Liputan6.com, Jakarta - Memiliki popularitas ternyata bukan jaminan mendapatkan elektabilitas. Hasil sementara Pemilu 2019 menunjukkan, sejumlah caleg beken diprediksi tak lolos ke parlemen.
Meski KPU baru mengetuk pengesahan hasil penghitungan suara 19 hari ke depan, gambaran siapa yang melenggang dan siapa gagal menjadi wakil rakyat mulai terlihat. Sejumlah caleg mengaku optimistis lolos, namun tak sedikit yang mengakui peluangnya untuk meraih kursi DPR sudah tipis.
Advertisement
Nama tenar dan kerap muncul di depan publik melalui televisi maupun media lainnya, tidak menjamin langkah mereka mulus.
Eva Kusuma Sundari misalnya, dia mengakui terus terang kansnya untuk ke Senayan periode 2019-2019 sangat tipis. Caleg PDIP yang maju daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur VI (Kediri, Tulungagung, dan Blitar) ini, mengakui gagal bersaing dengan caleg PDIP lain memperebutkan kursi DPR.
"Enggak lolos, faktornya karena kurang suara," kata Eva, Kamis 2 Mei 2019.
Selain faktor eksternal, yakni persaingan dengan caleg partai lain, Eva mengatakan dirinya tidak lolos karena di internal persaingan juga ketat. Dia menyebut caleg PDIP yang lolos ke DPR dari Dapil VI yakni Guruh Soekarnoputra, Arterian Dahlan dan Sri Rahayu.
Pesimisme untuk bisa melangkah ke Senayan juga disuarakan Ferdinand Hutahaean. Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat bahkan sudah memprediksi gagal ke di Pileg 2019.
"Saya tidak suka dengan demokrasi yang mahal seperti sekarang, makanya saya turun sangat terbatas dan hanya bentuk pengabdian kepada partai turut serta menyumbang suara ke partai," ujarnya Jumat (3/5/2019).
Ferdinand bahkan mengaku sejak awal sudah tahu kalau tidak lolos. Itu diyakini karena dia tidak mau mengikuti pola demokrasi yang mahal.
Ferdinand sendiri maju dari Partai Demokrat, dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat V yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor.
Eva Sundari dan Ferdinand adalah dua nama caleg yang mempunyai modal popularitas tapi tak berdaya mendulang banyak suara. Sejumlah nama lain, seperti Kapitra Ampera (caleg PIDP Dapil Riau II) Budiman Sudjatmiko (caleg PDIP Jatim VII), dan nama populer lainnya juga terancam gagal ke Senayan.
Tak hanya itu, modal tenar keartisan juga tak menjamin Ahmad Dhani bisa melangkah ke Senayan. Bertarung di Jatim I (Sidoarjo dan Surabaya), Dhani yang maju dari Partai Gerindra itu terancam gagal ke Senayan karena kalah suara dengan dua rekannya, Rahmat Muhajirin dan Bambang Haryo.
Data SCG Research and Consulting, Kamis 2 Mei menyebut perolehan Ahmad Dhani berada di kisaran 35 ribu suara. Sementara Rahmat Muhajirin dan Bambang Haryo meraih di atas 50 ribu suara. Gerindra sendiri diprediksi hanya akan mendapat 1 kursi di dapil ini.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, terkenal dan sering masuk televisi bukan jaminan bakal terpilih. Menurutnya, 85 persen caleg yang lolos ke parlemen justru tidak terkenal. Hanya 15 persen saja, caleg terkenal yang sukses melangkah ke Senayan.
"Yang penting mengakar dan membumi dengan grassroot. Itu menggapa kemudian terkenal di televisi tidak menjamin bisa lolos di parlemen," ujar Pangi, Jumat (3/5/2019).
Itu sebabnya, dia mengaku tidak tidak kaget ketika sejumlah nama-nama yang selama ini banyak menghiasai layar kaca, vokal dan terkenal namun tidak lolos.
"Terkenal itu peting, karena itu sudah modal awal. Namun jauh penting adalah menyapa, menyalami dan menemui masyarakat secara face to face, dari pintu ke pintu jauh lebih besar efeknya terhadap tingkat keterpilihan," jelasnya.
Menurutnya, yang penting bagi masyarakat itu tidak hanya terkenal, namun bagaimana ada hubungan emosional terbangun dan chemestry-nya dapat.
"Jadi saya pikir dalam rumus matematika politik kan sederhana, dikenal, disukai dan dipilih. Kalau kenal iya, apakah disukai, kenal dan suka juga kadang belum pasti mereka memilih," ujarnya.
Menurutnya, kalau terkenal nanun nggak mampu memperjuangkan aspirasi atau tidak mampu menjadi penyambung lidah rakyat, masyarakat nggak bakal respek.
"Jadi kalau ada perjuangan caleg berupa advokasi kehendak dan aspirasi rakyat, walaupun nggak terkenal, masyarakat akan memilih caleg tersebut karena keberadaannya dirasakan rakyat. Itu kuncinya bagaimana dirasakan rakyat perjuangan dan pembelaan terhadap rakyat secara langsung," pungkas Pangi.
Terpisah, Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyatakan, banyak faktor yang membuat seorang caleg gagal terpilih. Menurutnya ketenaran tidak bisa jadi jaminan caleg bisa mudah melenggang menang.
"Di sinilah kekuatan pemilu. Rakyat bisa menentukan pilihannya dengan bebas. Sekalipun caleg itu adalah menteri atau publik figur, kalau pemilih tidak menghendaki ya tidak akan terpilih," ujar Hadar kepada Liputan6.com, Jumat (3/5/2019).
Hadar menyatakan, masyarakat sebagai pemilih saat ini sudah semakin pintar. Mereka tidak lagi asal pilih, tapi juga melihat sepak terjang dan kinerja caleg yang bersangkutan.
"Kualitas pemilu ditentukan kesiapan warga memilih. Sudah seharusnya tidak asal memilih," katanya.
Rekam jejak kinerja partai tempat caleg tersebut bergabung, kata dia juga ikut menentukan donasi suara yang diberikan masyarakat ke caleg di partai tersebut.
"Apakah selama ini saat menjadi menteri atau figur publik telah berbuat banyak yang bermanfaat terkait dengan tugas dan statusnya. Pemberian suara dalam pemilu merupakan juga wujud evaluasi," ujar Hadar.
Namun, terlepas dengan gagal tidaknya caleg-caleg populer, dia mengimbau untuk mununggu pengumuman resmi KPU 22 Mei 2019.
"Untuk pastinya, mari kita menunggu penetapan hasil pemilu resmi yang akan dilakukan KPU," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tunggu 22 Mei
Klaim lolos dan gagal ke Senayan yang dilakukan oleh para caleg pemilu 2019 mendapat respons dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengimbau semua pihak, termasuk para caleg, untuk bersabar menunggu keputusan resmi KPU.
"Mari bersama tunggu hasil pemilu 2019 sampai 22 Mei 2019. Semua pihak mohon menahan diri untuk bersama menunggu hasil resmi yang akan diumumkan lewat rapat pleno," ujar Wahyu, Jumat (3/5/2019).
Dia menyatakan, pleno yang akan dilakukan KPU pada 22 Mei akan mengumumkan hasil pemilu 2019 secara keseluruhan, yakni pilpres, DPD, hasil parpol dan caleg-calegnya.
"Jadi kami mengimbau menahan diri bagi siapa saja, tunggu hasil resmi KPU," ujarnya.
Wahyu menyatakan, rekapitulasi suara saat ini masih di tingkatan kabupaten atau kota.
"Sampai saat ini belum ada satu pun provinsi yang merampungkan rekapitulasi," tegasnya.
KPU, kata dia, tidak mungkin menggelar rekapitulasi nasional jika penghitungan suara di tingkat provinsi belum selesai.
"Perlu diketahui rekap itu berjenjang, rekap di tingkat nasional itu hanya untuk pilpres, DPR, dan penetapan DPD," katanya.
Untuk DPRD kabupaten atau kota dikerjakan di level kabupaten oleh KPU setempat.
"Kalau provinsi belum ada datanya, kita mau rekap apa? Jadi kita selesaikan satu persatu tapi harus 100%, baru setelah itu pleno," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, data yang ditampilkan dalam Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) bukan hasil resmi penghitungan suara.
