Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga tiket pesawat pada April 2019 sebesar 11 persen jika dibandingkan dengan periode sama 2018 (year on year/yoy).
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, sebagai salah satu pemegang saham, kementerian BUMN tidak bisa mengintervensi lebih jauh perihal kenaikan tiket pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).
Itu lantaran berkaitan dengan kepentingan investor mengingat GIAA sendiri merupakan perusahaan publik.
"Seberapa jauh pemegang saham mengintervensi ya. Apalagi Garuda tbk. Kita bisanya imbau (penurunan harga), intervensi enggak bisa. Investor marah nanti," tutur dia di Gedung Kementerian BUMN, Jumat (3/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia menambahkan, Senin pekan depan, akan dilaksanakan rapat terbatas (ratas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) guna membahas kenaikan harga tiket pesawat.
"Senin ada ratas, Pak Menko undang Ibu Menteri dan Pak Menhub. Apakah ada penurunan, masih belum tahu arahnya kemana," terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tiket Pesawat Masih Mahal, Menhub Bakal Konsultasi dengan KPPU
Sebelumnya, masalah kenaikan harga tiket pesawat hingga kini masih menjadi polemik hangat di masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat, kenaikan harga tiket telah berdampak pada penurunan penumpang domestik sebesar 21,94 persen dari 7,73 juta Maret 2018 menjadi 6,03 juta Maret 2019.
Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengaku akan berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk membahas kenaikan harga tiket pesawat ini. Konsultasi akan dilakukan sebelum mereview tarif batas atas tiket pesawat.
Dia menuturkan, sebagai regulator Kemenhub tidak memiliki kewenangan secara langsung untuk mengatur tarif tiket pesawat.
Tidak ada payung hukum yang bisa menjadi landasan baginya menentukan tarif, kecuali tarif batas atas atau tarif batas bawah seperti yang berlaku sekarang membuat aturan batas atas dan batas bawah seperti saat ini.
"Di dunia manapun, tidak ada regulator menentukan tarif. Makanya, saya akan konsultasi dengan KPPU apa boleh saya menurunkan tarif batas atas," ujar Budi saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Budi enggan bicara lebih lanjut mengenai rencana ke depan agar tarif tiket pesawat bisa diturunkan. Khusus bagi Garuda Indonesia, dirinya menyerahkan kepada Kementerian BUMN selaku otoritas yang berwenang menangani para BUMN.
"Enggak enak belum dijalani sudah ngomong. Teman-teman tanya dengan Kementerian BUMN, bagaimana Garuda me-lead (menetapkan tiket pesawat). Karena Garuda, dia price leader, dia tetapkan berapa, semua ikut," tandasnya.
Advertisement
Tiket Pesawat hingga Bawang Putih Sumbang Inflasi April 2019
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sepanjang April 2019 sebesar 0,44 persen. Inflasi tersebut sebagian besar masih disumbang oleh kenaikan harga pada bahan makanan dan transportasi.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan untuk bahan makanan, bawang putih dan bawang merah memberi andil terbesar. Masing-masing bahan makanan ini memberi andil sebesar 0,09 persen dan 0,13 persen.
"Bahan makanan, menyumbang inflasi sebesar 1,45 persen itu andilnya paling besar 0,13 persen. Penyebab utama kenaikan harga bawang merah alami kenaikan harga rata-rata 22,93 persen," ujarnya di Kantor BPS, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
"Sehingga bawang merah memberi andil ke inflasi 0,13 persen. Kedua, bawang putih secara rata-rata harga naik 35 persen dan memberi andil inflasi April ini 0,09 persen. Ketiga, cabai merah andil 0,07 persen, telur ayam ras dan tomat sayur 0,02 persen," sambungnya.
Komoditas lain penyumbang inflasi adalah kelompok transportasi yang memberi andil sebesar 0,05 persen. Pada kelompok ini penyumbang utama inflasinya adalah kenaikan tarif angkutan udara atau tiket pesawat.
"Angkutan udara, masih mengalami kenaikan dan harganya belum turun mudah-mudahan ada kebijakan yang mampu menurunkan harga tiket ini. Karena kita tahu harga tiket bisa melonjak pada puasa dan lebaran," jelas Suhariyanto.
Sementara itu, kelompok tarif listrik menyumbang deflasi pada April 2019. Hal ini dipengaruhi langkah Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memberi insentif berupa diskon ke pelanggan 900 VA untuk kelompok rumah tangga tergolong mampu.
"Tarif listrik menyumbang deflasi karena Maret 2019 lalu, PLN berikan insentif berupa diskon ke pelanggan 900 VA untuk rumah tangga yang mampu. Hal itu memberikan deflasi sebesar 0,09 persen," tandasnya.