Catatan Akhir Pekan: Dunia Tak Akan Runtuh Saat Kita Puasa Media Sosial

Kita terkadang rela tidak bertemu secara langsung dengan orang terdekat karena sibuk menggnakan medsos. Tapi bisakah kita melakkukan puasa medsos?

oleh Henry Hens diperbarui 04 Mei 2019, 08:31 WIB
Ilustrasi puasa media sosial./Copyright unsplash.com/andrew le

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial atau medsos saat ini seperti sudah menjadi candu yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari Senin sampai Minggu bahkan dari pagi hingga malam rasanya ada yang kurang afdol kalau kita tak menggunakan media sosial.

Anda rela menatap layar gawai maupun laptop selama mungkin untuk melihat apa yang tengah terjadi di media sosial, update aktivitas atau melihat dan mengomentari aktivitas teman. Sehari tak menggunakan medsos itu ibarat makan tanpa nasi, tak terasa kenyang dan membuat kita kurang semangat.

Bahkan kita terkadang rela tidak bertemu atau berinteraksi secara langsung dengan keluarga, pasangan atau teman kita, demi punya waktu untuk menggnakan medsos. Namun pernahkah Anda terpikir untuk berhenti sejenak dari kegiatan dunia maya tersebut?

Tak harus dalam waktu lama, coba sehari saja. Kira-kira bisakah kita? Kita memang bakalan tertinggal berita maupun kabar dan gosip terbaru. Tapi dunia tak akan runtuh kalau kita tidak menggunakan medsos. Apakah kita akan rugi?

Rasanya tak ada ruginya untuk puasa sejenak dari aktivitas yang satu ini. Apalagi menyambut bulan puasa atau Ramadan yang akan dimulai beberapa hari lagi, mungkin kita juga bisa memulai puasa memakai medsos. Salah satunya, misalnya, puasa menggunakan Facebook.

Sejak 2005, Facebook sudah menjadi fenomena di seluruh dunia dengan mempopulerkan istilah media sosial. Istilah ini bertanggung jawab dalam revolusi cara manusia berkomunikasi, dan digunakan oleh semua orang mulai dari anak-anak hingga lansia.

Dengan peran dan pengaruh yang besar, tak mengherankan beberapa masalah muncul seperti tingkat kecanduan dan betapa sulitnya hidup tanpa interaksi media sosial.

Dilansir dari Digital Trends, menurut penelitian oleh Pew Research Center, 59 persen pengguna media sosial yang disurvei pada akhir 2018 mengatakan kalau mereka tidak sulit hidup tanpa medsos. Mereka mengatakan bisa meninggalkan media sosial kapan saja.

Penelitian demografi usia menunjukkan orang berusia di atas 55 tahun, sebanyak 66 persen tepatnya, lebih mungkin hidup tanpa media sosial. Di sisi lain, 40 persen dari mereka yang disurvei mengakui bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri dari media sosial dengan cara apapun.

Mereka mengaku mendapatkan banyak hal positif saat puasa medsos. Di antaranya, bisa lebih fokus pada diri sendiri karena berhenti membandingkan diri dengan orang lain, lebih menikmati hidup, lebih memperhatikan orang terdekat dan memperbaiki cara berkomunikasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Menyalurkan Perasaan di Medsos

Ilustrasi: Remaja yang biasa mengakses media sosial (sumber : yourteenmag.com)

Sebagian besar dari mereka yang tidak bisa hidup tanpa media sosial berusia 18-24 tahun, yaitu sebanyak 51 persen. Hal itu semakin memperkuat kesimpulan kalau media sosial memang lebih disukai oleh anak muda. 

Di sisi lain, hal ini sepertinya cukup mengkhawatirkan karena persentase orang yang mengatakan bahwa mereka sulit melepaskan diri meningkat dari 28 persen pada 2014, ketika penelitian yang sama dilakukan.

Dilansir merdeka.com, menurut Kasandra Putranto, seorang psikolog, banyak remaja akhir-akhir ini rentan kehilangan identitas mereka. Saat mereka kehilangan kualitas individual dan nilai moral mereka, para remaja ini mulai menjadi melankolis dan akhirnya menggunakan media sosial untuk menyalurkan perasaan tersebut.

Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan adanya ‘ketularan’ depresi. Teman-teman dari orang yang mengidap depresi lebih mungkin merasakan depresi juga. Sekitar 60 persen remaja yang menyakiti diri mereka sendiri juga ditemukan memiliki teman yang sudah lebih dulu melakukannya. Media sosial dapat menyebarkan faktor ini dengan lebih mudah.

Karena itu, orangtua sebaiknya membimbing anak dalam penggunaan sosial media agar tidak memberikan pengaruh negatif. Misalnya saja, kebanyakan orang melampiaskan emosi yang dirasakan baik sedih, marah, kecewa sampai bahagia di media sosial. Mereka meyakini bahwa melampiaskan stres di media sosial dapat menjadi cara efektif untuk meredakannya.

Selain itu, kejahatan terhadap anak juga bisa terjadi di media sosial.Puasa medsos juga didukung oleh Komisioner Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI). Menurut Maria Advianti, SP dari KPAI, perangkat kebijakan mengenai perlindungan anak di media sosial masih minim.

"Kita sudah mengkaji berbagai kebijakan yang terkait dengan perlindungan anak di media sosial memang masih minim bahkan bisa dibilang tidak ada. Kita mendorong bagaimana negara bisa memberikan perhatian untuk memprioritaskan juga perlindungan anak di dunia internet ini," ucapnya saat dihubungi Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

 


Momen Bulan Puasa

Ilustrasi Media Sosial. Dok: WinNetNews.com

Selain kebijakan yang masih cenderung kosong, sifat-sifat dari media sosial itu sendiri yang memang masih sulit bagi negara untuk bisa menjangkaunya. Misalnya saja seperti layanan pesan instant WhatsApp (WA), BBM, Snapchat dan lain sebagainya.

Dia pun membeberkan jika baru-baru ini pihaknya mendapati laporan mengenai aksi pedofil yang telah masuk dalam layanan pesan instan (WA). "Banyak kejadian kejahatan terhadap anak itu di private chat. Jadi ini yang sudah seharusnya negara punya alatnya untuk bisa menjangkau hal itu," tuturnya.

KPAI menginginkan agar lembaga pemerintah juga mampu menjangkau sampai ranah lebih jauh seperti layanan pesan instan. "Kalau hanya mengandalkan pengaduan dari masyarakat itu sama saja meminimalkan fungsi negara. Ini tujuan kami bahwa media sosial harus dijadikan sebagai mainstream salah satu perlindungan anak karena sudah sangat umum dan banyak dilakukan oleh kita," jelasnya.

Sebagai orangtua maupun orang yang lebih tua, kita seharusnya memang memberi pengaruh yang baik dan mengarahkan anak-anak dan mereka yang lebih muda untuk melakukan hal-hal yang lebih positif.Medsos bisa dibilang seperti pedang bermata dua' bagi penggunanya.

Medsos memang bisa menjadi sumber inspirasi, tetapi juga bisa membawa pengaruh buruk. Kalau Anda terlalu lama membuka medsos, maka Anda akan kehilangan banyak waktu berharga untuk melakukan hal lain yang bermanfaat.

Kalau Anda sudah berlebihan dan lebih lama waktu yang Anda pakai untuk berselancar di dunia maya, mungkin Anda patut mencoba detox medsos atau sebutan lainnya adalah puasa medsos. Apalagi di bulan suci yang akan segera dimulai, puasa medsos di bulan Ramadan atau bulan puasa mungkin bisa jadi momen yang tepat untuk memulainya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya