yang akhirnya memisahkan antara pusat pemerintahan dan pusat bisnisnya," ungkap dia.
Advertisement
Negara yang Sukses Pindahkan Ibu Kota
Sebelum, Indonesia, ada beberapa negara yang melakukan pemindahan ibu kota. Beberapa di antaranya ada yang mencapai kesuksesan, meski ada pula yang gagal.
Berikut ulasan negara-negara yang pernah pindah ibu kota:
1. Jepang
Ibu kota Jepang dulunya adalah Kyoto, sampai kemudian keluarga kekaisaran berpindah ke Edo (Tokyo) pada pertengahan abad ke-19. Kaum oligarki juga mendukung perpindahan ibu kota atas pertimbangan dagang dan koneksi ke dunia Barat.
Secara tak langsung, kala itu Jepang memiliki dua ibu kota, yaitu Kyoto di Barat dan Edo di Timur.
Menurut Japan Info, Kyoto dipandang terlalu mengisolasikan diri dari pengaruh eksternal sehingga pertumbuhan pun tertahan. Dominasi Edo pun makin kuat dan modernisasi melesat sehingga menggeser Kyoto sebagai ibu kota.
2. Malaysia
Sama seperti ibu kota negara di Asia Tenggara lain, Kuala Lumpur harus berhadapan dengan masalah kemacetan dan kepadatan penduduk.
Pada 1999, Pemerintah Malaysia mengambil keputusan memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya.
Putrajaya merupakan sebuah kota baru dan mandiri. Letaknya berada di Selatan Kuala Lumpur dan tak jauh dari sana.
Kantor Perdana Menteri dipindahkan ke Putrajaya. Namun, tidak demikian dengan Gedung Parlemen dan pusat perekonomian tetap berada di Kuala Lumpur.
3. Kazakhstan
Kazakhstan merupakan satu negara yang paling muda di dunia. Ia berdiri setelah Uni Soviet runtuh pada awal 1990-an.
Awalnya, ibu kota Kazakhstan adalah Almaty. Namun, Desember 1997, mereka memidahnya ke bagian utara negara tersebut, tepatnya di Kota Astana.
Menurut The Telegraph, alasan yang diambil pemerintah adalah Almaty sudah tidak bisa dikembangkan lagi. Kota ini juga rentan terhadap gempa. Selain itu, pertimbangan lain adalah letak Almaty sangat dekat dengan negara baru pecahan Uni Soviet lain.
Ditakutkan bila ada turbulensi politik di negara-negara tersebut maka bisa menular ke dalam Kazakhtsan.
Keputusan tersebut ternyata tepat. Sampai sekarang Kazakhstan merupakan negara sangat berkembang dan salah satu pusat ekonomi terbesar di kawasan Asia Tengah.
4. Tanzania
Negara yang terletak di timur Afrika ini sempat memiliki ibu kota bernama Dodoma. Walau kota utama, nyatanya kehidupan di Dodoma jalan di tempat dan tidak ada perkembangan berarti.
Yang berkembang pesat justru kota Dar es Salaam. Kota tersebut jauhnya 450 kilometer dari Dodoma. Keputusan pemindahan akhirnya diambil pada era 1970-an. Tapi sampai sekarang, transisi masih belum sepenuhnya dilakukan.
Majelis Nasional Tanzania tetap berada di Dodoma. Sementara seluruh kedutaan asing dan kantor pemerintah telah berada di Dar es Salaam.
5. Brasil
Pada 1960, Presiden Brasil saat itu, Juscelino Kubitschek membuat keputuan besar. Ibu kota dipindah dari Rio de Janeiro ke Brasilia.
Alasan utama pemindahan itu untuk mengembangkan wilayah pedesaan yang terbelakang, menstimulasi pembangunan pertanian, penyebaran penduduk dan pendapatan. The Telegraph mencatat keberhasilan Brasil dalam memindahkan ibu kota menjadi inspirasi bagi banyak negara lainnya.
6. Myanmar
Pemindahan ibukota Myanmar, dari Yangoon ke Naypyidaw disebut-sebut sebagai peristiwa paling unik dalam sejarah.
The Telegraph mencatat, keputusan yang diambil pada November 2005 ini didasari keputusan pemimpin junta militer Jenderal Than Shwe. Tak ada penjelasan sama sekali mengapa ibu kota harus pindah.
7. Nigeria
Dahulunya, ibukota Nigeria terletak di Lagos. Namun, pada 1991 pemerintah negara dengan ekonomi terbesar di Afrika ini memutuskan memindahkan pusat pemerintahannya, ke Abuja.
The Telegraph menyebut perpindahan juga dipengaruhi oleh padatnya populasi di Lagos. Selain itu, Abuja juga dipandang netral dari segi kultural mengingat Nigeria memiliki banyak kelompok etnis dan agama.