Liputan6.com, Washington DC - Halaman Kedutaan Besar Venezuela di Washington, DC, pada Kamis, 3 Mei 2019, ramai dan ricuh akibat adanya aksi protes dari pendukung garis keras Presiden Nicolas Maduro dan pengunjuk rasa anti-intervensi Amerika Serikat yang telah menjalankan misi ini selama lebih dari dua minggu.
Sebelumnya, sekitar empat bulan lalu, Juan Guaido, ketua Majelis Nasional Venezuela, menyatakan dirinya sebagai presiden sah dari negara tersebut (yang didasarkan pada konstitusi), karena menurutnya, Maduro mencurangi pemilu pada Mei lalu.
AS dan lebih dari 50 negara telah mendukung klaim Guaido. Sementara Rusia, China, Kuba, dan lainnya adalah pihak yang pro pada pemerintahan Maduro.
Baca Juga
Advertisement
Selain secara resmi mengakui Guaido sebagai presiden Venezuela, AS juga telah mengisyaratkan prospek intervensi militer di sana, yang membuat marah banyak orang --terutama pendukung Maduro.
Kebuntuan diplomatik sekarang merambah ke sejumlah tempat, dengan cara yang tidak terduga pula, misalnya saja seperti pergolakan yang terjadi di Kedutaan Besar Venezuela di Georgetown.
Aksi itu dimulai sekitar pukul 11.30 waktu setempat, ketika para demonstran anti-intervensi AS mengadakan dua konferensi pers secara terpisah, satu dari dalam area kedutaan dan satu lagi di luar gedung. Demikian seperti dikutip dari Vox, Jumat (3/5/2019).
Mereka hampir dipukul mundur oleh massa yang kontra dengan Maduro, yang membunyikan sirene keras pada pengeras suara mereka. Meski begitu, kedua belah pihak berhasil menyampaikan pesan mereka: "Hands off Venezuela!" (yang anti-intervensi AS) dan "Hands off our Embassy!" (dari kerumunan anti-Maduro).
Sekitar 20 aktivis anti-Maduro, sebagian besar warga Venezuela, telah memblokir akses ke kedutaan selama dua hari, sehingga para pengunjuk rasa yang anti-intervensi AS tidak bisa masuk lagi jika mereka pergi.
Sekitar 15 aktivis dari kelompok-kelompok seperti Code Pink dan Popular Resistance kemudian mencoba memberikan makanan dan obat-obatan kepada 25 orang yang berada di dalam kedutaan.
Saat itulah kekacauan benar-benar dimulai.
Ketika kerumunan anti-intervensi AS mendekati pintu kedutaan dengan membawa jeruk, roti, dan persediaan pangan lainnya, aktivis anti-Maduro berdiri di depan pintu dan tangga di sisi belakang kedutaan.
Hal itu membuat kedua belah pihak saling menyerukan slogan satu sama lain. Sementara itu, pengunjuk rasa lainnya melemparkan makanan ke jendela dan pintu kedutaan sebagai upaya untuk mengirimkannya ke orang-orang di dalam.
Pada satu titik, seseorang yang berada di dalam kedutaan dengan cepat meraih bahan-bahan yang dilemparkan ke luar pintu samping dan bergegas kembali ke dalam.
The Secret Service atau Dinas Rahasia AS, yang memantau situasi itu, terpaksa dilibatkan begitu pertikaian kecil terjadi di dekat pintu masuk belakang.
Pada akhirnya, dua orang dari massa anti-intervensi dan satu aktivis anti-Maduro, ditangkap dan dibawa pergi oleh agen tersebut melalui gang kecil di belakang gedung.
Yel-yel dan sirene terus terdengar selama unjuk rasa berjalan, yang berlangsung sekitar satu jam. Kedua kelompok pemrotes memiliki pandangan yang berbeda tentang situasi saat ini di Venezuela, dan mereka terus beradu argumen terkait tanpa menghiraukan fakta-fakta dasar dari kondisi di sana.
Demonstrasi Besar-Besaran Kembali Serang Rezim Nicolas Maduro di Venezuela
Sebelumnya, pendukung oposisi Venezuela kembali mengadakan protes massal, sehari setelah bentrokan keras dengan pasukan pemerintah.
"Kami akan terus maju dengan kekuatan lebih dari sebelumnya," kata pemimpin oposisi Juan Guaido, sebagaimana dikutip dari BBC pada Kamis, 2 Mei 2019.
Di saat bersamaan, demonstrasi pro-pemerintah juga sedang berlangsung.
Demonstrasi saingan datang setelah Presiden Nicolás Maduro mengatakan dia telah menghentikan "percobaan kudeta" pada hari Selasa.
Guaido mengatakan bahwa dia didukung oleh anggota angkatan bersenjata, tetapi Maduro menegaskan dia masih memiliki dukungan mereka.
Dalam pidato televisi berapi-api pada hari Selasa, Maduro menuduh para demonstran melakukan "kejahatan berat" yang menurutnya "tidak akan dibiarkan begitu saja".
Maduro juga menyebut bahwa Amerika Serikat (AS) sedang merencanakan perlawanan terhadapnya.
Sebagaimana diketahui, Guaido menyatakan dirinya sebagai pemimpin sementara Venezuelapada Januari lalu, dan telah diakui oleh lebih dari 50 negara, termasuk AS, Inggris dan sebagian besar di Amerika Latin.
Tetapi Maduro --yang didukung oleh Rusia, China, dan pejabat tinggi militer negara itu-- menolak menyerahkan kepemimpinan kepada kubu Guaido.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan tindakan militer "mungkin" dilakukan, tetapi Washington akan lebih memilih transisi kekuasaan secara damai.
Di lain pihak, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memperingatkan AS terhadap langkah-langkah "agresif" selanjutnya, karena dinilai terlalu mencampuri urusan dalam negeri Venezeula.
PBB, di sisi lain, meminta kedua belah pihak yang bertikai di Venezuela untuk melakukan "gencatan maksimum", dan memulai pembicaraan damai.
Advertisement
Proses yang Tidak Dapat Diubah
Berbicara kepada para pendukungnya di Caracas, Guaido menyebut protes itu sebagai "proses yang tidak dapat diubah", dan berjanji melanjutkan demonstrasi setiap hari "untuk mencapai kebebasan".
"Kami berada di jalur yang benar, tidak ada jalan untuk kembali," katanya.
Media lokal melaporkan tembakan di Altamira, sebuah lingkungan di Caracas timur di mana oposisi secara teratur berkumpul.
Ada juga bentrokan di jalan raya dekat pangkalan udara di timur ibu kota, dengan pengunjuk rasa mengendarai van melewati pagar pembatas.
Garda Nasional yang mengendarai sepeda motor menembakkan gas air mata ke arah para demonstran.
Beberapa demonstran melempar batu, sementara yang lain terlihat membuat bom molotov.
Sementara itu, demonstrasi telah terjadi di 23 negara bagian Venezuela serta di Caracas, kata LSM dan media lokal.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan "sangat khawatir" dengan laporan pasukan keamanan menggunakan kekuatan "berlebihan" terhadap demonstran.
"Kami menyerukan semua pihak untuk menunjukkan pengekangan maksimum dan pada pihak berwenang untuk menghormati hak untuk berkumpul secara damai," kata juru bicara Marta Hurtado.
Tetapi ada juga demonstrasi pro-pemerintah, dengan Presiden Maduro mengatakan para pekerja berkumpul di seluruh negeri untuk memperingati May Day.