Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa. Namun, hingga saat ini pemerintah belum mengungkap lokasi ibu kota baru.
Staf khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika menegaskan, rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa bukan hanya keinginan pemerintah semata. Rencana tersebut merupakan hasil dari penyerapan aspirasi berbagai pihak.
"Rencana pemindahan ibu kota tak boleh jadi agenda elite saja, tidak boleh jadi hasrat kelompok tertentu saja, tetapi ini merupakan pantulan dari aspirasi semua pihak, bukan hanya pemerintah saja," kata dia, di Jakarta, Sabtu (4/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Pihak-pihak yang turut terlibat memberikan aspirasi tersebut mulai dari para akademisi hingga para penggerak ekonomi. Dengan demikian, rencana pemindahan ibu kota dapat mengakomodasi kepentingan nasional.
Dengan demikian, pemindahan ibu kota ke luar pulau Jawa dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, dalam bentuk pemerataan pembangunan dan ekonomi.
"Terutama membangun di daerah-daerah yang masih tertinggal. Hingga saat ini, pemerintah sudah memiliki bahan-bahan untuk mengimplikasikan keputusan pemindahan ibu kota," ungkap dia.
Erani pun menegaskan, Presiden Joko Widodo sesungguhnya telah memerintahkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk melakukan kajian sejak 1,5 tahun lalu.
"Presiden memberikan tugas kepada Bappenas untuk melakukan kajian terkait pemindahan Ibu Kota kurang lebih sudah 1,5 tahun. Jadi ini bukan rencana dadakan," katanya.
"Setelah kurang lebih 1,5 tahun Bappenas sekarang sudah memiliki kajian yang memadai," tandas Erani.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Pemindahan Ibu Kota Dinilai Lebih Murah Ketimbang Benahi Jakarta
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa. Namun, hingga saat ini pemerintah belum mengungkap lokasi ibu kota baru.
Pemerintah memiliki sejumlah alasan di balik rencana pemindahan ibu kota tersebut, misalnya sebagai salah satu langkah pemerataan pembangunan di Indonesia. Selain itu, beban Jakarta dianggap sudah terlalu besar sebagai pusat pemerintahan dan bisnis.
Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika mengatakan, inefisiensi yang terjadi Jakarta diperkirakan bisa menyentuh Rp 100 triliun per tahun. Hal ini tentu tak bisa dibiarkan terus berlanjut.
"Di Jakarta inefisiensi akibat kemacetan saja, termasuk polusi dan seterusnya, itu Rp 80-100 triliun setiap tahunnya. Pemborosan itu sudah bukan masanya lagi bagi kita untuk mengkompromi. Akan lebih murah bila anggaran itu dipakai untuk pemindahan ibu kota dan program lain," kata dia, saat ditemui, di Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019.
"Ini harus dibaca sebagai salah satu upaya untuk proses pemerataan pembangunan dan beban dari Jakarta itu," lanjut dia.
Dia menjelaskan, agar hal yang sama tidak kembali terulang, ibu kota akan dirancang hanya sebagai pusat pemerintahan, tanpa bercampur dengan pusat-pusat kegiatan bisnis.
"Harapannya ketika ibu kota berpindah, maka ruang-ruang ekonomi akan terbuka tapi tidak di lokasi. Karena di lokasi ibu kota yang baru sudah dibikin zonasi, tidak akan lagi dibikin tumpang tindih antara beban pemerintah dan beban bisnis. Itu di daerah-daerah sekitarnya bukan di ibu kota," tutur dia.
Kegiatan ekonomi masyarakat, tentu akan tumbuh seiring dengan kehadiran ibu kota baru. Namun, kegiatan ekonomi dan bisnis akan terjadi di sekitar ibu kota baru.
"Yang paling pokok adalah itu pengembangan ekonomi daerah sekitar itu mencukupi lebih dalam konteks mencukupi kebutuhan warga yang ada di situ. Pengembangan ekonomi industri seterusnya pasti tidak akan bercampur dengan wilayah tadi," ujarnya.
"Pergerakan itu kita harapkan memiliki pantulan lebih luas untuk Indonesia Timur secara keseluruhan, kalau memang nanti keputusan pemindahan ibu adalah di luar Jawa dan Sumatera," tandasnya.
Advertisement
Kata JK soal Pemindahan Ibu Kota
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kallla (JK) mengaku, masih mengkaji rencana pemindahan Ibu Kota di luar Jawa. Menurut JK, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi agar rencana pemindahan Ibu Kota bisa terealisasi.
"Belum diputuskan di mananya, karena ada syaratnya lagi, ada 10 syaratnya. Sudah disepakati syaratnya, yang diajukan Bappenas itu. Syaratnya berat memang, memilihnya tidak mudah," kata JK, di Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa, 30 April 2019.
Seperti dilandasir dari Antara, JK mengatakan, syarat-syarat tersebut antara lain letaknya lokasi yang strategis berada di tengah Indonesia, penduduknya harus mempunyai tingkat toleransi baik, dan memiliki risiko kecil terhadap bencana alam.
Selain itu, daerah tersebut juga harus memiliki luas lahan kosong minimal 60.000 hektare.
"Boleh di Kalimantan, boleh di Sulawesi. Contohnya yang memenuhi di tengah itu Sulawesi, tapi tidak ada lahan kosong yang siap. Ada lagi yang siap, ada bahaya patahan-patahan di situ," ungkap JK.