Bajong Banyu, Perang Menyambut Ramadan di Magelang

Air dari mata air Dawung dibawa dengan kendi. Setelah diguyurkan ke anak-anak, maka perang dimulai. Selamat datang di pesta Bajong Banyu, menyambut ramadan di Magelang.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 04 Mei 2019, 12:00 WIB
Petugas menyerahkan air dalam kendi yang diambil dari mata air dusun Dawung, Banjarnegoro, Mertoyudan Magelang.Mengawali Bajong Banyu, tradisi menyambut ramadan di Magelang. (foto: Liputan6.com/edward/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Magelang - Ramadan di Magelang selalu dinanti. Berbagai ritual disiapkan warga untuk menyambutnya. Saat-saat inilah persilangan budaya dan saling silang antara budaya-agama-turistik menyatu menemu momen yang sama.

Warga Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menggelar tradisi Bajong Banyu. Sebuah tradisi yang mirip dengan padusan, namun menjadi berwajah turistik. Sebuah evolusi tradisi menyambut Ramadan di Magelang.

Diawali dengan berbagai gelaran kesenian rakyat, tradisi Bajong Banyu adalah proses memuliakan sumber air. Berbagai kesenian rakyat itu berfungsi untuk mengumpulkan warga di sebuah titik

Setelah warga berkumpul, maka prosesi dilanjutkan dengan pengambilan air di sumber air Tuk Dawung.

"Ini hanya bisa dilakukan oleh sesepuh dusun dan warga terpilih yang ditokohkan," kata Narti, salah satu peserta.

Untuk mengambil air itu, warga harus berjalan kaki dari titik keramaian di tengah dusun menuju sumber air yang berjarak sekitar 500 meter. Pada baris terdepan adalah para pembawa kendi yang akan diisi air. 

"Kanthi wijik saha siram banyu menika, kita ngantu-antu saged wangsul suci sak perlu lumebet wulan siyam. (Dengan mencuci diri dan mandi menggunakan air ini, kita berharap bisa kembali suci untuk memasuki bulan puasa," kata salah satu orang tua.

Tradisi menyambut Ramadan di Magelang memang selalu istimewa. Selalu dimeriahkan kesenian rakyat. Dituturkan dalam bahasa yang lembut.

 

 


Perang Air

Anak-anak diguyur air sebagai penanda dimulainya perang air menyambut ramadan. (foto: liputan6.com / edward / edhie prayitno ige)

Setelah berdoa, empat orang penari mendampingi prosesi pengambilan air. Air dimasukkan ke dalam kendi untuk dibawa ke lapangan.

Air itu kemudian dituang dalam sebuah wadah besar serupa gentong. Sesepuh desa memmpin doa agar air itu diberkahi penguasa alam dan mampu menyucikan hati warga dusun dan siapapun yang datang terlibat.

Diawali dengan mengguyur kepala anak-anak, maka acara dilanjutkan dengan saling melempar kantong plastik berisi air. Perang dimulai.

Menurut mbah Pur, tradisi ini selain ekspresi kegembiraan menyambut datangnya ramadan, juga sebagai sarana silaturahmi untuk saling memaafkan.

"Ketika berpuasa, kondisi lahir batin sudah bersih," katanya.

Noviyanti, salah satu warga Dusun Dawung yang masih remaja menyebutkan bahwa ia selalu ikut tradisi Bajong Banyu. Ia rela seluruh tubuhnya basah usai kegiatan ini.

"Seru. Bisa lempar orang-orang tua yang pada saat biasa kami tak bisa lakukan. Nanti kalau sudah selesai saling minta maaf dan bisa jadi sebuah cerita antar kami," kata Novi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya