Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Diperkirakan, rencana tersebut akan akan menelan dana sebesar Rp 466 triliun.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ahmad Rofiq menilai, kendati akan menelan biaya yang cukup besar, namun dia yakin keputusan itu sangat strategis dan akan mendukung upaya mendorong tata kelola negara lebih cepat dan bersih. Di sisi lain, pertumbuhan bisnis juga akan lebih cepat.
Advertisement
"Kebijakan Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota adalah rencana yang genuine dan strategis," kata Wakil Sekretaris TKN Ahmad Rofiq dalam keterangan tertulinya, Rabu (1/5/2019).
Dia mengatakan banyak negara yang melakukan pemisahan antara ibukota dan pusat bisnis. Contohnya, Ibukota AS, yaitu Washington DC, dan kota bisnis di New York. Begitu pula India, ibukota di New Delhi, kota bisnisnya di Mumbai.
Kebijakan ini dinilai sangat layak diberikan dukungan mengingat Jakarta terlalu padat.
"Pemisahan ini akan menciptakan iklim bisnis sehat, jauh dari kongkalikong, jauh dari budaya suap dan jauh dari persekongkolan. Tata kelola negara yang lebih cepat mengarah kepada clear goverment dan good governance," tegas Sekjen DPP Perindo itu.
Di ibu kota yang baru tersebut, semua aparat pemerintah dapat bekerja dengan ketenangan dan kenyamanan.
"Dulu, Bung Karno dan Pak Harto juga pernah mewacanakan perpindahan ibu kota. Dalam pemikirannya sama, yaitu ingin menciptakan birokrasi yang sehat dan iklim usaha yang bersih," kata
Kini, lanjutnya, hal ini sudah sampai pada taraf kebutuhan bagi bangsa.
"Agar kemajuan yang diinginkan dapat tercapai dalam waktu yang cepat. 5 tahun adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala sesuatunya," jelasnya.
Diputuskan Jokowi
Sebelumnya, Jokowi memutuskan dalam rapat terbatas ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.
Pertimbangannya, penduduk di Pulau Jawa sangat padat. Jumlah penduduk di Pulau Jawa saat ini sudah mencapai 57 persen, dari total jumlah penduduk Indonesia.
Sementara itu, di Sumatera 21 persen, Kalimantan 6 persen, Sulawesi 7 persen, Papua dan Maluku 3 persen.
Selain itu, kemacetan di Pulau Jawa cukup kronis, baik di Jakarta maupun wilayah Pantura. Selanjutnya, persoalan banjir dan kekeringan juga terus menjadi ancaman.
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Advertisement