Mengenal Kalender Islam Kejawen Banyumas yang Berpuasa Mulai Selasa Pahing

Dengan rumus Nemro maka bulan puasa atau Ramadan Islam Kejawen akan tiba pada Selasa pahing, 7 Mei 2019.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 05 Mei 2019, 10:00 WIB
Ritual Punggahan komunitas Kejawen dan penghayat kepercayaan menjelang Ramadan di Panembahan Banokeling, Pekuncen, Jatilawang, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Komunitas penganut Islam Kejawen di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah bakal mulai berpuasa pada Selasa Pahing atau tanggal 7 Mei 2019.

Itu berarti, puasa penganut Islam Kejawen ini berselang sehari dari umat Islam pada umumnya yang menentukan 1 Ramadan jatuh pada hari Senin, 6 Mei 2019.

Juru Bicara Komunitas Adat Banokeling Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Sumitro mengatakan tahun ini adalah tahun  tahun Be. Pada tahun Be, awal tahun 1 Sura jatuh pada Kamis pasaran Manis.

Dengan rumus Nemro maka bulan puasa atau Ramadan Islam Kejawen akan tiba pada Selasa pahing. Itu dihitung dari hari keenam setelah Kamis manis, sebagai awal hari di tahun Be ini.

“Sanemro, Selasa Pahing, itu mulai puasa. Puasa itu kan termasuk perhitungannya dengan rumus Nemro. Nemro-nya itu ambil dari 1 bulan Suro, Kamis, Jumat, Sabtu, Ahad, Senin, Selasa itu kan enam,” katanya, Jumat, 3 Mei 2019.

Sumitro menerangkan, tiap tahun perhitungan awal puasa selalu berubah tergantung tahunnya. Penetapan waktu tersebut dihitung berdasarkan almanak (penanggalan) Jawa sesuai kalender Alif Rebo Wage (Aboge).

Almanak Aboge mendasarkan perhitungan hitungan tahun yang jumlahnya hanya satu windu atau delapan tahunan. Tiap tahun memiliki nama, yakni Alif, He, Jim, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jim Akhir.

Rumus perhitungan yang mendasarkan pada tibanya 1 Suro juga bisa diterapkan dalam penghitungan lebaran Idul Fitri untuk Islam Kejawen. Rumusnya adalah Waljiro.


Awal Puasa Penganut Kejawen di Cilacap

Ribuan penganut Islam Kejawen dan penghayat kepercayaan melakukan ‘laku lampah’ atau berjalan kaki puluhan kilometer dalam ritual Punggahan menjelang Ramadan ke Panembahan Banokeling, Jatilawang, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Pada tahun Be ini, lebaran akan tiba pada Kamis pahing, atau diperkirakan tiba sehari setelah Idul Fitri ketetapan pemerintah.

“Tahun ini 1 Suronya kan Kamis Manis. Berarti nemronya itu, Selasa pahing. Tahun ini Be Misgi. Puasanya rumusnya Nemro. Lha nanti, lebarannya dengan rumus Waljiro,” dia menerangkan.

Nun di selatan Panembahan Banokeling, penganut Islam Kejawen di Desa Kalikudi Kecamatan Adipala, Cilacap pun sejak jauh hari telah menetapkan awal puasa di hari yang saya, Selasa Pahing. Anak putu Kalikudi memiliki garis keturunan Ditakerta yang juga melestarikan adat tradisi lama.

Tetua Paguyuban Resik Kubur Rasa Sejati (PRKRS) Kalikudi, Kunthang Sunardi mengatakan dengan kelander Aboge, puasa dan lebaran sudah bisa ditentukan sejak jauh-jauh hari.

Di satu waktu, puasa atau lebaran kalender Aboge berbeda dengan pemerintah. Namun, terkadang awal puasa dan lebaran Kejawen tiba bersamaan dengan ketetapan pemerintah.

“Bisa bareng bisa beda hari. Tiap delapan tahun sekali akan terulang,” ucap Kuntang, beberapa waktu lalu.

Penghitungan penentu waktu jatuhnya 1 Puasa atau Ramadan merupakan penghitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran Jawa yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.

Tujuh hari dalam sepekan penanggalan Aboge sama dengan kalender-kalender lain, Masehi maupun Hijriyah. Jumlah bulannya pun sama, 12 bulan. Jumlah hari dalam kalender Aboge adalah 29 dan 30 hari dalam sebulan.


Salah Kaprah Penyebutan Islam Aboge

Muji Dzikir Sadran digelar di Pasemuan atau tempat ibadah penganut Islam Kejawen di Desa Kalikudi, Cilacap menjelang Ramadan. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kunthang berpendapat, perbedaan tibanya puasa dan lebaran itu merupakan kekayaan ilmu pengetahuan Idonesia. Karenanya ia berharap agar perbedaan ini disikapi dengan arif.

Akan tetapi, sistim perhitungan Kalender Aboge itu kerap kali membuat awam salah kaprah. Pasalnya, banyak yang menyebut muslim penggguna kalender Aboge sebagai Islam Aboge.

Soal salah kaprah penyebutan Islam Aboge ini dijelaskan oleh Imam Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Cikakak,Kecamatan Wangon, Banyumas, Sulam. Menurut dia, yang benar adalah penyebutan Islam yang menggunakan kalender Aboge.

Sebab, penyebutan Islam Aboge itu kerap menyebabkan pengertian masyarakat berbeda. Banyak yang mengira bahwa Islam Aboge berbeda dari Islam pada umumnya.

“Padahal penerapan syariatnya sama. Ibadahnya juga sama. Perbedaan sedikit dalam pelaksanaannya itu biasa,” ucap Sulam.

Komunitas Islam di Cikakak sampai menyimbolkan keesaan Tuhan dengan saka guru atau tiang utama masjid Baitussalam yang hanya satu buah. Mahfumnya, tiang utama masjid berjumlah empat buah.

Karenanya, masjid Baitussalam juga dikenal sebagai Masjid Saka Tunggal. Dan kini, Masjid Saka Tunggal telah diakui sebagai Cagar Budaya yang dilindungi undang-undang.

Sulam mengungkapkan bahwa Kalender Aboge diperkenalkan di wilayah Banyumas oleh Raden Sayyid Kuning. Kalender Aboge merupakan perpaduan penanggalan Qomariyah dengan penanggalan Jawa kuno yang menghitung hari berserta dengan pasarannya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya