Liputan6.com, Christchurch - Korban tewas dalam teror penembakan di masjid Christchurch telah meningkat menjadi 51, setelah seorang pria Turki berusia 46 tahun meninggal karena luka-luka yang dideritanya, kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
"Berita sedih ini akan terasa di seluruh Turki, serta Selandia Baru," kata Ardern, sebagaimana dikutip dari The Strais Times pada Jumat (3/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
"Pria ini telah berada dalam perawatan intensif sejak serangan itu. Kita semua mengharapkan yang terbaik. Namun, dia sekarang menyerah pada cedera yang terjadi dalam penembakan di masjid Al Noor," lanjutnya di hadapan wartawan.
Polisi Selandia Baru mengatakan pria itu meninggal pada Kamis malam dan keluarganya meminta namanya tidak diumumkan secara terbuka.
Korban terakhr diketahui merupakan salah satu yang terkena sasaran penembakan di Masji Al Noor, Christchurch, pada 15 Maret lalu. Sebanyak lebih dari 40 orang tewas dalam serangan yang dilakukan saat berlangsungnya ibadah salat Jumat itu.
Pelaku penembakan juga melancarkan serangan ke masjid lainnya di distrik Linwood yang berdekatan, menyebabkan total korban tewas mencapai 51 orang hingga hari ini.
PM Ardern mengatakan sembilan orang masih dirawat di rumah sakit di Christchurch, semuanya dalam kondisi stabil.
"Kita sebagai satu negara berharap kesembuhan yang segera pada seluruh korban yang dirawat," kata perdana menteri perempuan termuda di Selandia Baru itu.
Sejarah Penembakan Terburuk di Selandia Baru
Pelaku penembakan, Brenton Tarrant, seorang yang juga mengaku sebagai pendukung supremasi kulit putih, dituduh melakukan serangan terhadap dua masjid di mana para jamaah berkumpul untuk sholat Jumat.
Dia sekarang berada di penjara dengan keamanan maksimum, dan dikabarkan tengah menjalani tes psikiatris untuk menentukan apakah dia secara mental sehat untuk diadili atas 50 tuduhan pembunuhan, dan 39 percobaan pembunuhan.
Setelah serangan itu, Ardern menggambarkan penembakan massal terburuk dalam sejarah Selandia Baru sebagai salah satu hari tergelap di negara itu.
Pemerintahnya sejak itu telah bergerak untuk memperketat undang-undang senjata dan sedang meninjau peraturan yang berkaitan dengan ujaran kebencian.
DIa juga mempelopori dorongan internasional untuk memaksa raksasa media sosial untuk berbuat lebih banyak dalam memerangi ekstremisme online.
Advertisement
Penemuan Alat Peledak di Christchurch
Belum lama ini, Polisi Selandia Baru menemukan paket berisi alat peledak di sebuah bangunan kosong di Kota Christchurch, tempat 50 orang tewas akibat penembakan pada 15 Maret lalu.
"Polisi telah menemukan paket yang diduga berisi alat peledak dan amunisi di sebuah tempat kosong ... di Christchurch," kata komandan polisi distrik Inspektur John Price, dalam sebuah pernyataan dikutip dari Channel News Asia.
Paket itu kemudian berhasil diamankan, dengan seorang pria warga Christchurch, Selandia Baru berusia 33 tahun telah diringkus.
Keberhasilan itu didapat berkat operasi pihak keamanan dengan turut menerjunkan tim penjinak bom, ambulans, dan petugas pemadam kebakaran.
Sebelumnya jalan-jalan di daerah Phillipstown, sebuah kota di Pulau Selatan Selandia Baru, juga turut ditutup.
Tindakan taktis kepolisian tersebut bermula dari adanya panggilan darurat yang mengabarkan adanya "ancaman tentang alat peledak".