Suka Duka Ridho, Tukang Jaga Listrik di Perbatasan RI-Malaysia

Ridho Ramadan, pria kelahiran Sambas 1994 menjadi orang pertama yang paling bertanggung jawab jika ada gangguan listrik di perbatasan RI-Malaysia

oleh Aceng Mukaram diperbarui 02 Mei 2019, 16:00 WIB
Ridho Ramadan, petugas PLN di kantor pelayanan Seluas dan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Daerah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serikin, Serawak Malaysia. (Liputan6.com/ Aceng Mukaram)

Liputan6.com, Bengkayang - Ridho Ramadan, pria kelahiran Sambas 1994 menjadi orang pertama yang paling bertanggung jawab jika ada gangguan listrik di perbatasan RI-Malaysia, tepatnya di Bengkayang. Sejak pertama kali bertugas di PLN pada 2013, dia diberi kepercayaan menjadi operator mesin di Pusat Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Merasap, Kabupaten Bengkayang. 

Dibantu enam orang pekerja teknik, Ridho bertugas melayani sekitar 2.000 pelanggan listrik warga yang ada di perbatasan antara RI dan Malaysia. 

"Kendala yang sering kami hadapi adalah jaringan sinyal yang kadang menghambat komunikasi,” tutur Ridho Ramadan kepada Liputan6.com, Rabu (1/5/2019).

Ridho menjelaskan, khusus daerah Jagoi Babang ini banyak sekali daerah blank spot. Sehingga membuat kesulitan dia untuk menyampaikan informasi ke kantor layanan Unit Pelayanan Pelanggan (ULP) Bengkayang dan gardu induk Bengkayang.

"Terutama saat terjadinya gangguang pada jaringan distribusi, padahal tiap kali terjadi gangguan, kami harus mengambil gambar dan mengirimkannya melalui hp seluler. Biasanya setelah mengambil gambar, kami harus mencari lokasi yang ada sinyalnya, hal ini yang terkadang menghambat percepatan layanan yang ingin kami berikan kepada pelanggan," ucapnya.

Wilayah Seluas dan Jagoi Babang, kata Ridho, merupakan daerah yang unik, sebab wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Kota Sirikin, Sarawak Malaysia.

Warga Seluas dan Jagoi Babang terbiasa keluar masuk perbatasan untuk berdagang. Pemerintah Malaysia memperbolehkan warga Seluas dan Jagoi Babang untuk melakukan transaksi perdagangan khusus untuk komoditi buah-buahan dan sayuran di Pasar Sirikin, Malaysia. Itupun hanya dilakukan pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Pada hari Sabtu dan Minggu khusus untuk berdagang barang-barang kelontong.

Kondisi itu tentunya berdampak pada pola hidup kebanyakan masyarakat Seluas dan Jagoi Babang. Sebab, neberapa tahun terakhir ini kehidupan mereka mulai terlihat maju.

"Pola hidup masyarakat Seluas dan Jagoi Babang yang mulai maju juga berimbas pada ekspektasi layanan kelistrikan yang mereka inginkan. Mereka sering membandingkan kondisi layanan kelistrikan yang kita berikan dengan kondisi di negara tetangga (Malaysia). Ini menjadi tantangan tersendiri buat kami. Ada rasa gengsi jika layanan yang kami berikan kalah dengan layanan dari negara tetangga yang sering mereka katakan," katanya. 

Jika setiap ada gangguan listrik yang menyebabkan padam, dia berusaha untuk segera selesaikan. Tujuanya agar mereka dapat segera menikmati listrik tanpa harus membandingkannya dengan layanan negara Malaysia.

"Kami juga harus mampu menunjukkan kesungguhan dan performa yang baik dalam melayani, meski hal itu perlu kerja keras dan komitmen yang tinggi," katanya.

 


Suka Duka Menjaga Listrik di Perbatasan

Foto: Aceng Mukaram/ Liputan6.com

Ada pengalaman menarik yang hingga saat ini tidak bisa dilupakan Ridho. Saat itu, ia bersama teman-temanya berada di wilayah Seluas dan terjadi angin topan di daerah Sanggau Ledo, tepatnya di Desa Trausan.

"Angin topan yang terjadi sebabkan beberapa tiang JTM tumbang, aliran listrik pun terputus, beberapa desa terdampak padam meluas," ujarnya.

Kejadian pada sore hari itu membuatnya risau. Di saat dia berkomitmen untuk tidak terjadi pemadaman, di saat itu pula tiang JTM tumbang sebanyak 12 gawang, dan masyarakat pun merasakan dampaknya. Listrik mati total.

Saat itu dirinya langsung menghubungi ULP Bengkayang untuk mendapatkan bantuan tenaga dan peralatan, agar tiang listrik yang tumbang dapat segera didirikan kembali.

"Butuh waktu 2 hari untuk kembali mendirikan tiang yang tumbang, itupun kami harus bekerja hingga larut malam dibantu oleh warga setempat, kami pun menginap di lokasi desa," katanya.

Ridho berkomitmen tidak ingin pulang sebelum seluruh pekerjaan selesai. Tepat tengah malam seluruh pekerjaan dapat diselesaikan, listrik pun kembali menyala. Warga bertepuk tangan, dan mengucapkan terima kasih atas kerja keras yang telah dilakukan.

"Saat itu saya hanya berpikir, setidaknya mereka harus paham bahwa negeri ini butuh komitmen. Integritas serta rasa bangga bahwa kita berada di negeri yang pantas untuk kita cintai," ujar Ridho Ramadan, yang mengaku penuh haru pada saat mengingat kejadian itu di ujung negeri.

Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018, PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Kalbar telah melistriki 29 desa, membangun jaringan JTM sepanjang 321 kms, jaringan JTR 191 kms, 8.285 kVA gardu distribusi dan melakukan penyalaan 3.643 sambungan rumah.

Sedangkan pada pada tahun 2019 ini PLN merencanakan akan melistriki 60 desa/dusun, membangun JTM sepanjang 375,37 kms, JTR sepanjang 230,59 kms, dan gardu distribusi dengan total kapasitas sebesar 9.975 kVA serta potensi penambahan pelanggan sebanyak 13.728 sambungan rumah. Hingga akhir 2018 posisi rasio elektrifikasi di Kalbar sebesar 87,6 persen. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya