Pemindahan Ibu Kota Bakal Buat Daerah Pertumbuhan Baru

Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa akan membawa dampak positif, khususnya bagi dunia usaha.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2019, 14:12 WIB
Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani (kiri) memberikan tanggapan terkait rencana Aksi 2 Desember di Jakarta, Selasa (29/11). Hariyadi berharap Aksi 212 berjalan tertib dan tidak mengganggu kegiatan usaha. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B.Sukamdani menyebutkan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Jawa akan membawa dampak positif, khususnya bagi dunia usaha.

Dia menjelaskan, dengan ada pemindahan pusat pemerintahan otomatis akan menciptakan satu kota metropolitan baru. Kendati demikian, dia mengingatkan tentunya proses pemindahan ibu kota tidak mungkin dapat terwujud dalam waktu singkat.

"Jadi pemindahan ibu kota ide bagus untuk buat daerah pertumbuhan baru, tapi harus diingat bahwa sifat pemindahan ibu kota itu jangka panjang," kata dia saat ditemui di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (3/5/2019).

Dia mengungkapkan, dalam proses pemindahan ibu kota di dalamnya terdapat banyak hal penting yang perlu dilakukan yang memerlukan persiapan cukup lama dan kompleks. Di antaranya adalah persiapan tata ruang, dana , dan kesiapan daerah serta hal-hal krusial lainnya.

"Yang jelas tidak mungkin selesai dalam waktu 5 tahun," ujar dia.

Oleh sebab itu, dia berharap pemerintahan kali ini dapat melanjutkan pada periode sebelumnya agar terjadi kontinuitas mengenai pemindahan ibu kota tersebut.

"Dan 5 tahun itu masa bakti presiden yang nanti ini akan berjalan. Jadi harus dipertimbangkan jangan sampai nanti tidak ada payung hukum kuat dan nanti ganti presiden, 5 tahun lagi enggak jalan . Akibatnya rugikan kita semua," ujar dia.

Dia mengatakan, wacana pemindahan ibu kota jangan sampai gagal mengingat dana yang dikeluarkan juga tidak sedikit.

"Jangan sampai nanti masalah ibu kota seperti itu. Jadi perlu jaminan jangka panjang jangan sampai nanti sudah diputuskan, ke depannya gak jalan. Dan ini kelemahan kita tidak punya GBHN seperti dulu. Kalau dulu ada tap MPR, lembaga tertinggi negara, saat ini tidak ada lembaga tertinggi negara dan semua sama lembaga tinggi. Dan ini harus jadi faktor dipertimbangkan," ujar dia.

 

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


BI Tunggu Konsep Pemindahan Ibu Kota

Ilustrasi Bank Indonesia

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan masih akan mempelajari soal rencana pemindahan ibu kota. Sehingga belum bisa memprediksi dampak dari rencana ini terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bi Onny Widjanarko mengatakan, BI masih menunggu secara pasti konsep pemindahan ibu kota akan seperti apa. BI juga terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga (K/L) terkait.

"Kita masih mempelajari konsepnya seperti apa. Ini belum kami kaji," ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.

Menurut dia, setelah nanti adanya konsep yang jelas, baru BI akan memberikan pandangan terkait hal ini.

"BI masih ingin melihat dulu seperti apa konsepnya ibu kota baru. Nanti setelah koordinasi tentu ada kajian dan pandangan dari BI," tandas dia.

 


JK: Pemindahan Ibu Kota Syaratnya Berat

Wapres Jusuf Kalla (JK) mendatangi TPS 03 Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, Rabu (19/4). Ditemani istri, Mufidah Kalla dan sang cucu, JK memberikan suaranya pada Pilkada DKI putaran kedua di TPS bernuansa Betawi tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kallla (JK) mengaku, masih mengkaji rencana pemindahan Ibu Kota di luar Jawa. Menurut JK, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi agar rencana pemindahan Ibu Kota bisa terealisasi.

"Belum diputuskan dimananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya. Sudah disepakati syaratnya, yang diajukan Bappenas itu. Syaratnya berat memang, memilihnya tidak mudah," kata JK, di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa, 30 April 2019.

Seperti dilandasir dari Antara, JK mengatakan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya lokasi yang strategis berada di tengah Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, dan memiliki risiko kecil terhadap bencana alam.

Selain itu, daerah tersebut juga harus memiliki luas lahan kosong minimal 60.000 hektare.

"Boleh di Kalimantan, boleh di Sulawesi. Contohnya yang memenuhi di tengah itu Sulawesi, tapi tidak ada lahan kosong yang siap. Ada lagi yang siap, ada bahaya patahan-patahan di situ," ungkap JK.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya