Liputan6.com, Jakarta - PT Intiland Development Tbk (DILD) merilis kinerja sepanjang kuartal I 2019. Perseroan meski cetak kenaikan pendapatan tetapi laba merosot hingga Maret 2019.
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (30/4/2019), PT Intiland Development Tbk meraup pendapatan Rp 887,61 miliar hingga kuartal I 2019. Pendapatan perseroan tumbuh 25,15 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 709,19 miliar.
Akan tetapi, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 57,08 persen dari Rp 112,78 miliar pada kuartal I 2018 menjadi Rp 48,39 miliar pada kuartal I 2019.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan, laba kotor perseroan tumbuh 10,4 persen dari Rp 283,47 miliar hingga kuartal I 2018 menjadi Rp 313,03 miliar hingga kuartal I 2019.
Perseroan membukukan beban usaha melonjak menjadi Rp 156,18 miliar pada kuartal I 2019 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 145,67 miliar.
Selain itu, beban lain-lain naik menjadi Rp 90,70 miliar hingga kuartal I 2019 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 48,73 miliar. Perseroan mencatatkan kenaikan beban bunga menjadi Rp 94,68 miliar pada kuartal I 2019 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 59,70 miliar.
Perseroan alami kerugian kurs mata uang sebesar Rp 486,50 juta dari periode kuartal I 2018 untung Rp 32,11 juta. Pendapatan bunga naik menjadi Rp 8,10 miliar selama kuartal I 2019.
Laba usaha naik 13,3 persen menjadi Rp 156,18 miliar hingga kuartal I 2019 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 137,79 miliar. Dengan melihat kondisi itu, laba per saham dasar merosot dari 11 menjadi 5 pada kuartal I 2019.
Total liabilitas perseroan tercatat merosot menjadi Rp 7,49 triliun pada 31 Maret 2019 dari posisi 31 Desember 2018 sebesar Rp 7,69 triliun. Ekuitas perseroan tumbuh menjadi Rp 6,62 triliun pada 31 Maret 2019. PT Intiland Development Tbk kantongi kas Rp 1,09 triliun pada 31 Maret 2019.
Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland Development, Archied Noto Pradono menuturkan, pertumbuhan pendapatan usaha terutama berasal dari peningkatan pengakuan pendapatan dari segmen pengembangan mixed-use dan high rise.
Peningkatan itu seiring dengan perkembangan penyelesaian sejumlah proyek mixed use dan high rise di Jakarta dan Surabaya seperti Fifty Seven Promenade, Graha Golf dan The Rosebay.
"Pembangunan beberapa proyek mixed-use dan high rise akan selesai tahun ini. Kami berharap pasar properti dapat tumbuh positif dan minat beli konsumen dan investor cepat kembali pulih," ujar Archied, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa pekan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Kontribusi Pendapatan
Archied menuturkan, pendapatan usaha Intiland selama ini ditopang dari empat segmen pengembangan. Selain bersumber dari pengembangan mixed-use dan high rise, pendapatan usaha juga diperoleh dari kawasan perumahan, industri dan properti investasi.
Segmen pengembangan mixed-use dan high rise tercatat sebagai contributor pendapatan usaha terbesar mencapai Rp 523,4 miliar atau 59 persen dari keseluruhan. Pendapatan usaha tersebut melonjak 165 persen dibandingkan kuartal I 2018 sebesar Rp 197,4 miliar.
Kontribusi terbesar selanjutnya berasal dari segmen properti investasi yang mencatatkan pendapatan usaha Rp 157,1 miliar atau 18 persen dari keseluruhan.
Segmen yang merupakan sumber pendapatan berkelanjutan ini meningkat 13 persen dibandingkan kuartal I 2018 sebesar Rp 138,5 miliar.
Dari segmen pengembangan kawasan perumahan, perseroan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 144,7 miliar atau 16 persen dari keseluruhan. Perolehan dari segmen ini turun 61 persen dibandingkan Rp 373,3 miliar pada periode sama tahun lalu.
Pendapatan usaha berikutnya bersumber dari pengembangan kawasan industri yang menyumbang Rp 62,4 miliar atau tujuh persen dari keseluruhan.
Kontribusi pendapatan dari segmen ini berasal dari segmen ini berasal dari penjualan lahan industri yang dimiliki perseroan di Ngoro Industrial Park, Mojokerto, Jawa Timur dan pergudangan di Aeropolis.
"Secara umum pendapatan usaha meningkat, baik yang berasal dari development income maupun recurring incomen. Kontributor terbesar masih dari development income yang mencapai Rp 730,5 miliar atau 82 persen dari keseluruhan," tutur dia.
Segmen properti investasi yang merupakan sumber pendapatan berkelanjutan (recurring income) bagi perseroan memberikan kontribusi sebesar 18 persen atau senilai Rp 157,1 miliar. Perolehan tersebut naik sekitar 13 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 138,5 miliar.
"Kontribusi recurring income mengalami peningkatan terutama ditopang oleh naiknya pendapatan dari pengelolaan sarana dan prasarana, perkantoran sewa, dan kawasan industri. Kami percaya kontribusi recurring income akan terus meningkat, seiring dengan penyelesaian beberapa proyek pengembangan mixe-use," tutur dia.
Meningkatnya pendapatan usaha secara langsung memberikan pengaruh positif terhadap kinerja laba kotor dan usaha. Akan tetapi, laba bersih perseroan menurun pada kuartal I 2019.
"Penurunan laba bersih terutama disebabkan oleh meningkatnya beban bunga di tiga bulan pertama tahun ini," ujar dia.
Advertisement
Marketing Sales
Perseroan juga merilis kinerja penjualan sepanjang kuartal I 2019. Selama tiga bulan pertama 2019, perseroan meraih pendapatan penjualan Rp 254,2 miliar atau sekitar 10,2 persen dari target tahun ini sebesar Rp 2,5 triliun.
Penjualan dari segmen pengembangan kawasan perumahan tercatat mendominasi dengan kontribusi sebesar Rp 175 miliar atau 69 persen dari keseluruhan.
Penjualan terbesar dari segmen ini berasal dari dua proyek perumahan yakni Graha Natura di Surabaya dan Serenia Hills di Jakarta Selatan.
Segmen pengembangan mixed use dan high rise membukukan marketing sales Rp 79,2 miliar atau 31 persen. Kontribusi terbesar berasal dari penjualan apartemen 1park Avenue di Jakarta dan The Rosebay di Surabaya, Jawa Timur.
Ditinjau berdasarkan lokasi proyek, menurut dia, penjualan dari proyek-proyek di Jakarta mencapai Rp 136,2 miliar atau 54 persen dari keseluruhan.
Sisanya sebesar Rp 118,1 miliar atau 46 persen berasal dari penjualan proyek yang berlokasi di Surabaya.
"Pasar properti belum juga pulih di triwulan pertama tahun ini. Konsumen masih bersikap wait and see dan menunda pembelian. Namun, khusus untuk produk-produk perumahan, kami lihat pasarnya masih bergerak positif dan relatif stabil sehingga tetap ada penjualan,” kata dia.
Perseroan mengakui secara umum tantangan pasar properti pada tiga bulan pertama tahun ini sangat berat. Kondisi ini terutama dipengaruhi oleh iklim politik yang terjadi seiring penyelenggaraan masa kampanye dan pemilu serentak.
"Kami harapkan setelah pemilu, kondisi akan membaik dan lebih kondusif, sehingga konsumen lebih berani untuk melakukan pembelian dan investasi di sektor properti,” ujar dia.
Manajemen Intilan optimistis pasar properti akan mampu pulih dan tumbuh kembali. Perseroan masih mempertahankan strategi bersifat konservatif guna mengantisipasi dan menghadapi dinamika serta arah perubahan pasar.
Perseroan akan berupaya menjaga kinerja usaha dengan mengandalkan pertumbuhan secara organik maupun dengan menjalin kerja sama strategis dengan investor.
Strategi ini ditempuh antara lain melalui pengembangan pada proyek-proyek yang telah berjalan dan tetap membuka peluang kerja sama untuk pengembangan proyek baru.