"Situng bukan hasil resmi penghitungan perolehan suara. Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatannya dalam rapat pleno terbuka," ujar Arief di Jakarta, baru baru ini.
Dia menjelaskan, data dalam Situng adalah data yang disalin petugas apa adanya dari formulir C1 yang diterima dari setiap TPS.
"Data entri yang ditampilkan pada menu Hitung Suara adalah data yang disalin apa adanya sesuai dengan angka yang tertulis pada Salinan Formulir C1 yang diterima KPU Kabupaten/Kota dari KPPS. Jadi jika C1 itu tertulis 123 maka dimasukkan 123, ditulis apa adanya," tuturnya.
Advertisement
PKS Jaga C1, Nasdem Kerja Tim
Sekjen Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Johnny G Plate menyatakan, gagal atau berhasilnya seorang caleg ke Senayan adalah hal biasa, tak pandang populer atau tidak.
"Kalau caleg kan bukan soal terkenal dan tidak terkenal, caleg itu soal terpilih dan tidak terpilih. Ya terkenal kalau tidak terpilih tidak bisa, kalau terkenal secara nasional belum tentu dia terpilih secara dapil. Bukan saja artis, semuanya," jelasnya kepada Liputan6.com, Jumat (3/5/2019).
Johnny menyatakan, banyak kasus tokoh terkenal kemudian gagal mendulang suara untuk lolos ke Senayan. Dia berkaca bagaimana sejumlah tokoh pimpinan DPR tidak terpilih di pemilu 2014.
"Sama juga seperti sekarang, banyak yang terkenal, banyak juga anggota DPR yang sekarang DPR belum tentu terpilih. Banyak juga menteri yang ikut kan? Ya belum tentu terpilih, karena keterpilihannya yang berbasis daerah pemilihan," ujarnya.
Menghadapi pemilu, sambung dia, tidak bisa dilakukan sendirian. Banyak artis-artis dari Nasdem yang meraup suara tapi belum cukup untuk dikonversi menjadi kursi.
"Ga bisa kerja sendirian, kerja harus sama-sama. Iya kan?" katanya.
Dia menyatakan, berhasil tidaknya caleg di pemilu adalah soal kerja politik di dapil. Meski dia tercatat sebagai pendatang baru di panggung politik, tapi kalau kerja politiknya bener akan terpilih.
"Mau sudah lama juga kalau kerja politiknya ga bener ya ga terpilih. Kan banyak contoh. Kalau bilang yang baru ga terpilih, calon DPR ga ada yang baru dong semuanya. Banyak juga kan yang lama ga terpilih, gitu," ungkapnya.
banyak juga artis-artis dari Nasdem yang terpilih karena dia melakukan kerja politik. "Banyak yang terpilih, hebat-hebat mereka," sambungnya.
Banyak juga yang belum terpilih, tetapi mereka meraup suara yang cukup. Hanya belum cukup untuk dikonversi jadi kursi karena mereka ga bisa kerja sendirian, harus bekerja bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Sistemnya itu akumulasi suara yang milik partai dan milik teman-temannya, milik politisi, terus digabung," kata dia.
Johnny menyatakan, pihaknya mendukung artis menjadi politisi-politisi di bidangnya. Dia menyebut contoh sukses artis politisi adalah Ronald Reagen.
"Dia artis Hollywood yang terpilih jadi presiden Amerika dari Partai Republik yang top. Jadi bukan soal profesinya, ini soal orangnya. Bagaimana dia bekerja secara politik yang hebat," katanya.
Sementara itu, Wasekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyatakan, partainya tidak mau ambil pusing dengan caleg gagal dan caleg lolos. Saat ini pihaknya memilih menunggu penetapan KPU tentang siapa yang berhak jadi wakil rakyat di Senayan pada 22 Mei nanti.
"Tapi kalau mau syukuran, ya silakan saja, karena syukuran itu baik," ujarnya, Jumat (3/5/2019).
PKS, lanjut dia, saat ini masih terus mengawal dan menjaga surat suara C1 dan terus keliling ke PPK di sejumlah kecamatan."Di kecamatan baru 40 persen selesai. Ini masih harus dikawal suara C1 baik untuk pileg mau pun pilpres," sambungnya.
Mardani pun berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu mengamankan surat suara C1 di sejumlah kecamatan.