Liputan6.com, Beijing - Enam orang mahasiswa pendukung Marxis, yang hendak bergabung memperingati Hari Buruh Internasional, dilaporkan menghilang di China, awal pekan ini.
Dikutip dari CNN Pada Kamis (2/5/2019), ini merupakan kasus terbaru dalam serangkaian penghilangan dan penahanan aktivis mahasiswa.
Sebuah kelompok aktivis rekan dari korban enam mahasisa terkait mengumumkan hilangnya mereka dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Selasa 30 April 2019.
Baca Juga
Advertisement
Sejak Agustus 2018, mahasiswa sayap kiri, termasuk mereka dari Peking University di Beijing yang bergengsi, telah ditahan di seluruh China karena terlibat dalam protes buruh di berbagai bagian negara.
Pemerintah China sangat peka terhadap upaya mengorganisir protes atau mendukung apa yang dianggapnya pesan subversif, ungkap CNN.
Di banyak negara, Hari Buruh Internasional sering ditandai dengan parade dan demonstrasi yang diadakan oleh serikat pekerja, tetapi di China hanya dijadikan sebagai tanggal merah, tidak boleh lebih dari itu.
Sementara pada Sabtu nanti, China akan kembali menggelar peringatan nasional pada 100 tahun aksi protes mahasiswa lokal terhadap kepentingan Barat yang diukir dalam kendali politik lokal, yang berbentuk republik kala itu.
Dalam pidatonya di hadapan mahasiswa dan pejabat China pada hari Selasa, Presiden Xi memuji kaum muda Tiongkok atas kreativitas dan semangat mereka, tetapi juga meminta mereka untuk mencintai tanah air dan mengikuti kepemimpinan Partai Komunis yang berkuasa.
Hilangnya Mantan Presiden Masyarakat Marxis
Sebelum hilang, mantan presiden Masyarakat Marxis pada Peking University, Qiu Zhanxuan, mengumumkan di media sosial, pada Minggu 28 April, bahwa dia berencana menuju pasar kerja yang terkenal di pinggiran Beijing, tempat ribuan buruh migran berkumpul setiap hari untuk mencari pekerjaan sambilan.
Para buruh di China seharusnya libur beberapa hari selama peringatan Hari Buruh Internasional, dan Qiu mengatakan dia bermaksud bekerja bersama pekerja biasa selama periode tersebut.
Qiu menambahkan bahwa dia tidak yakin rencananya akan diterima dengan baik oleh pemerintah pusat di Beijing.
"Jika melakukan pekerjaan kasar semacam ini membuat saya menghilang, semua orang tahu siapa yang melakukannya," tulisnya di media sosialnya.
Benar saja, pada hari Minggu, saat berjalan dengan empat siswa lain, Qiu memposting foto enam pria yang katanya adalah petugas polisi berpakaian preman mengikuti kelompok itu.
Kemudian berbagai unggahan tersebut berhenti. Hari berikutnya, sebuah kelompok aktivis yang terkait dengan Qiu mengumumkan lima anggota mereka hilang.
Menurut CNN, tidak ada kabar lanjutan tentang keberadaan Qiu hingga saat ini.
Advertisement
Aktivisi Mahasisa Lainnya Ikut Menghilang
Ini bukan pertama kalinya Qiu menghilang. Pada Desember tahun lalu, ia pernah disekap dan dibawa paksa ke dalam mobil oleh tersangka petugas polisi berpakaian preman.
Qiu dan kelompoknya bukan satu-satunya mahasiswa Peking University yang menghilang dalam sepekan terakhir.
Pada hari Minggu malam, mahasiswa bernama Shen Yuxuan --yang juga berkaitan dengan Masyarakat Marxis-- mengirim pesan kepada seorang teman yang mengatakan bahwa dia dilecehkan oleh sekelompok polisi dan penjaga keamanan di kampus.
Dia bersembunyi di kamar mandi, menurut pesan tersebut, tetapi seorang penyerang laki-laki masuk dan menyeretnya keluar.
Shen belum terlihat sejak itu, dan teleponnya juga tidak bisa dihubungi, tambah laporan terkait.
Begitu pun dari pihak polisi distrik Haidian Beijing, yang wilayah yurisdiksinya mencakup kampus Peking University, tidak ada laporan kehilangan atas nama iu, Shen, ataupun beberapa mahasiswa terkait lainnya.
Menahan suara-suara yang berbeda sebelum peringatan yang sensitif adalah rahasia umum di Peking University, ang merupakan institusi pendidikan tinggi bergaya Barat pertama di China, dan juga terluas secara cakupan bidang yang diajarnya.