Liputan6.com, Jakarta - Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia, tidak heran jika Indonesia terus berupaya untuk mengolah sumber daya alamnya yang berlimpah ini. Saat ini Indonesia telah berhasil mengembangkan energi terbaru berbasis minyak nabati, yang berasal dari minyak sawit.
Salah satu bahan utama selain minyak sawitnya sendiri yaitu, katalis atau bahan yang dapat mempercepat dan mengarahkan reaksi kimia. Katalis ini juga dikenal dengan nama Katalis Merah Putih. Sebagai bahan yang dapat membuat minyak sawit dapat diubah menjadi bahan bakar nonfosil dengan kualitas tinggi.
"Tanpa katalis, minyak sawit tidak bisa berubah tetap seperti itu," ujar ahli Teknologi Reaksi Kimia dan Katalis, Prof. Dr. Subagjo di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Selasa (30/4/2019).
Baca Juga
Advertisement
Bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses ini adalah bahan bakar yang bersifat drop-in, yang berarti bahan bakar ini dapat dipakai dalam mesin bakar secara langsung tanpa harus dicampur dengan bahan bakar fosil.
Setelah diuji minyak sawit yang telah diolah dengan katalis ini hasilnya sangat persis, dengan senyawa yang ada pada energi fosil.
“Senyawanya sama persis seperti energi fosil," jelasnya.
Energi yang dihasilkan ini diberi nama sesuai dengan jenis nya yaitu jika bensin menjadi bensin nabati, diesel menjadi diesel nabati dan avtur juga jadi avtur nabati.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Keberadaan katalis ini tentu menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi Indonesia khususnya industri minyak. Karna mengingat begitu banyak minyak sawit yang ada di Indonesia namun belum dimanfaatkan dengan sangat baik.
Saat ini produksi Palm Oil (PO) Indonesia berjumlah 46 juta ton per tahun, sementara produksi Palm Kernel Oil (PKO) hanya sebesar 3 juta ton per tahunnya.
Tentunya pengembangan katalis merah putih dan produksi pengolahan minyak sawit dengan katalis ini menjadi solusi bagi NKRI untuk mengurangi defisit anggaran indonesia dan sebagai substitusi sumber bahan bakar nasional.
Untuk itu, Subagyo berharap agar pemerintah dapat mempercepat pembangunan pabrik katalis milik Indonesai sendiri, karena ini bakal menjadi kunci untuk kemandirian Indonesia dalam bidang teknologi dan pertahanan energi nasional.
Sebagai tambahan informasi, katalis Merah Putih ini telah diuji di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Institut Teknologi Bandung (TRKK-ITB). Penelitian ini ternyata telah dilakukan sejak lama yaitu 1982.
Tidak hanya itu saja, TRKK-ITB juga telah berhasil mengembangkan beberapa katalis untuk pengolahan minyak mentah dan produksi bahan bakar nabati, dan proses produksi bahan bakar nabati dari minyak sawit. Beberapa katalis pengolahan minyak bumi yang dikembangkan bersama dengan PT Pertamina (Persero) bahkan telah dikomersialkan dan juga telah digunakan di berbagai kilang milik Pertamina.
Advertisement
Eropa Tolak Sawit Indonesia, Pemerintah Cari Pasar Baru hingga ke Afrika
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pemerintah tidak akan tinggal diam dengan ada kampanye negatif kelapa sawit Indonesia oleh Eropa.
Untuk tetap memasarkan kelapa sawit, pemerintah akan memperluas pasar di Asia dan Afrika melalui Free Trade Agreement (FTA).
"Memang sedang berjalan (perluasan pasar ekspor lewat Free Trade Agreement). Itu Menteri Perdagangan (tugasnya) saya tahu pembicaraan sudah mulai," ujar Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Darmin membeberkan, negara yang tengah dalam negosiasi seperti Pakistan hingga India. Komunikasi dengan kedua negara tersebut terus dilakukan secara intensif. "Rasanya dengan India itu mestinya sudah, Pakistan juga sudah," tutur dia.
Ada satu negara lain yang sedang tahap pendekatan dengan pemerintah dalam rangka ekspor kelapa sawit yaitu Turki. "Turki sudah dimulai dibicarakan juga. Jadi pembicaraan juga juga sudah jalan," kata Darmin.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, pemerintah memang lebih fokus mengembangkan pasar ekspor kelapa sawit menuju negara yang menggunakan minyak sawit sebagai kebutuhan sehari-hari.
"Dan memang kita dahulukan ke negara yang banyak menggunakan palm oil. Setelah Asia Selatan kita masuk ke Afrika," tandasnya.