Liputan6.com, Jakarta - Setelah lama tidak terdengar, Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) kembali menggaungkan rencana pemindahan ibu kota dalam rapat terbatas pada Senin 29 April 2019.
Pemindahan ibu kota ini pun membutuhkan persiapan panjang. Di sisi lain, perlu juga ditentukan lokasi tepat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, rencana pemindahan ibukota ini baru masuk tahap studi. Sehingga, belum dapat dipastikan mengenai tindak lanjut dari pemindahan ibu kota negara ini.
"Lah belum diputuskan di mana, itu berati masih tahap berjalan untuk evaluasi studi. Tunggu aja dulu. Kalau sudah diputuskan di mana baru Anda ditanya," katanya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Meski demikian, Mantan Direktur Jenderal Perpajakan tersebut memungkinkan mengenai rencana pemindahan ibu kota negara ini. Sebab, Kementerian Keuangan sendiri telah menyatakan dengan anggaran sebesar Rp 466 triliun itu dapat direalisasikan.
"Kalau ditanya memungkinkan kenapa tidak. Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) saja bilang dengan dana yang dibayangkan sekarang kita bisa," kata dia.
Darmin pun menegaskan pemindahan ibu kota ini juga tidak akan mengganggu jalannya perekonomian. "Ekonomi tetap jalan, tidak kemudian buat ekonominya dananya lari, " pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
JK: Pemindahan Ibu Kota Syaratnya Berat
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kallla (JK) mengaku, masih mengkaji rencana pemindahan Ibu Kota di luar Jawa. Menurut JK, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi agar rencana pemindahan Ibu Kota bisa terealisasi.
"Belum diputuskan dimananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya. Sudah disepakati syaratnya, yang diajukan Bappenas itu. Syaratnya berat memang, memilihnya tidak mudah," kata JK, di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa, 30 April 2019.
Seperti dilandasir dari Antara, JK mengatakan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya lokasi yang strategis berada di tengah Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, dan memiliki risiko kecil terhadap bencana alam.
Selain itu, daerah tersebut juga harus memiliki luas lahan kosong minimal 60.000 hektare.
"Boleh di Kalimantan, boleh di Sulawesi. Contohnya yang memenuhi di tengah itu Sulawesi, tapi tidak ada lahan kosong yang siap. Ada lagi yang siap, ada bahaya patahan-patahan di situ," ungkap JK.
Advertisement